Kematian Prada Lucky: Penganiayaan Senior dan Penyesalan Orangtua

Kematian Prada Lucky: Tragedi yang Menggugah Kesadaran
Prada Lucky Chepril Saputra Namo (23), seorang anggota Batalyon Teritorial Pembangunan (TP) 834 Waka Nga Mere Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT), meninggal dunia pada Rabu (6/8/2025) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aeramo, Kabupaten Ngada. Kondisi kesehatannya memburuk setelah mengalami muntah-muntah dan dibawa ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kota Danga pada 2 Agustus 2025.
Setelah kondisinya semakin memburuk, ia dirujuk ke RSUD Aeramo. Meskipun sempat ada harapan ketika kondisinya membaik pada 3 Agustus, situasi kembali memburuk dan akhirnya dia dipindahkan ke ruang ICU. Sayangnya, Prada Lucky tidak berhasil bertahan dan menghembuskan napas terakhir pada 6 Agustus 2025.
Komandan Brigade Infanteri (Brigif) 21/Komodo, Letkol Inf Agus Ariyanto, mengonfirmasi kejadian ini. Ia menyatakan bahwa semua penanganan akan diserahkan kepada penyidik militer.
Pemindahan Jenazah dan Permintaan Otopsi
Jenazah Lucky diterbangkan kembali ke Kota Kupang dengan didampingi kedua orangtuanya, Sersan Mayor (Serma) Christian Namo dan Sepriana Paulina Mirpey. Peti jenazah yang dibalut bendera merah putih dibawa menggunakan mobil ambulans ke Rumah Sakit Tentara Wira Sakti Kupang.
Di sana, ayah Lucky, Serma Christian, menuntut agar jenazah anaknya diotopsi, tetapi ia kecewa karena tidak ada dokter forensik yang bisa melakukan prosedur tersebut. “Ini mayat anak saya. Pikul dan keluarkan. Bawa anak saya, bawa,” ujarnya dengan suara keras, mencerminkan rasa sedih dan marahnya.
Ia meminta jenazah segera dipindahkan ke rumah sakit lain untuk dilakukan otopsi, agar penganiayaan yang dialami anaknya bisa terungkap. Tangisan keluarga pecah saat jenazah Lucky dinaikkan kembali ke ambulans menuju RS Bhayangkara Kupang.
Permintaan Keadilan dari Keluarga
Di depan Rumah Sakit Bhayangkara, Christian kembali menunjukkan kesedihannya. Dengan suara bergetar, ia mempertanyakan kehadiran negara saat anaknya meninggal dengan cara yang tidak wajar. “Kamu saksikan semua, yang bunuh anak saya sifat PKI, keji. Ingat baik-baik itu,” serunya penuh emosi.
Kekesalan Christian kian menguat karena tidak adanya kepastian untuk melakukan otopsi di dua rumah sakit. Dia hanya ingin mengetahui penyebab kematian anaknya dan menuntut keadilan bagi Lucky. “Saya masih sah jadi tentara, jiwa saya merah putih. Saya sudah 31 tahun berdinas TNI, baru pertama ini terjadi pada diri saya. Apa ini balasan buat saya. Saya hanya menuntut keadilan,” tegasnya.
Di rumah duka, ratusan pelayat dan keluarga mengantar kedatangan jenazah Lucky dengan tangisan haru. Christian juga menunjukkan penyesalan sudah memasukkan Lucky menjadi prajurit hingga akhirnya meninggal tak wajar. “Anak ganteng, Lucky. Bapa salah, bapa salah kasih lu (kamu) kerja Lucky. Bapa sudah bilang, kenapa lu mau jadi tentara. Bapa minta maaf,” kata Christian sambil menangis.
Harapan Akan Keadilan
Sepriana, ibu Lucky, tidak hanya menginginkan keadilan untuk anaknya, tetapi juga sanksi berat bagi para pelaku. “Mati di medan perang saya terima. Itu tugas dia bela negara dan bangsa. Ini mati sia-sia di tangan seniornya. Proses mereka. Pecat. Bila perlu hukuman mati,” ungkapnya penuh kemarahan.
Dia mengeklaim, bukan hanya empat orang yang terlibat dalam penganiayaan, melainkan ada sekitar 20 orang. “Tidak ada yang namanya pilih kasih. Saya mama kandung yang melahirkan dia. Kalau kalian tidak proses, lebih baik kalian bunuh saya supaya saya ikut anak saya langsung,” ungkap Sepriana dengan wajah penuh kesedihan.
Penangkapan Empat Anggota
Dandim 1625 Ngada, Letkol Czi Deny Wahyu Setiyawan, mengonfirmasi bahwa empat anggota yang diduga terlibat dalam peristiwa itu sudah ditahan. “Betul, sudah empat orang yang diamankan di Subdenpom Ende,” ujar Deny saat dihubungi, Jumat (8/8/2025).
Deny mengaku belum mengetahui secara pasti peran dari empat pelaku tersebut, karena mereka sudah ditangkap oleh Polisi Militer. Sementara itu, Wakil Kepala Penerangan Kodam IX/Udayana, Letkol Inf Amir Syarifudin, menyampaikan dukacita mendalam. “Tim investigasi saat ini sedang bekerja. Kami belum bisa menyampaikan detail kejadian karena proses masih berjalan,” ujarnya, menegaskan komitmen Kodam IX/Udayana untuk mengungkap fakta yang sebenarnya.
Kematian Lucky bukan sekadar kehilangan, tetapi juga mengajak kita untuk merenungkan bagaimana seharusnya tindakan disiplin dilakukan dengan cara yang manusiawi dan tidak merugikan jiwa. Sebuah tragedi yang menyoroti urgensi perlunya penegakan hukum dan keadilan dalam institusi militer.