Netanyahu Pertimbangkan Tindakan Militer untuk Selamatkan Sandera

Featured Image

Perdana Menteri Israel Pertimbangkan Jalur Militer untuk Membebaskan Sandera

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat ini sedang mempertimbangkan jalur militer untuk membebaskan para sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza. Hal ini dilaporkan oleh sumber pemerintah Israel, yang menyatakan bahwa karena tidak menemukan solusi diplomatik, Netanyahu berencana memperluas operasi militer di wilayah tersebut.

Kebuntuan dalam negosiasi dengan kelompok Palestina, Hamas, membuat pihak Israel mempertimbangkan langkah lebih keras. "Perdana Menteri Netanyahu mendorong perluasan operasi militer guna membebaskan para sandera melalui solusi militer," ujar pejabat Israel.

Saat ini, sekitar 20 sandera masih hidup dan ditahan oleh Hamas. Kelompok tersebut awalnya bersedia menyerahkan seluruh tawanan jika Israel menghentikan perang di Gaza secara permanen dan menarik seluruh pasukannya. Namun, Israel menolak syarat tersebut dan hanya bersedia melakukan gencatan senjata sementara. Diperkirakan, Israel ingin menguasai Gaza sepenuhnya.

Sebelumnya, laporan dari surat kabar The Jerusalem Post menyebutkan bahwa Israel dan Amerika Serikat diperkirakan memerlukan waktu berbulan-bulan untuk merancang kesepakatan baru dengan Hamas. Salah satu syarat yang diajukan adalah pembukaan akses ratusan truk bantuan ke Gaza sebagai prasyarat untuk melanjutkan perundingan.

Ribuan pengunjuk rasa memenuhi jalan-jalan Tel Aviv, menuntut pemerintah mereka untuk mengakhiri perang dan memulangkan para sandera terakhir. Ilay David, saudara dari Evyatar David yang diyakini menjadi salah satu sandera, menyampaikan pernyataan kepada para pengunjuk rasa. "Mereka benar-benar berada di ambang kematian," katanya.

Hamas merilis video yang menampilkan Evyatar David tampak sangat kurus kering. Protes tersebut berlangsung beberapa jam setelah Steve Witcoff, utusan khusus Donald Trump untuk Timur Tengah, bertemu dengan keluarga para sandera yang masih ditawan.

Kekhawatiran Global atas Krisis Kelaparan di Gaza

Keberhasilan protes juga disusul oleh kunjungan Steve Witcoff dan Duta Besar AS untuk Israel, Mike Huckabee, ke Timur Tengah untuk memeriksa sistem distribusi bantuan yang didukung AS dan Israel di Gaza (GHF). Selama beberapa bulan terakhir, organisasi bantuan kemanusiaan dan badan internasional telah memperingatkan bahwa Gaza menghadapi tingkat kelaparan yang "kritis" dan bahwa bencana kelaparan "akan segera terjadi" di beberapa wilayah.

Menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas, jumlah kematian akibat malnutrisi telah meningkat. Setidaknya 175 orang, termasuk 93 anak-anak, telah meninggal dunia akibat malnutrisi di Gaza. Israel tetap bersikeras bahwa mereka memberikan cukup bantuan ke Gaza, namun organisasi bantuan internasional mengatakan bahwa bantuan tersebut tidak cukup. Perserikatan Bangsa-Bangsa juga melaporkan kondisi malnutrisi yang memprihatinkan di dalam Gaza.

Awal Konflik yang Menyebabkan Kekacauan

Pertempuran dimulai pada 7 Oktober 2023, ketika Israel menjadi sasaran roket yang belum pernah terjadi sebelumnya dari Jalur Gaza. Setelah itu, militan Hamas menembus wilayah perbatasan, menembaki sasaran militer dan sipil, serta menyandera lebih dari 200 orang.

Menurut otoritas Israel, sekitar 1.200 orang tewas dalam serangan tersebut. Mantan menteri pertahanan Yoav Gallant dalam wawancara pada Februari lalu mengakui ada warga yang tewas akibat tindakan militer Israel. Israel kemudian meluncurkan Operasi Iron Swords yang mencakup genosida terhadap target sipil Palestina dan memberlakukan blokade total terhadap Gaza, menghentikan pasokan air, listrik, bahan bakar, makanan, dan obat-obatan.

Pertempuran yang sempat diselingi gencatan senjata singkat itu menewaskan lebih dari 60.400 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak. Pertempuran ini juga meluas ke Lebanon dan Yaman, serta memicu saling serang rudal antara Israel dan Iran.