Maraknya Sound Horeg, Jatim Atur Penggunaan Sound System dengan SE Bersama

Peraturan Penggunaan Sound System di Jawa Timur
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, bersama dengan Kapolda Jatim dan Pangdam V Brawijaya, telah mengeluarkan Surat Edaran Bersama yang bertujuan untuk mengatur penggunaan sound system agar sesuai dengan norma agama, kesusilaan, dan hukum. Surat Edaran ini memiliki nomor 300.1/6902/209.5/2025, 300.1/6902/209.5/2025, dan 300.1/6902/209.5/2025, dan ditandatangani pada tanggal 6 Agustus 2025.
Khofifah menjelaskan bahwa Surat Edaran Bersama ini merupakan hasil sinergi dari tiga pilar pemerintahan, yaitu pemerintah daerah, kepolisian, dan TNI. Tujuan utamanya adalah menciptakan penggunaan sound system yang tertib dan teratur di Jawa Timur. Ia menekankan pentingnya mematuhi aturan yang telah dibuat untuk menjaga ketertiban masyarakat.
Aturan ini dirancang agar tidak mengganggu ketertiban umum, serta tidak bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, dan hukum. Selain itu, pedoman ini juga sudah sesuai dengan berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup, dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan.
Batasan dan Ketentuan Penggunaan Sound System
Surat Edaran Bersama ini mengatur beberapa aspek penting dalam penggunaan sound system. Misalnya, batas tingkat kebisingan untuk sistem perangkat suara statis dibatasi hingga 120 dBA, sedangkan untuk sistem nonstatis seperti karnaval atau unjuk rasa dibatasi hingga 85 dBA. Kendaraan yang digunakan untuk mengangkut sound system wajib lulus uji kelayakan kendaraan (Kir).
Selain itu, penggunaan sistem perangkat suara nonstatis harus mematikan pengeras suara saat melewati tempat ibadah, rumah sakit, ambulans, dan area pembelajaran di sekolah. Penggunaan sound system juga dilarang untuk kegiatan yang melanggar norma agama, kesusilaan, dan hukum, seperti peredaran minuman keras, narkotika, pornografi, pornoaksi, senjata tajam, dan barang terlarang.
Setiap kegiatan yang menggunakan sound system harus memiliki izin keramaian dari kepolisian dan membuat surat pernyataan tanggung jawab jika terjadi korban jiwa, kerugian materi, atau kerusakan fasilitas umum. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat berujung pada penghentian kegiatan dan tindakan hukum.
Fatwa MUI tentang Penggunaan Sound Horeg
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur telah mengeluarkan fatwa Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penggunaan Sound Horeg. Dalam fatwa tersebut disebutkan bahwa penggunaan sound horeg dengan intensitas suara yang melebihi batas wajar dapat membahayakan kesehatan dan merusak fasilitas umum. Di dalam acara sound horeg sering kali terdapat tarian atau joget bebas, campur baur antara laki-laki dan perempuan (ikhtilath), serta aktivitas lain yang dianggap tidak sesuai dengan norma kesusilaan.
Fatwa MUI Jawa Timur menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW melarang manusia membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu, penggunaan sound horeg yang mengganggu ketertiban umum dan menimbulkan keresahan hukumnya haram. Namun, fatwa ini bukanlah bentuk pelarangan terhadap hiburan masyarakat, melainkan upaya untuk mengatur penggunaan sound system yang berlebihan.
Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur, KH Ma'ruf Khozin, menegaskan bahwa penegakan aturan terkait sound horeg lebih tepat dilakukan oleh aparat hukum karena berkaitan dengan ketertiban umum. Meskipun demikian, polisi belum bisa bertindak karena belum ada payung hukum yang jelas. Oleh karena itu, perlu adanya kerja sama antara lembaga keagamaan dan aparat hukum untuk menegakkan aturan ini secara efektif.