OJK Jelaskan Mekanisme Pengawasan Pinjol Sesuai Aturan

Pengawasan OJK terhadap Pemasaran Produk Pinjaman Online
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menjelaskan mekanisme pengawasan yang diterapkan terhadap penjualan produk pinjaman online atau fintech P2P lending sesuai dengan regulasi yang berlaku. Saat ini, isu kredit macet dari peminjam badan usaha tengah meningkat tajam, meskipun industri sedang gencar memasarkan pinjaman ke sektor produktif.
Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK, menjelaskan bahwa pemasaran merupakan aspek penting bagi konsumen. Tahapan ini menjadi pintu masuk bagi konsumen untuk mengenal produk jasa keuangan, sehingga mereka dapat memutuskan menggunakan layanan tersebut.
"Dalam product life cycle, aspek pemasaran juga menjadi objek pengawasan OJK agar prinsip perlindungan konsumen dapat diterapkan oleh PUJK," ujar Friderica dalam jawaban tertulis.
Kewajiban Pelaku Usaha Jasa Keuangan
Dalam aspek pemasaran, pelaku usaha jasa keuangan (PUJK), termasuk perusahaan penyelenggara pinjaman online, memiliki beberapa kewajiban:
- Menyampaikan informasi secara jelas, akurat, jujur, mudah diakses, dan tidak menyesatkan.
- Memberikan ringkasan informasi produk baik versi umum maupun personal kepada konsumen.
- Mencantumkan nama dan/atau logo PUJK serta pernyataan berizin dan diawasi oleh OJK dalam media pemasaran.
- Melarang pemasaran produk dengan menyalahgunakan keadaan konsumen.
- Memperhatikan kesesuaian dan kebutuhan konsumen.
- Mematuhi tata cara apabila melakukan pemasaran melalui sarana komunikasi pribadi.
Pengawasan Langsung dan Tidak Langsung
OJK memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap aktivitas pemasaran, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan melalui pemeriksaan, sementara pengawasan tidak langsung dilakukan melalui pemantauan perilaku PUJK, analisis informasi atau laporan yang diterima, dan pengamatan lapangan.
Bila ditemukan pelanggaran, akan ditindaklanjuti melalui supervisory action atau pengenaan sanksi sesuai tingkat pelanggarannya. Termasuk memerintahkan penggantian kerugian konsumen jika ada kesalahan dari PUJK yang menyebabkan kerugian.
Target Industri P2P Lending
Saat ini, industri P2P lending dimandatkan untuk mencapai target porsi pembiayaan produktif sebesar 50-70% dari total pembiayaan pada 2028. Namun, realisasi hingga April 2025 baru mencapai 35,38% atau sebesar Rp28,63 triliun dari total pinjaman industri.
Sayangnya, pinjaman macet dari kategori badan usaha mengalami lonjakan signifikan. Data OJK menunjukkan bahwa outstanding pinjaman macet (lebih dari 90 hari) industri P2P lending pada kuartal I/2025 mencapai Rp849,24 miliar, naik 85,9% YoY dibanding Rp456,91 miliar pada Maret 2024.
Jumlah entitas peminjam badan usaha yang macet juga meningkat drastis, yaitu 404.192 badan usaha, dibanding hanya 478 entitas pada kuartal I/2024.
Penjelasan dari Asosiasi Fintech
Entjik S. Djafar, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), mengakui bahwa beberapa platform pinjaman online beralih ke segmen borrower badan usaha untuk mencapai target pasar produktif. Namun, banyaknya borrower yang bermasalah disebabkan oleh melambatnya laju ekonomi domestik dan global.