Kakek 73 Tahun Nikahi Gadis 27 Tahun, Takdir Berjodoh di Bengkulu

Pernikahan yang Menarik Perhatian Masyarakat
Pernikahan antara Bunga Fitri (27 tahun) dan Sai’un (73 tahun) telah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Pasangan ini menikah dengan perbedaan usia yang mencolok, yaitu 46 tahun. Kehadiran mereka di Desa Padang Tambak, Kecamatan Karang Tinggi, Kabupaten Bengkulu Tengah, membuat banyak orang terkejut.
Banyak orang awalnya mengira bahwa pernikahan ini terjadi karena perjodohan atau alasan finansial. Namun, hal tersebut dibantah oleh Rosmala Dewi, ibu kandung dari Bunga Fitri. Ia menyatakan bahwa ia sepenuhnya merestui pernikahan anaknya dengan Sai’un.
“Saya suka, saya senang, saya rela dan ikhlas,” ujar Rosmala Dewi saat ditemui di kediamannya. Ia juga menegaskan bahwa keputusan anaknya bukan karena tekanan, hutang, atau alasan lain di luar rasa kecocokan antar pasangan. “Tidak ada karena hutang, tidak ada karena dipaksa. Demi Allah, aku rela,” tegasnya.
Bagi Rosmala, kebahagiaan anak merupakan hal utama. Selama Fitri merasa bahagia dan menemukan pasangan yang bisa menerimanya apa adanya, keluarga tetap memberikan dukungan. “Yang penting sama-sama senang, tidak ada yang dikecewakan,” tambah Rosmala.
Awal Kehidupan Bersama yang Unik
Sebelum menikah, kisah cinta mereka bermula dari perkenalan yang tak disengaja. Fitri, yang memiliki keterbatasan dalam berbicara dan fisik, sempat menyampaikan keinginan kepada temannya untuk segera memiliki pasangan. Teman tersebut, yang merupakan keponakan Sai’un, kemudian mempertemukan keduanya.
Pertemuan pertama berlangsung di rumah si teman, dan sejak saat itu Sai’un merasa ada kecocokan dengan Fitri. “Pertama ke rumah ponakan saya itu, kita langsung dapat perasaan. Dua minggu kemudian langsung yakin dia jodoh Datuk,” ungkap Sai’un sambil tersenyum.
Fitri sendiri menerima lamaran bukan karena alasan ekonomi, tetapi karena merasa cocok secara pribadi. Ia menilai Sai’un sebagai pria yang baik, bertanggung jawab, dan menerima dirinya apa adanya. Setelah menjalin komunikasi selama dua minggu, keduanya sepakat untuk menikah secara sederhana di desa.
Prosesi akad nikah berjalan lancar dengan dihadiri keluarga serta warga sekitar. Kehidupan rumah tangga mereka kini dijalani dengan sederhana di sebuah rumah kayu berlatar kebun pisang. Dalam potret yang beredar, keduanya tampak duduk berdampingan sambil memegang buku nikah.
Kehidupan Sehari-hari dan Harapan Masa Depan
Sai’un diketahui bekerja sebagai petani kopi dan sawit di Desa Jambu. Ia sudah memiliki tiga anak dari pernikahan sebelumnya, yang seluruhnya telah berkeluarga. Ia mengaku membutuhkan pendamping hidup di usia senja. “Rencana kami tinggal di rumah saya di Desa Jambu (Kecamatan Taba Penanjung). Kalau saya ke kebun, ya Fitri temenin. Kalau di rumah juga begitu, saya butuh teman hidup karena anak-anak sudah di rumahnya masing-masing,” ujarnya.
Pernikahan tersebut memicu beragam reaksi dari masyarakat. Ada yang memberikan dukungan dan mengapresiasi ketulusan cinta mereka, sementara sebagian lain terkejut dengan selisih usia yang sangat jauh. Namun, pasangan ini memilih untuk tidak memedulikan komentar negatif. “Namanya jodoh, tidak ada yang tahu. Kalau sudah cocok, usia bukan halangan,” tutup Sai’un.