Isu Penggeledahan Rumah Jampidsus, Tanggapan Kejagung, dan Penyangkalan TNI

Featured Image

Isu Penggeledahan di Rumah Jampidsus Febrie Adriansyah dan Tanggapan Pihak Terkait

Baru-baru ini beredar informasi mengenai adanya tindakan penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya terhadap rumah pribadi Jampidsus Febrie Adriansyah. Kejadian ini disebut-sebut terjadi pada Jumat, 1 Agustus 2025, di Jalan Radio-1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Namun, hingga kini belum ada konfirmasi resmi dari pihak yang terkait mengenai kebenaran informasi tersebut.

Kejaksaan Agung (Kejagung) memberikan respons terkait isu tersebut. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, menyatakan bahwa tidak ada laporan resmi mengenai adanya penggeledahan di kediaman Jampidsus Febrie. Ia menegaskan bahwa sumber informasi tersebut harus jelas dan transparan. “Sumbernya dari mana? Sumbernya harus jelas. Sampai hari ini tidak ada,” ujar Anang.

Selain itu, Anang juga menjelaskan bahwa penebalan pengamanan personel TNI di sekitar rumah Jampidsus merupakan bagian dari prosedur pengamanan yang telah disepakati melalui nota kesepahaman antara TNI dan Kejagung. Hal ini juga tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Pelindungan Negara terhadap Jaksa. Dalam peraturan tersebut, diatur bahwa TNI dan Polri bertanggung jawab atas perlindungan jaksa dan Kejaksaan dalam menjalankan tugasnya.

Anang menambahkan bahwa Jampidsus Febrie, sebagai Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, memang sudah diberi pengamanan sejak lama. “Anda tahu lah, pasti pengamanan dari dulu sudah ada di TNI,” ujarnya.

Penjelasan TNI Mengenai Pengamanan di Lingkungan Kejagung

Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI) membantah informasi yang menyebutkan bahwa personel TNI yang ditempatkan di lingkungan Kejagung bertujuan untuk menghalangi prosedur hukum yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mabes TNI, Mayor Jenderal Kristomei Sianturi, menjelaskan bahwa keberadaan personel TNI berseragam dan bersenjata lengkap di lingkungan Kejagung adalah bagian dari prosedur pengamanan yang sesuai dengan aturan yang berlaku.

Kristomei menegaskan bahwa penempatan prajurit TNI di lingkungan Kejagung, termasuk pengamanan terhadap pejabat seperti Jampidsus Febrie, merupakan bagian dari tugas yang dilaksanakan TNI sesuai Peraturan Presiden (PP) Nomor 66 Tahun 2025. Aturan ini juga didukung oleh kesepakatan kerja sama atau MoU antara TNI dan Kejagung perihal bantuan pengamanan. MoU tersebut, kata Kristomei, masih berlaku hingga saat ini.

Terkait isu bahwa personel TNI menghalangi upaya penggeledahan penyidik kepolisian di kediaman Jampidsus, Kristomei menegaskan bahwa informasi tersebut tidak benar. “Setiap pelibatan prajurit TNI dilakukan sesuai dengan prosedur, dan tidak dalam kapasitas untuk menghalang-halangi proses hukum,” ujarnya.

Profesionalisme TNI dalam Menjaga Supermasi Hukum

Kristomei menekankan bahwa personel TNI selalu menjunjung tinggi supermasi hukum dan menghormati tugas serta kewenangan institusi penegak hukum. Ia menegaskan bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh TNI dilakukan dengan profesional dan taat hukum. “TNI menjunjung tinggi supermasi hukum, dan menghormati tugas serta kewenangan institusi penegak hukum dalam kerangka hukum yang berlaku,” tambahnya.

Riwayat Pengamanan di Lingkungan Kejagung

Pengerahan personel TNI di lingkungan Kejagung dan para pejabat tingginya memang sudah dilakukan sejak tahun lalu. Salah satu peristiwa penting yang mencerminkan pentingnya pengamanan tersebut adalah operasi ‘Sikat Jampidsus’ pada Mei 2024. Saat itu, satuan Densus 88 diketahui melakukan misi pengintaian terhadap Jampidsus Febrie dan anggota keluarganya. Personel militer yang mengawal Jampidsus berhasil menangkap satu pengintai dari Densus 88, yaitu Bripda IM. Sementara lima orang lainnya berhasil kabur.

Selain itu, beberapa personel polisi antireror dengan senjata lengkap dan kendaraan roda dua juga melakukan aksi provokasi dengan mengitari kantor dan kompleks Kejagung di kawasan Bulungan, Blok-M, Jakarta Selatan. Informasi mengenai aksi tersebut terungkap ketika Jampidsus Febrie sedang mengungkap kasus korupsi besar terkait penambangan timah ilegal di lokasi izin usaha pertambangan PT Timah Tbk di Bangka Belitung. Kasus ini menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun.