Marsma Fajar Adriyanto, "Red Wolf" yang Mengejar Jet "Paman Sam"

Perjalanan Karier dan Kehidupan Marsma TNI Fajar Adriyanto
Di sebuah meja kayu di depan warung bakmi Jawa di Bentara Budaya Jakarta (BBJ), Palmerah, Jakarta, Marsekal Pertama (Marsma) TNI Fajar Adriyanto tampak lahap ketika menyantap sepiring bakmi godog yang baru rampung dimasak. Ia mengungkapkan bahwa ini salah satu makanan favoritnya dan menawarkan untuk makan bareng di sana suatu hari nanti.
Pada 12 Juni 2024, Fajar berbagi cerita tentang peristiwa Bawean, salah satu peristiwa penting dalam sejarah TNI Angkatan Udara. Saat itu, ia masih menjabat sebagai Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara (Kadispenau) dan aktif dalam Federasi Aero Sport Indonesia (FASI). Bahkan, ia sempat mengajak untuk meliput kegiatan FASI dan terbang menggunakan pesawat FASI jika ada waktu.
Setahun kemudian, tepatnya pada 23 Juni 2025, Fajar merayakan ulang tahunnya yang ke-55. Zonza Kreasi memberikan selamat dan mengajak kembali untuk makan bakmi Jawa di BBJ. Meski pesan dibalas, rencana tidak terlaksana karena Fajar dipanggil Yang Maha Kuasa.
Insiden di Ciampea
Langit Ciampea, Bogor, Jawa Barat menjadi saksi bisu kepergian Fajar. Pesawat latih sipil jenis Microlight Fixedwing Quicksilver GT500 dengan nomor register PK-S126 milik FASI dikemudikan Fajar lepas landas dari Lanud Atang Sendjaja pukul 09.08 WIB. Ada Roni yang menjadi co-pilot dalam misi latihan profisiensi penerbangan olahraga dirgantara itu.
Tidak lama usai lepas landas, pesawat itu jatuh. Sekitar pukul 11.18 WIB, pesan singkat masuk ke grup percakapan WhatsApp wartawan. Pesan tersebut menyatakan bahwa pesawat FASI jatuh di Ciampea dan pilot Marsma TNI Fajar Adriyanto meninggal dunia. Informasi ini akhirnya dikonfirmasi oleh Kadispenau Marsma I Nyoman Suadnyana.
Menurutnya, pesawat yang dipiloti Fajar sempat hilang kontak pukul 09.19 WIB dan ditemukan jatuh di sekitar Taman Pemakaman Umum (TPU) Astana. Penerbangan ini merupakan bagian dari latihan rutin pembinaan kemampuan personel FASI, induk olahraga dirgantara nasional yang berada di bawah binaan TNI AU. Pesawat dinyatakan laik terbang dan merupakan sortie kedua pada hari itu.
TNI AU Berduka
Bagi Nyoman, Fajar meninggalkan semangat keteladanan dan pengabdian tinggi yang menjadi inspirasi bagi penerusnya. Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto juga mengenang Fajar sebagai sahabat yang murah senyum. Ia mengenang masa lalu saat bersama-sama menimba ilmu di Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Laut (Seskoal) pada 2014-2015. Dengan mata memerah dan berkaca-kaca, Panglima TNI hanya menyampaikan doa agar sahabatnya beristirahat dengan tenang.
Jenazah Marsma Fajar disemayamkan di rumahnya di Kompleks TNI AU Triloka, Pancoran, Jakarta Selatan. Ia akan dimakamkan di pemakaman keluarga di Probolinggo, Jawa Timur, Senin (4/8/2025).
Dogfight di Langit Bawean
Nama Fajar pernah menggetarkan publik Tanah Air ketika dirinya menjadi salah satu dari dua penerbang F-16 Fighting Falcon TNI AU yang mengusir lima unit pesawat F/A-18 Hornet milik Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy) dari wilayah udara Indonesia di atas perairan Bawean, Jawa Timur, pada 3 Juli 2003. Ia dikenal sebagai sosok berdedikasi tinggi dan menjadi salah satu tokoh penting dalam sejarah TNI AU.
Saat itu, jet tempur AS secara sepihak melintasi wilayah udara Indonesia tanpa izin. TNI AU merespons dengan mengirim dua F-16 dari Lanud Iswahjudi, Magetan, Jawa Timur. Salah satu penerbangnya adalah Marsma Fajar Adriyanto, yang saat itu mengudara menggunakan Falcon 1 TS-1603 bersama Kapten Ian. Fajar juga masih berpangkat Kapten Penerbang kala itu.
Alumnus AAU 1992
Marsma Fajar adalah alumnus Akademi Angkatan Udara (AAU) 1992. Ia dikenal luas sebagai penerbang jet tempur F-16 Fighting Falcon yang sangat berpengalaman. Kepiawaiannya di kokpit membawanya meniti berbagai jabatan strategis, mulai dari Komandan Skadron Udara 3, Komandan Lanud Manuhua di Biak, Kadispenau, Kepala Pusat Potensi Dirgantara (Kapuspotdirga), Asisten Potensi Dirgantara (Aspotdirga) Kaskoopsudnas dan terakhir sebagai Kepala Kelompok Staf Ahli (Kapoksahli) Kodiklatau.
Meski sudah berada di balik meja dan memegang peran manajerial, semangat terbangnya tak pernah surut. Ia tetap aktif sebagai instruktur dan penguji terbang, khususnya untuk pesawat latih. Kepergian Marsma TNI Fajar Adriyanto meninggalkan duka, namun juga kebanggaan. Ia adalah simbol semangat pengabdian tanpa henti, bahkan hingga akhir hayatnya masih berada di kokpit, tempat yang begitu dicintainya. Langit Indonesia mungkin kehilangan satu bintangnya. Selamat jalan, Sang "Red Wolf". Terbanglah tinggi di langit abadi.