Industri Kimia Waspadai Ancaman Impor, Geopolitik, dan Menurunnya Daya Beli

Tantangan dan Peluang di Sektor Industri Kimia Indonesia
Sektor industri kimia di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, meskipun ada indikasi pertumbuhan yang positif. Dari sisi eksternal, tekanan dari impor produk asing, fluktuasi harga komoditas, dinamika geopolitik, serta pelemahan daya beli masyarakat menjadi faktor utama yang memengaruhi kinerja sektor ini.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor industri pengolahan tumbuh sebesar 5,68% secara tahunan pada triwulan II-2025. Salah satu sub-sektor yang menunjukkan pertumbuhan signifikan adalah industri kimia, farmasi, dan obat tradisional dengan pertumbuhan mencapai 9,39%. Pertumbuhan ini didorong oleh permintaan domestik terhadap produk farmasi dan obat tradisional, serta permintaan ekspor untuk bahan dan barang kimia.
Namun, realita di lapangan tidak sepenuhnya cerah. Pada semester I-2025, industri kimia hulu mengalami tekanan yang cukup besar. Hal ini disebabkan oleh banjirnya produk impor, terutama bahan baku plastik dari China, yang memengaruhi tingkat utilisasi industri dalam negeri. Saat ini, tingkat utilisasi industri kimia hanya berada di sekitar 70%, yang menunjukkan bahwa kapasitas produksi belum dimanfaatkan secara optimal.
Selain itu, pelemahan daya beli masyarakat juga turut mengurangi permintaan terhadap produk-produk kimia. Tekanan eksternal seperti kenaikan harga minyak mentah dunia dan eskalasi konflik di kawasan Timur Tengah juga berdampak pada rantai pasok bahan baku. Beberapa pabrik anggota Asosiasi Industri Kimia Khusus Indonesia (AIKKI) bahkan harus menghentikan kegiatan produksinya akibat kondisi tersebut.
Performa Emitter di Sektor Kimia
Di tengah tantangan tersebut, sejumlah emiten di sektor kimia menunjukkan kinerja yang beragam. Salah satunya adalah PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), yang berhasil meningkatkan pendapatan secara signifikan. Pendapatan dari segmen kimia TPIA melonjak sebesar 118,5% secara tahunan, dari US$ 819,3 juta menjadi US$ 1,79 miliar.
Peningkatan kinerja ini dipengaruhi oleh strategi ekspansi dan diversifikasi bisnis, serta akuisisi Aster Chemicals and Energy Pte. Ltd. dari Shell pada April 2025. Akuisisi ini membuka peluang bagi TPIA untuk memasuki bisnis kilang dan memperluas lini produk di segmen kimia.
Direktur Sumber Daya Manusia dan Urusan Korporat Chandra Asri Pacific, Suryandi, menjelaskan bahwa kinerja operasional segmen kimia TPIA tetap stabil. Produksi dan penjualan berjalan lancar, dengan pemanfaatan fasilitas produksi yang optimal untuk memenuhi permintaan pasar domestik dan regional.
Proyeksi dan Strategi di Semester II-2025
Meski tumbuh di paruh pertama tahun ini, TPIA tetap menyadari adanya tantangan di sektor petrokimia. Faktor global seperti volatilitas harga bahan baku dan ketidakpastian geopolitik menjadi ancaman utama. Namun, TPIA tetap optimis dengan harapan adanya dorongan dari pasar dalam negeri, terutama jika pertumbuhan ekonomi dan konsumsi masyarakat stabil.
Di sisi lain, PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) juga melihat peluang dari permintaan produk kimia dalam negeri. Direktur & Corporate Secretary AKRA, Suresh Vembu, menyatakan bahwa bisnis kimia dasar AKRA melayani sejumlah industri kritis yang berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk memastikan pasokan yang berkelanjutan, AKRA intensif meningkatkan kapasitas tank terminal di lokasi strategis sesuai kebutuhan pelanggan.
Selain itu, perkembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE) di Gresik juga memberi peluang baru bagi AKRA. KEK ini berkembang menjadi ekosistem industri, terutama di sektor pengolahan hilir tembaga, kimia, dan energi terbarukan. Hal ini membuka peluang bagi AKRA untuk menambah pelanggan baru di segmen kimia dasar.
Kebijakan dan Strategi Proteksi
Ketua Umum Asosiasi Industri Kimia Khusus Indonesia (AIKKI), Ridwan Adipoetra, menilai prospek industri kimia khusus di dalam negeri tertopang oleh kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Produk dengan kandungan lokal tinggi akan lebih kompetitif dalam pengadaan pemerintah dan BUMN.
Di sisi ekspor, Ridwan melihat peluang dari kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS). Tarif impor yang lebih tinggi terhadap produk kimia dari negara pesaing seperti China memberikan keunggulan kompetitif bagi produk Indonesia yang berorientasi ekspor. Ini dapat membantu memperluas pangsa pasar ke AS.
Namun, Ridwan juga menyoroti perlunya strategi proteksi terhadap banjir produk impor dari China. Selain itu, peningkatan kualitas dan efisiensi produksi di dalam negeri menjadi kunci untuk meningkatkan daya saing.
Fajar Budiyono dari Inaplas berharap adanya proteksi dari pemerintah terhadap produk impor, serta dukungan untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Dengan demikian, utilisasi industri kimia diharapkan kembali meningkat, terutama di industri hilir dan intermediate.