Kisah 7 Anak Kos yang Kini Sukses

Persahabatan yang Tak Pernah Padam
Di sebuah rumah kontrakan sederhana di Jalan Haji Ten III No. 24, Rawamangun, Jakarta Timur, tujuh pemuda berkumpul dalam satu cita-cita: ingin mengubah nasib melalui pendidikan dan kerja keras. Meskipun rumah itu sempit, dindingnya tipis, dan kadang atapnya bocor, di dalamnya tumbuh harapan besar, impian tanpa batas, dan persaudaraan yang tak ternilai harganya.
Saya masih ingat betul bagaimana kami bertujuh hidup saling berbagi: Agus Suryadi, Dida Daniarsyah, Muksin, Dadang, Acep, Jaman Marpaung, Prihatin Sulistiono, dan saya sendiri, Wijaya Kusumah. Kami juga aktif dalam membangun kursus komputer LP2TK bidang software di FPTK IKIP Jakarta.
Dari semua itu, kisah di kamar sempit yang saya tempati bersama Agus dan Muksin adalah kenangan yang tak pernah pudar. Kami menempati kamar tengah. Acep dan Dida di kamar depan. Sedangkan Sulis dan Jaman berada di kamar atas.
Sore ini kami kopdar dadakan di rumah makan nasi uduk kebun kacang di depan kampus UNJ Rawamangun Jakarta Timur. Persis di depan halte busway UNJ Rawamangun.
Dari Kontrakan ke Ruang Sidang Promosi Doktor
Siapa sangka, dari kamar berukuran 3x3 meter dengan kasur lipat dan kipas angin yang suka ngadat, tiga dari kami kini telah bergelar doktor. Muksin yang dulu dikenal cerdas, rajin mencatat, dan rajin ikut seminar, kini menyandang gelar Doktor dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Ia menjadi dosen dan peneliti yang produktif, dan dikenal luas di kalangan akademisi karena keuletannya. Bahkan saat ini beliau dipercaya dan diberi amanah sebagai pembantu dekan 1 bidang akademik di fakultas teknik UNJ.
Dida Daniarsyah, yang awalnya pendiam dan sangat fokus dalam belajar, kini telah menyelesaikan program doktoralnya di IPB Bogor. Ia berhasil membuktikan bahwa anak dari keluarga sederhana bisa menjadi akademisi unggulan di perguruan tinggi terkemuka. Beliau juga mendapatkan amanah menjadi salah satu pejabat di kementrian kelautan dan perikanan.
Sedangkan saya sendiri, Wijaya Kusumah alias Omjay, dengan penuh rasa syukur telah meraih gelar Doktor Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), kampus yang telah menempa saya sejak awal. Wijaya Kusumah menjadi guru di SMP Labschool Jakarta.
Ketika kami bertemu kembali dalam sebuah pertemuan kecil beberapa waktu lalu, kami tersenyum haru. Dulu kami berjuang membayar uang kuliah semester demi semester, kadang harus rela menunda bayar SPP, kini kami berdiri sebagai doktor—bukan karena kami paling pintar, tapi karena kami tidak pernah berhenti berjuang.
Cinta yang Tidak Pernah Hilang
Kalau bicara soal asmara, maka Muksin-lah juaranya. Sejak zaman kontrakan, ia selalu berhasil memikat hati wanita-wanita cantik. Kami sering heran, apa sih yang dimilikinya? Mungkin karena wajahnya bersih, tutur katanya sopan, dan ia selalu punya topik pembicaraan yang menarik. Ia sering dijemput mahasiswi berparas ayu, bahkan pernah dalam satu hari, dua cewek datang bersamaan---dan kami harus mengatur alur keluar-masuk agar tidak ketahuan!
Sementara saya, Omjay, justru sering gagal dalam urusan cinta. Surat cinta saya lebih sering dibalas dengan "kita temanan aja, ya." Tapi saya tak patah semangat. Saya percaya, jodoh akan datang di waktu yang tepat. Dan benar saja, Tuhan akhirnya mempertemukan saya dengan Siti Rokayah, perempuan tangguh dan sabar dari Bandung yang menerima saya apa adanya. Bersamanya, saya menjalani kehidupan rumah tangga yang penuh berkah dan kini telah menjadi Kakek Jay, dengan cucu cantik bernama Tanaya Faza Atisa.
Agus, Si Penjaga Laut yang Kini Haji
Agus Suryadi, teman sekamar kami yang paling kalem, paling rajin shalat dan paling sering mengingatkan kami agar tidak lupa akhirat, kini bekerja sebagai PNS di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tapi yang lebih membanggakan, ia telah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Ketika foto dirinya di depan Ka'bah sampai ke ponsel saya, air mata ini menetes haru. Saya tahu betapa lamanya ia menabung, betapa keras ia bekerja, dan betapa dalamnya impian itu tertanam sejak kami masih berbagi satu kamar. Istrinya Iis Nurhayati adalah teman seangkatan kami. Allah sayang sama Iis dan memanggilnya lebih dulu. Innalillahi wainnailahi rojiun.
Yang Kini Menjadi Sosok Panutan
Kisah sukses anak kontrakan tak hanya berhenti di situ:
Dadang dan Acep kini menjadi guru dan karyawan tetap di Labschool Jakarta, tempat kami mengabdi dan tumbuh menjadi pendidik yang berdedikasi. Mereka juga sudah menjadi pimpinan karyawan di labschool UNJ.
Jaman Marpaung berhasil menjadi guru PNS di SMK Negeri, menyulap ilmu yang dulu kami pelajari di kontrakan menjadi bekal untuk mendidik generasi bangsa. Jaman tidak bisa hadir karena sudah berada di Bogor dan hanya titip salam saja.
Prihatin Sulistiono memilih jalur korporasi dan kini telah sukses menjadi pegawai tetap di Agung Sedayu Group, salah satu perusahaan properti besar di Indonesia. Sulis juga tidak bisa hadir karena kesibukannya di kantor. Dia jarang ikut kegiatan temu alumni.
Kami semua memilih jalan berbeda, tapi tetap mengakar pada nilai-nilai yang sama: kerja keras, kejujuran, dan persahabatan.
Penutup: Dari Jalan Haji Ten ke Jalan Hidup yang Bermakna
Sekarang kami tinggal berjauhan. Tapi hati kami tetap terhubung. Kami tak pernah melupakan kontrakan di Jalan Haji Ten III No. 24, tempat mimpi kami pertama kali tumbuh. Tempat kami belajar bahwa hidup bukan hanya tentang kemewahan, tapi tentang perjuangan dan orang-orang yang membersamai perjalanan itu.
Jika Anda yang membaca kisah ini sedang berada dalam masa sulit, hidup dalam keterbatasan, atau merasa putus asa—ingatlah kami, tujuh anak kontrakan yang dulu tak punya apa-apa, tapi kini bisa meraih cita-cita berkat tekad yang tak pernah padam.
Dan siapa tahu, kelak Anda juga akan menulis kisah seperti ini.
Dari kamar sempit, menuju podium sidang doktor, panggung pendidikan, kantor kementerian, dan bahkan rumah Allah di Tanah Suci.
Jika artikel kisah Omjay ini menyentuh hati Anda, sebarkanlah di media sosial. Jadikan kisah ini sebagai pengingat bahwa mimpi itu bukan milik orang kaya saja. Tapi milik siapa saja yang berani memperjuangkannya.
"Jangan pernah remehkan kamar kontrakan. Karena dari sanalah, kami belajar arti kehidupan sebenarnya."
-- Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd (Omjay)