Mantan Perawat Dihukum Klinik Solo Setelah Mengundurkan Diri, Ini Alasannya
Pengalaman Tita Delima yang Menghadapi Gugatan dari Mantan Tempat Kerja
Tita Delima, seorang perawat berusia 27 tahun, kini menghadapi tantangan hukum setelah meninggalkan pekerjaannya di sebuah klinik gigi di Solo Baru, Jawa Tengah. Ia dituduh melanggar kontrak kerja dan diminta untuk membayar ganti rugi senilai Rp 120 juta. Gugatan ini muncul setelah ia mengundurkan diri pada Desember 2024 dan memutuskan untuk menjalani usaha roti rumahan.
Sebelumnya, Tita bekerja selama hampir dua tahun sebagai perawat dengan kontrak berdurasi dua tahun. Namun, karena merasa tidak nyaman dalam lingkungan kerjanya, ia memutuskan untuk keluar lebih cepat, yaitu pada November 2024. Meski pemilik klinik menyetujui pengunduran dirinya, Tita tidak menerima gaji bulan terakhir sebesar Rp 2,4 juta sebagai bentuk penalti.
Setelah meninggalkan klinik tersebut, Tita mulai fokus pada bisnis roti rumahannya. Salah satu pelanggannya adalah Klinik Gigi Symmetry, yang memesan nastar dan roti buatannya untuk pasien mereka. Namun, aktivitas ini menjadi masalah ketika mantan tempat kerjanya menganggap bahwa kegiatan Tita melanggar kontrak kerja yang pernah ia tanda tangani.
Klinik tersebut sempat mempertimbangkan untuk merekrut Tita kembali sebagai perawat, tetapi akhirnya membatalkan rencana tersebut karena adanya klausul pembatasan dari kontrak sebelumnya. Meskipun begitu, pihak klinik tetap menilai bahwa Tita melanggar aturan dengan menjual roti kepada klinik lain.
Dari April hingga Juni 2025, Tita menerima empat surat somasi dari pihak klinik. Keadaan ini membuat keluarganya khawatir, termasuk ibunya yang merasa takut karena seringnya kedatangan pihak klinik. Tita sendiri juga merasa cemas karena takut harus menandatangani dokumen-dokumen yang tidak ia pahami.
Karena tidak merespons somasi secara langsung, pihak klinik akhirnya menggugat Tita ke Pengadilan Negeri Boyolali pada akhir Juli 2025. Dalam gugatan tersebut, klinik menuntut Rp 50 juta sebagai ganti rugi atas gaji dua tahun kontrak dan Rp 70 juta sebagai kerugian immateriil karena dianggap melanggar komitmen.
Penyelesaian Secara Damai Ditolak
Dalam persidangan, Tita menyatakan siap untuk menyelesaikan masalah secara damai dan bahkan bersedia meminta maaf. Namun, permintaan ini ditolak oleh pihak penggugat. Mereka mengatakan bahwa rasa sakit hati sudah terlanjur terbentuk dan tidak bisa diubah hanya dengan permintaan maaf.
Pada Jumat (1/8/2025), majelis hakim Pengadilan Negeri Boyolali memutuskan bahwa gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) karena mengandung cacat formil. Menurut Humas PN Boyolali, Tony Yoga Saksana, dalam perjanjian kerja sama, yang menandatangani bukan penggugat dan tergugat langsung, sehingga konstruksi hukumnya tidak kuat.
Hakim juga menyatakan bahwa tidak terbukti adanya hubungan hukum langsung antara pihak penggugat dan tergugat, sehingga dasar gugatan menjadi kabur. Setelah putusan ini, Tita merasa lega dan berharap peristiwa ini bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak, terutama terkait kontrak kerja dan ruang gerak mantan karyawan.
Tita mengaku bahwa ia tidak pernah berniat melanggar kontrak atau merugikan siapa pun. Tujuannya hanya ingin hidup tenang dan menjalani usaha roti rumahannya. Ia berharap pengalaman ini bisa menjadi contoh bagi orang-orang yang sedang menghadapi situasi serupa, agar lebih waspada terhadap kontrak kerja dan batasan-batasan yang ada.