Jangan Lakukan 8 Kebiasaan Ini Jika Ingin Anak Menghormati Anda Saat Dewasa

Memahami Hubungan Orang Tua dan Anak yang Sehat
Banyak orang tua memiliki harapan untuk memiliki hubungan yang penuh rasa hormat dan kasih sayang dengan anak-anak mereka hingga dewasa. Namun, kenyataannya tidak selalu seperti itu. Ada anak-anak yang tumbuh menjadi dewasa namun memilih menjaga jarak, bahkan memutuskan hubungan dengan orang tuanya. Pertanyaannya adalah: mengapa hal ini bisa terjadi?
Psikologi menunjukkan bahwa penghormatan anak kepada orang tua bukanlah sesuatu yang otomatis muncul hanya karena ikatan darah. Rasa hormat adalah hasil dari pola asuh, interaksi emosional, dan bagaimana orang tua memperlakukan anak-anak mereka sejak dini.
Berikut adalah beberapa kebiasaan yang perlu dihindari oleh orang tua agar anak-anak mereka tetap menghormati Anda saat mereka dewasa:
1. Terlalu Mengontrol (Over-controlling)
Banyak orang tua menganggap mereka tahu apa yang terbaik untuk anak-anak mereka, hingga akhirnya mereka terjebak dalam sikap terlalu mengatur setiap aspek kehidupan anak. Psikologi menyebut pola ini sebagai "parental control yang berlebihan".
Anak yang terus-menerus diatur tanpa diberi ruang untuk membuat keputusan sendiri, akan tumbuh dengan perasaan tertekan, tidak percaya diri, dan merasa tidak dipercaya oleh orang tuanya. Saat dewasa, mereka mungkin mencari kebebasan dengan menjauhkan diri dari orang tuanya.
Solusi: Alih-alih mengontrol, berikan anak bimbingan dan dukungan, serta biarkan mereka belajar dari pengalaman mereka sendiri.
2. Meremehkan Perasaan Anak
Ucapan seperti "Ah, itu cuma lebay", "Udahlah, nggak usah nangis begitu", atau "Masalah kecil aja kok sedih" adalah bentuk meremehkan perasaan anak yang sering tidak disadari.
Menurut psikologi perkembangan, perasaan anak yang tidak divalidasi akan membuat mereka merasa tidak dihargai. Ini dapat menanamkan luka emosional yang terbawa hingga dewasa dan membuat anak sulit merasa dekat dengan orang tuanya.
Solusi: Dengarkan perasaan anak dengan empati, validasi emosi mereka, dan bantu mereka mengelola perasaan tersebut dengan bijak.
3. Mengkritik Berlebihan Tanpa Apresiasi
Kritik yang membangun memang penting, tapi jika orang tua terlalu sering mengkritik tanpa pernah memberi pujian atau apresiasi, anak akan merasa tidak pernah cukup baik di mata orang tuanya.
Psikolog menyebut pola ini sebagai "negative dominance", yaitu pola di mana interaksi didominasi oleh komentar negatif yang akhirnya mengikis harga diri anak.
Solusi: Seimbangkan kritik dengan pujian yang tulus. Fokus pada usaha anak, bukan hanya hasilnya.
4. Tidak Pernah Meminta Maaf
Banyak orang tua merasa gengsi atau malu untuk meminta maaf kepada anak-anak mereka ketika mereka melakukan kesalahan. Namun, psikologi menunjukkan bahwa anak-anak yang melihat orang tuanya berani meminta maaf akan belajar tentang kerendahan hati, empati, dan kejujuran.
Sebaliknya, orang tua yang selalu merasa "paling benar" akan ditandai oleh anak sebagai figur yang arogan dan sulit diajak berdialog.
Solusi: Tunjukkan bahwa Anda manusia yang bisa salah. Permintaan maaf Anda justru akan menumbuhkan rasa hormat yang lebih dalam di hati anak.
5. Membanding-bandingkan Anak dengan Orang Lain
Ucapan seperti "Coba lihat si A, dia lebih rajin daripada kamu", atau "Kamu harusnya bisa kayak si B" adalah racun hubungan orang tua dan anak. Kebiasaan ini menciptakan rasa iri, minder, dan bahkan benci terhadap figur yang dijadikan perbandingan.
Anak-anak yang terus dibandingkan akan merasa tidak pernah cukup baik dan sering kali membawa luka ini hingga dewasa.
Solusi: Fokuslah pada perkembangan individual anak. Bandingkan mereka dengan diri mereka sendiri di masa lalu, bukan dengan orang lain.
6. Membebani Anak dengan Harapan yang Tidak Realistis
Sebagian orang tua menumpahkan mimpi-mimpi mereka yang belum tercapai kepada anak-anak. Tekanan ini seringkali membuat anak merasa terbebani, kehilangan jati diri, dan menjauh secara emosional.
Ketika anak merasa eksistensinya hanya untuk memenuhi ekspektasi orang tua, rasa hormat yang tulus akan tergantikan dengan rasa kewajiban yang penuh beban.
Solusi: Dukunglah anak untuk menemukan jalan mereka sendiri. Bimbing tanpa memaksakan ambisi pribadi Anda.
7. Tidak Memberikan Contoh yang Baik
Anak-anak belajar lebih banyak dari tindakan orang tua dibandingkan dari kata-kata. Jika orang tua sering memarahi anak karena tidak sopan, namun mereka sendiri sering berkata kasar, anak akan menangkap ketidakkonsistenan ini.
Psikologi menyebut ini sebagai "modeling behavior", di mana perilaku orang tua menjadi blueprint bagi anak-anak.
Solusi: Tunjukkan nilai-nilai yang Anda harapkan dari anak melalui tindakan nyata Anda sehari-hari.
8. Tidak Pernah Memberikan Waktu Berkualitas
Kesibukan sering dijadikan alasan oleh orang tua untuk tidak menyediakan waktu berkualitas bersama anak. Padahal, kedekatan emosional hanya bisa dibangun melalui interaksi yang bermakna, bukan sekadar tinggal serumah.
Anak-anak yang merasa diabaikan secara emosional cenderung tumbuh dengan jarak emosional yang lebar terhadap orang tuanya saat dewasa.
Solusi: Luangkan waktu berkualitas secara rutin, meski hanya 10-15 menit per hari, untuk benar-benar hadir bersama anak tanpa gangguan gadget atau pekerjaan.
Penutup
Menghormati orang tua adalah nilai yang harus dibangun, bukan dituntut. Jika Anda ingin anak-anak Anda tetap menghormati Anda saat mereka dewasa, Anda harus memulai dengan menghormati mereka sejak kecil.
Tinggalkan 8 kebiasaan di atas dan bangun pola asuh yang lebih penuh empati, kasih sayang, dan keteladanan. Ingatlah, anak-anak yang merasa dihargai dan didengar, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang menghargai orang tuanya dengan tulus, bukan karena paksaan.