KPK Selidiki Pihak yang Atur Kuota Haji Tambahan

Penyelidikan KPK terhadap Pembagian Kuota Haji Tambahan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sedang melakukan penyelidikan terkait pemberi perintah dalam pembagian kuota haji tambahan pada tahun 2024. Pembagian tersebut dilakukan dengan rasio 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus. Namun, KPK menilai hal ini melanggar Undang-Undang Penyelenggaraan Haji dan Umroh Nomor 8 Tahun 2019.
Menurut Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, ada potensi adanya pelaku yang terlibat dalam kasus ini. "Potensial suspect-nya adalah tentunya ini terkait dengan alur-alur perintah, kemudian juga aliran dana," ujarnya di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 9 Agustus 2025.
Selain itu, KPK juga sedang menelusuri aliran dana yang berhubungan dengan penambahan dan pembagian kuota haji tambahan. "Kemudian juga dari aliran dana, siapa pihak-pihak yang menerima aliran dana yang dikaitkan dengan penambahan kuota tersebut," kata Asep.
Sebelumnya, Juru bicara mantan Menteri Agama zaman Yaqut Cholil Qoumas, Anna Hasbie, menyatakan bahwa ada permintaan dari perusahaan travel untuk kuota haji pada 2024. Dia menyebut mekanisme pembagian kuota haji saat itu memang dibagikan dari pemerintah ke pihak travel. "Jadi ada permintaan atau tidak permintaan itu memang pembagian kuota itu dilakukan menurut undang-undang yang berlaku," kata Anna Hasbie di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Kamis, 7 Agustus 2025.
Asep Guntur menjelaskan keterlibatan perusahaan travel haji dan umrah dalam kasus dugaan korupsi kuota haji. Menurutnya, penyimpangan ini bermula pada 2023, ketika pemerintah Indonesia bertemu Raja Arab Saudi untuk negosiasi kuota haji tambahan. Negosiasi ini dilakukan karena antrean haji reguler saat itu cukup banyak. Akhirnya, Indonesia mendapat persetujuan penambahan kuota haji sebanyak 20 ribu untuk kuota reguler.
"Di undang-undangnya itu untuk kuota haji, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2018, itu pembagiannya 92 persen untuk kuota reguler, sedangkan 8 persen untuk kuota khusus," kata Asep pada Rabu, 6 Agustus 2025. Dia mengatakan pembagian kuota haji saat itu seharusnya 92 persen untuk reguler serta 8 persen untuk kuota khusus. Namun, dalam realisasinya pemerintah kala itu justru membagi dua sama rata kuota tambahan tersebut.
"Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu dibagi dua yaitu 10 ribu untuk reguler, 10 ribu lagi untuk kuota khusus," kata dia.
Asep menuturkan para pihak travel juga mendapatkan keuntungan besar dari pembagian kuota haji khusus itu. Sebab, biaya untuk haji khusus lebih mahal daripada haji reguler. "Kalau dikalikan dengan biaya haji khusus, itu akan lebih besar pendapatannya, seperti itu. Uang yang terkumpul di haji khusus akan menjadi lebih besar. Nah, dari situlah mulainya perkara ini," ucap Asep.
KPK akhirnya menelusuri adanya aliran uang dari keuntungan pembagian kuota haji khusus kepada perusahaan travel. Asep mengatakan pembagian kuota khusus dari pemerintah ini melalui asosiasi travel haji dan umrah. "Jadi mereka (asosiasi travel) yang kemudian membagi. Tentunya kalau travelnya besar, ya porsinya besar. Travel yang kecil, ya dapatnya juga kecil," katanya.
Asep menjelaskan bahwa setiap agen travel haji dan umrah juga berbeda dalam menetapkan harga untuk kuota haji khusus. Alasan inilah yang tengah ditelusuri KPK ihwal aliran dana dari keuntungan penambahan kuota haji tersebut. "Kemudian untuk membuktikan bahwa memang 10 ribu itu didistribusikan ke haji khusus, nah kami berangkatnya dari travel agen ini. Misalkan tahun 2024 travel A dapat berapa tambahan haji khususnya, 10 misalkan, travel B terus gitu, sehingga genaplah 10 ribu kuota," ujarnya.
Sebelumnya, KPK tengah mendalami keterangan dari pihak travel ihwal pengusutan kasus dugaan korupsi kuota haji. Juru bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak travel itu terlaksana pada kemarin Selasa, 5 Agustus 2025. "Ya tentunya para pihak penyelenggara travel yang terlibat langsung di lapangan seperti apa penyelenggaraan haji yang dilakukan," kata Budi saat ditemui di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Selasa.
KPK menduga terdapat penyelewengan dalam realisasi kuota haji. Budi menyebut penyimpangan ini terjadi pada 2024 saat kuota haji reguler berubah menjadi kuota haji khusus. "Kemudian di situ ada pihak-pihak yang mendapat keuntungan dari proses itu dengan cara-cara yang diduga melawan hukum," ucap dia.
Adapun pihak travel yang diperiksa dalam kasus ini yaitu Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP Amphuri), Muhammad Farid Aljawi serta Ketua Umum Kesatuan Travel Haji Umrah Indonesia (Kesthuri), Asrul Aziz.