Ketika Manusia Menyimpang dari Jalan Takdir

Keunikan Setiap Orang dan Pentingnya Menjadi Diri Sendiri
Setiap manusia memiliki sifat dan karakter yang berbeda. Ada yang kuat, berani, tajam dalam berbicara, ada yang cerdas, kreatif, ceria, menjadi daya tarik sosial. Ada juga yang lembut, penyayang, sabar, dan banyak lagi sifat lainnya. Meskipun setiap orang memiliki ciri khas masing-masing, namun setiap individu pasti akan menemukan seseorang yang menyukainya, menerima dirinya, bahkan setuju dengan sifat-sifat yang mungkin terkesan tidak biasa.
Sebagai contoh, tokoh Arthur Fleck dalam film Joker (2019) memiliki kegilaan, keberanian, dan kekejaman yang luar biasa. Namun, banyak orang tetap mendukung dan salut pada keberaniannya. Karena ia menyuarakan perasaan dan keresahan dari banyak orang yang memiliki pandangan serupa, tapi tak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya.
Meski saya tidak sepakat dengan tindakan Arthur Fleck yang membunuh orang, ini adalah metafora ekstrem. Sebuah ekspresi emosi yang meledak setelah seseorang menahan diri terlalu lama. Berusaha sabar, tapi terus dilangkahi harga dirinya. Dalam dunia nyata, banyak orang melakukan hal di luar batas karena emosinya meledak akibat penahanan yang berlebihan. Jika mereka bisa mengekspresikan pendapat, kemarahan, atau kekecewaan secara alami dan sehat, mungkin mereka tidak perlu melakukan hal-hal yang berlebihan. Tapi jiwa dan emosinya akhirnya meminta keseimbangan setelah terlalu lama ditahan. Dan ledakan ini bisa merugikan diri sendiri maupun orang di sekitarnya.
Banyak manusia menahan kata-kata, menahan sikap, bahkan tidak membela diri meskipun telah dilecehkan. Hal ini terjadi karena ketakutan akan dianggap tidak sesuai dengan ekspektasi masyarakat. Sayangnya, hal ini membuat mereka kehilangan diri sendiri yang otentik. Mereka kehilangan makna penciptaan mereka, yaitu berperan dan memaksimalkan bakat alami yang dimiliki.
Akibatnya, mereka menarik energi dari orang-orang yang tidak sejalan dengannya. Mereka memilih pekerjaan yang salah, berada di lingkungan yang tidak sesuai dengan jiwa mereka, hanya karena ingin menyesuaikan diri dengan harapan masyarakat. Padahal, tokoh-tokoh besar seperti Soekarno, Kartini, Nelson Mandela, Princess Diana, dan lainnya tidak selalu disukai oleh semua orang. Mereka justru dibenci oleh musuh-musuhnya dan orang yang terganggu oleh kekuatan sinarnya. Mereka hebat bukan karena ditakdirkan hebat, tetapi karena mengizinkan diri mereka sendiri untuk menjadi hebat, meskipun sering disalahpahami, dibenci, dan dikritik.
Mengapa Harus Sibuk dengan Orang yang Tidak Setuju?
Mengapa kita harus terlalu memikirkan orang yang tidak setuju? Apa pentingnya ekspektasi orang yang kontra dan potensial tidak menyukai kita? Mengapa kita menahan diri agar diterima dan disukai oleh semua orang? Kita tidak ditakdirkan menjadi seperti itu.
Ada istilah yang dikenal sebagai people pleaser, yaitu perilaku untuk menyenangkan orang lain secara berlebihan. Orang yang bersifat ini cenderung sulit berkata "tidak", melakukan pekerjaan lebih banyak meski tidak sanggup, tidak berani menyuarakan pendapat sendiri, sering meminta maaf meski bukan kesalahannya, mengikuti hal yang tidak disukai hanya untuk menghindari gesekan, dan mengubah kepribadian asli demi menyenangkan orang lain. Meskipun tampak positif, sifat ini justru menghancurkan diri sendiri karena seseorang terlalu menahan diri dan menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan. Energi mereka mudah lelah dan tidak bersemangat karena terlalu tertahan.
Padahal, orang yang benar-benar menyayangi kita akan tetap menyayangi apa adanya. Sementara yang tidak cocok dengan kita akan perlahan menjauh. Tidak apa-apa jika kita dijauhi orang, jika memang mereka tidak sesuai dengan kita.
Strategi Pertahanan Diri
Freud mengemukakan bahwa kepribadian manusia terdiri dari tiga lapisan: Id, Ego, dan Superego. Id adalah bagian yang bersifat naluriah, impulsif, dan berdasarkan keinginan dasar. Ego adalah bagian sadar yang rasional dan realistis, bertugas memuaskan dorongan Id tanpa melanggar norma dan etika. Sedangkan Superego adalah bagian moral dan nilai ideal dalam kehidupan sosial, bekerja di bawah sadar dan menekan Ego untuk tidak menyimpang.
Ketika terjadi konflik antara Id dan Superego, Ego bisa mengalami tekanan. Untuk menghindari rasa cemas atau bersalah, Ego menciptakan mekanisme pertahanan diri. Misalnya, usaha menyesuaikan diri untuk diterima lingkungan sosial. Padahal, hal ini justru mengkhianati sifat kita sendiri. Kita menggunakan topeng untuk tidak mengganggu orang lain, bahkan berkorban dan menyiksa diri sendiri agar tidak diserang.
Tapi pernahkah kamu bertanya, mengapa mereka menyerang? Apakah mereka juga sedang tidak percaya diri? Bisa saja mereka menyerang karena bentuk pertahanan diri mereka sendiri yang merasa terganggu atau terancam oleh kehadiran kita.
Pengkhianatan Takdir
Menahan diri menjadi diri sendiri dan terus mengorbankan diri untuk membuat orang lain nyaman adalah bentuk pengkhianatan terhadap takdir penciptaan kita yang otentik. Jika kita tidak nyaman, carilah lingkungan yang sesuai. Jika tidak setuju, sampaikan pendapat. Jika tidak diterima, mungkin itu bukan tempat yang tepat.
Jika hati kita terus bergejolak, artinya ada yang harus kita keluarkan dengan sehat. Pendapat, sikap, amarah, dan emosi yang berbeda bukanlah dosa. Jangan perlakukan hal-hal ini layaknya sesuatu yang haram. Barangkali dengan meninggalkan tempat itu, kita menemukan tempat yang lebih baik. Barangkali dengan suara jujur kita, kita menyelamatkan banyak orang dengan kebenaran. Barangkali dengan sikap yang tidak banyak disepakati, alam mencari keseimbangan lebih cepat.
Apa yang sudah harus terjadi akan terjadi dan pasti terjadi. Jika kamu merasa terasing, sendiri, menahan diri, kosong, dan tidak bisa lepas, bisa jadi itu tanda bahwa kamu perlu menemukan dirimu kembali. Jangan khawatir. Yang mencintai dengan utuh dan siap menerima diri sejatimu akan tetap tinggal. Yang membenci memang tidak perlu ditangisi. Dan menjadi diri sendiri adalah bentuk hormat atas penciptaan Tuhan pada diri kita sendiri.