Perjuangan Bu Bidan Dona: Berenang Menyelamatkan Nyawa Pasien TBC

Perjuangan Bu Bidan Dona: Berenang Menyelamatkan Nyawa Pasien TBC

Kehidupan di Pedalaman yang Penuh Dedikasi

Di tengah keterbatasan infrastruktur dan kondisi alam yang tidak menentu, seorang bidan bernama Dona Lubis (46) menjadi sorotan publik. Ia tinggal di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, dan dikenal sebagai sosok yang penuh dedikasi dalam menjalankan tugasnya. Aksinya yang luar biasa dalam menghadapi tantangan terberat membuatnya viral di media sosial.

Dona nekat berenang menyeberangi Sungai Batang Pasaman yang lebar dan arusnya cukup deras. Tujuannya adalah untuk mengobati pasien tuberkulosis yang membutuhkan pengobatan rutin. Di tengah pedalaman yang terpencil, ia menunjukkan keberanian dan tanggung jawab yang luar biasa. Kejadian ini bermula setelah jembatan satu-satunya yang menghubungkan daerah terisolasi Kejorongan Sinuangon terputus akibat banjir bandang.

Tanpa ragu, Dona melanjutkan perjalanan melewati tebing terjal dan arus deras. Ia membuktikan bahwa tanggung jawab kemanusiaan tidak mengenal batas geografis. Dengan pakaian yang basah kuyup dan tubuh menggigil, ia tetap berusaha mencapai rumah pasien. Kisah ini tidak hanya menyentuh hati, tetapi juga menyuarakan pentingnya perhatian terhadap akses layanan dasar di wilayah terpencil.

Jembatan yang Putus

Hujan deras yang mengguyur kawasan Pasaman pada Jumat (1/8/2025) menyebabkan jembatan kayu sepanjang 15 meter yang menjadi penghubung utama dua kejorongan, Sinuangon dan Batang Kundur, ambruk terseret arus. Jembatan ini sebelumnya menjadi satu-satunya jalur darat yang bisa dilalui warga, termasuk anak-anak sekolah dan tenaga kesehatan.

Akibatnya, lebih dari 150 kepala keluarga kini terisolasi dan harus menempuh jalur ekstrem dengan risiko tinggi. Bidan Dona menjadi salah satu orang pertama yang menghadapi langsung dampak situasi ini. Ia nekat menembus sungai demi menyelamatkan nyawa pasien Tb yang membutuhkan pengobatan rutin.

Perjalanan itu tidak mudah, melewati napal tebing dan arus sungai deras, dengan pakaian yang basah kuyup hingga tubuh menggigil. Meski kondisi fisik dan medan cukup menguras tenaga, Dona tidak mengeluh. Baginya, keselamatan pasien adalah prioritas utama.

Dedikasi Tenaga Kesehatan

“Baju kering di badan dalam perjalanan. Ini tantangan bagi kami di daerah terluar,” ungkap Dona saat ditemui di Cubadak Barat, Minggu (3/8/2025). Wilayah Sinuangon dan Batang Kundur memang dikenal sebagai zona pedalaman yang sulit dijangkau, bahkan sebelum jembatan rusak.

Namun, Dona menekankan bahwa sebagai tenaga kesehatan, ia harus hadir di tengah masyarakat tanpa memandang lokasi. “Kami punya sumpah dan panggilan untuk melayani. Meski harus basah kuyup menyeberangi sungai, saya tidak menyesal,” katanya tegas.

Dampak Ekonomi dan Mobilitas Warga

Putusnya jembatan tidak hanya menyulitkan akses kesehatan, tapi juga membuat perekonomian lokal terpukul. Harga bahan pokok naik tajam, bahkan mencapai 150 persen. Jasa ojek lintas sungai yang dulunya hanya Rp100.000 kini melonjak menjadi Rp250.000 per orang karena jalur darat tak lagi bisa digunakan.

Warga, termasuk pelajar, kini harus menyeberangi sungai dengan cara manual, penuh risiko dan tanpa pengamanan memadai. Kondisi ini memunculkan keprihatinan mendalam di kalangan masyarakat lokal, termasuk aparat pemerintahan nagari.

Kebutuhan Jembatan Permanen

Kesria Novi, Wali Nagari Cubadak Barat, menyatakan pihaknya telah membangun jembatan darurat sebagai solusi sementara. Namun, ia menegaskan perlunya campur tangan langsung dari Pemerintah Kabupaten Pasaman dan pemerintah provinsi untuk penyelesaian jangka panjang.

“Ini bukan hanya soal akses layanan kesehatan, tapi soal keberlangsungan hidup warga,” tegasnya. Kesria berharap pemerintah segera merespons cepat demi menghindari risiko kemanusiaan yang lebih besar.

Doa dan Apresiasi untuk Bidan Dona

Aksi berani Dona Lubis sontak menjadi perbincangan di jagat maya. Banyak warganet memberikan pujian dan doa, menyebut Dona sebagai pahlawan nyata di tengah keterbatasan infrastruktur. Tak sedikit pula yang menyuarakan desakan kepada pemerintah agar segera memperbaiki jembatan permanen di wilayah tersebut.

Menanggapi perhatian publik, Dona berharap ceritanya bisa menjadi pemantik perubahan. “Saya tidak butuh pujian, tapi semoga ini membuka mata kita semua. Layanan kesehatan harus menjangkau siapa pun, di mana pun mereka berada,” ujarnya penuh harap.