Orang yang Lebih Suka YouTube daripada TV Punya 8 Ciri Kepribadian Unik Ini

Featured Image

Zona Kreasi

Di era digital yang semakin berkembang, pilihan hiburan yang tersedia bagi masyarakat semakin beragam. Televisi konvensional yang dulu menjadi primadona kini menghadapi persaingan ketat dari platform seperti YouTube. Dalam survei We Are Social, lebih dari 80% pengguna internet di Indonesia menonton YouTube secara rutin, sementara minat terhadap TV cenderung menurun, khususnya di kalangan anak muda.

Dari sudut pandang psikologi, preferensi ini tidak hanya sekadar soal selera tontonan, tetapi juga mencerminkan ciri-ciri kepribadian tertentu. Orang yang lebih sering menggunakan YouTube daripada menyalakan televisi konvensional biasanya memiliki pola pikir, kebiasaan, dan nilai yang sedikit berbeda dari penonton TV tradisional. Berikut adalah delapan ciri kepribadian unik yang sering ditemukan pada mereka yang lebih memilih YouTube.

Cenderung Lebih Independen dalam Memilih Informasi

Televisi konvensional memiliki jadwal siaran yang tetap dan konten yang dipilihkan oleh stasiun TV. Sementara itu, YouTube memberikan kebebasan penuh untuk memilih apa yang ingin ditonton dan kapan menontonnya. Dari perspektif psikologi, orang yang memilih YouTube biasanya memiliki locus of control internal—yaitu keyakinan bahwa mereka punya kendali penuh atas pilihan dan pengalaman mereka. Mereka tidak suka dibatasi oleh jam tayang atau kurasi pihak lain.

Contoh: Seseorang bisa memilih untuk menonton dokumenter sejarah pada jam 2 pagi atau memutar tutorial masak hanya ketika sedang ingin mencoba resep baru.

Lebih Suka Konten yang Personal dan Relevan

YouTube menggunakan algoritma untuk merekomendasikan video yang sesuai minat pengguna. Ini memuaskan kebutuhan akan personal relevance—sesuatu yang dalam psikologi disebut selective exposure, di mana orang cenderung mencari informasi yang sesuai dengan minat, nilai, atau keyakinan mereka. Penonton TV, sebaliknya, sering harus menerima konten yang sifatnya lebih umum dan luas.

Contoh: Jika seseorang tertarik pada dunia teknologi, feed YouTube-nya akan penuh dengan review gadget, berita teknologi, dan tutorial pemrograman, bukan sinetron atau acara gosip.

Cenderung Memiliki Rasa Ingin Tahu yang Tinggi

Banyak orang menggunakan YouTube bukan hanya untuk hiburan, tapi juga untuk belajar—mulai dari skill praktis, bahasa asing, hingga teori fisika. Psikolog menyebut ini sebagai need for cognition, yaitu dorongan untuk mencari pengetahuan baru. Orang dengan rasa ingin tahu tinggi merasa puas saat menemukan informasi yang sebelumnya tidak mereka ketahui.

Contoh: Mereka bisa menghabiskan waktu berjam-jam menonton video tentang sejarah kuno, cara kerja AI, atau teknik fotografi.

Lebih Adaptif terhadap Teknologi Baru

Kebiasaan menonton YouTube biasanya dimiliki oleh orang yang cepat beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Ini berkaitan dengan sifat openness to experience—keterbukaan terhadap ide, tren, dan pengalaman baru. Mereka tidak merasa kesulitan berpindah dari media lama ke media baru, bahkan merasa tertantang untuk mencoba fitur atau platform baru.

Contoh: Mengikuti tren short-form content seperti YouTube Shorts atau belajar menggunakan fitur playlist untuk mengatur video favorit.

Cenderung Memiliki Gaya Hidup Fleksibel

Orang yang menonton YouTube tidak terikat jadwal siaran seperti TV. Ini biasanya mencerminkan gaya hidup yang lebih fleksibel dan on-demand. Dalam psikologi, ini berhubungan dengan preferensi terhadap asynchronous communication—kegiatan yang tidak harus dilakukan pada waktu yang sama oleh semua orang.

Contoh: Menonton video sambil menunggu di bandara, di sela jam istirahat kerja, atau sebelum tidur, tanpa takut “ketinggalan” acara.

Lebih Menyukai Interaksi Dua Arah

Televisi konvensional cenderung bersifat satu arah: penonton hanya menerima informasi. YouTube, sebaliknya, memungkinkan interaksi langsung dengan kreator melalui kolom komentar, live chat, atau fitur community. Psikologi komunikasi menyebutnya parasocial interaction, di mana hubungan antara penonton dan pembuat konten terasa lebih personal meskipun tidak saling kenal secara langsung.

Contoh: Mengomentari video, mengikuti live stream, atau bahkan menjadi bagian dari komunitas penggemar tertentu.

Lebih Menghargai Konten yang Autentik

Banyak kreator YouTube yang tampil apa adanya, tanpa skrip kaku atau produksi besar-besaran. Ini menarik bagi mereka yang menghargai authenticity. Dalam psikologi, orang yang cenderung memilih konten autentik biasanya memiliki sensitivitas tinggi terhadap genuineness—keaslian dan ketulusan.

Contoh: Memilih menonton vlog perjalanan yang sederhana tapi jujur, daripada tayangan wisata di TV yang terlalu diskenariokan.

Cenderung Memiliki Kontrol Diri terhadap Konsumsi Media

Walaupun tidak semua, sebagian penonton YouTube memiliki kemampuan mengatur sendiri durasi dan jenis tontonan mereka sesuai kebutuhan. Mereka tidak terjebak harus menonton acara penuh iklan atau tayangan yang tidak relevan. Dalam psikologi, ini termasuk self-regulation—kemampuan mengelola perilaku dan waktu untuk mencapai tujuan tertentu.

Contoh: Menggunakan YouTube untuk mencari tutorial 10 menit lalu langsung beralih ke aktivitas produktif, bukan menonton berjam-jam tanpa tujuan.

Kesimpulan

Orang yang lebih suka menonton YouTube daripada televisi konvensional biasanya memiliki kepribadian yang lebih mandiri, ingin tahu, fleksibel, dan terbuka pada hal-hal baru. Pilihan media bukan hanya soal teknologi, tapi juga cermin dari pola pikir dan nilai yang dianut. Bukan berarti menonton TV itu “ketinggalan zaman”—setiap media punya keunggulan masing-masing. Namun, pergeseran ini memberi gambaran bahwa cara kita mengonsumsi informasi kini semakin personal, interaktif, dan sesuai dengan ritme hidup kita sendiri.