KCT Gelar Nobar Festival Gulali, Acong: Pemkot Perlu Beri Ruang Lebih Luas untuk Anak Berinteraksi

Acara Nobar Gulali Festival di Tasikmalaya Berikan Ruang Interaksi untuk Anak-anak dan Penyandang Disabilitas
Pada Minggu, 4 Agustus 2025, sekitar 50 anak-anak, termasuk sepuluh orang penyandang disabilitas, menghadiri acara nonton bareng (Nobar) Gulali Festival yang berlangsung di Buleud Galery & Studio Jl. Pemuda No.2 Kota Tasikmalaya. Acara ini juga disaksikan secara daring oleh Komunitas Cermin Tasikmalaya (KCT). Acara ini menawarkan berbagai pertunjukan yang menarik, termasuk tiga pentas dari Dokkar Puppet Theatre Tegal, Bianglala Studio Bandung, dan Jong Bura Maumere. Selain itu, penonton juga diberi hiburan melalui tari dari kelas tari KCT serta musik dari Albrigs Rose.
Anbar, seorang pelajar SLB Yayasan Bahagia, tampak antusias mengikuti acara tersebut. Ia mengetahui tentang acara ini melalui flyer yang diterima dari handphone orang tuanya. Setelah melihat flyer tersebut, ia langsung merasa senang dan ingat jadwal acaranya. Ibu Anbar menyampaikan bahwa meskipun cuaca sedikit gerimis, Anbar tetap memaksa untuk pergi ke acara tersebut. "Alhamdulillah dia senang," ujarnya sambil tersenyum.
Ketua KCT, Ashmansyah Timutiah, menjelaskan bahwa pihaknya sengaja mengundang anak-anak berkebutuhan khusus dalam acara ini karena mereka juga memiliki hak untuk memiliki ruang interaksi. Dengan ikut dalam acara seperti ini, para anak berkebutuhan khusus dapat belajar cara bergaul dan mungkin menemukan inspirasi serta minat terhadap suatu kegiatan yang bisa membantu mereka menyalurkan bakat dan semangat.
Ia juga menyampaikan rasa bersyukur atas antusiasme orang tua yang ingin melibatkan anaknya dalam ruang interaksi. Meski tidak menolak teknologi, Acong, sapaan akrabnya, menekankan pentingnya keseimbangan antara penggunaan gadget dan ruang interaksi serta kreasi. Menurutnya, tanggung jawab ini juga harus dijalankan oleh stakeholder pemerintah kota dan kabupaten Tasikmalaya agar anak-anak mendapatkan kesempatan lebih banyak untuk berinteraksi. Hal ini sangat penting untuk masa depan mereka, agar tidak terjebak dalam perundungan, kekerasan, atau bahkan bunuh diri.
Pengertian dan Tujuan Gulali Festival
Gulali Festival merupakan festival seni pertunjukan pertama di Indonesia yang ditujukan khusus untuk anak-anak, dan diadakan setiap dua tahun sekali. Festival ini diinisiasi oleh Papermoon Puppet Theatre dan Ayo Dongeng Indonesia. Sebanyak 9 seniman yang tergabung dalam Gulali Lab, sebuah workshop pertunjukan untuk penonton anak, akan menampilkan karya-karya mereka. Acara ini juga disiarkan secara streaming dan ditonton oleh 100 kota Kantong Gulali (komunitas yang berkolaborasi dengan Gulali Festival) di seluruh Indonesia.
Nama “Gulali” berasal dari kembang gula tradisional di Indonesia. Nama ini dipilih karena ingin mengajak penonton mengalami keberagaman rasa, emosi, dan citarasa yang berbeda selama festival berlangsung, baik melalui pertunjukan, workshop, maupun aktivitas lain yang menyenangkan.
Festival ini lahir secara daring pada 2021, kemudian berkembang menjadi acara daring dan luring pada tahun 2023. Gulali Festival bekerja sama dengan Tacita, Chihiro Art Museum, dan Bentara Budaya Yogyakarta untuk membawa beberapa karya koleksi Chihiro Art Museum (Jepang) untuk dipamerkan di Yogyakarta. Acara ini juga dilengkapi dengan berbagai program pertukaran budaya antara Indonesia dan Jepang, seperti diskusi, pementasan, dan workshop.
Kolaborasi Budaya Indonesia dan Jepang
Dalam bahasa Jawa, kata “tanem” berarti menanam, sedangkan dalam bahasa Jepang, “Tanemaki” juga berarti menanam benih. Mereka percaya bahwa menyuguhkan karya seni yang baik untuk anak adalah seperti menyemai benih kebaikan untuk generasi masa depan.
Pada perhelatan tahun 2025 ini, Gulali Festival bekerja sama dengan TaCita (Cita Cerita Anak), sebuah yayasan independen yang merayakan cerita untuk anak dalam berbagai bentuknya, khususnya dalam bidang perbukuan, dan Chihiro Art Museum, sebuah museum ilustrasi buku cerita anak yang berlokasi di Tokyo dan Azumino, Jepang.
Sebelumnya, TaCita dan Chihiro Art Museum telah berhasil menyelenggarakan pameran “Ehon: Jelajah Seni dan Cerita Buku Anak Jepang”, yang menampilkan koleksi terkurasi dari Chihiro Art Museum dan aktivasi kegiatan cerita dari koleksi tersebut pada Februari 2024 di The Japan Foundation, Jakarta.
Kali ini, ketiga entitas ini bekerja sama untuk memberikan pengalaman baru bagi para pecinta kisah dengan menggabungkan kekuatan seni visual grafis (dalam bentuk ilustrasi) dan seni pertunjukan (dalam bentuk dongeng dan teater). Panggung Gulali diharapkan menjadi wadah pertukaran budaya, khususnya antara seni pertunjukan dan seni visual grafis, antara Indonesia dan Jepang.