Pernyataan Ryu Kintaro Dihujat, Ini Penjelasan Psikolog

Perbedaan Persepsi Ryu Kintaro Mengenai Hidup sebagai Perintis
Belakangan ini, pernyataan yang disampaikan oleh Ryu Kintaro menarik perhatian publik. Anak berusia 10 tahun ini menyatakan bahwa ia lebih memilih gaya hidup sebagai perintis dibandingkan sekadar menjadi pewaris. Menurutnya, hidup sebagai perintis jauh lebih menantang dan seru.
“Banyak orang ingin hidup yang aman, tapi yang paling seru itu justru hidup sebagai perintis. Tidak ada yang menunjukkan arah, tidak ada yang menjamin hasil, tapi itulah yang membuatnya menarik,” ujarnya.
Pernyataan ini menimbulkan reaksi beragam dari masyarakat. Banyak warganet merasa tersinggung dengan ucapan Ryu karena dianggap tidak sesuai dengan latar belakangnya sebagai anak konglomerat dan calon pewaris. Namun, seorang psikolog klinis memberikan penjelasan mengenai persepsi yang mungkin dimiliki oleh Ryu.
Psikolog Ungkap Persepsi Berbeda tentang Perintis
Psikolog Hertha Christabelle Hambalie, M.Psi., menjelaskan bahwa kemungkinan besar Ryu memiliki definisi dan makna yang berbeda terkait istilah "perintis". Ia menekankan bahwa setiap individu tumbuh dalam lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sehingga pemahaman mereka juga bisa berbeda.
“Mungkin saja Ryu memiliki persepsi dan definisi lain tentang perintis. Itu wajar, karena setiap orang memiliki cara pandang yang berbeda. Apalagi Ryu masih anak-anak dan sedang dalam proses memahami dunia,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa usia dan pengalaman yang masih terbatas membuat anak-anak belum sepenuhnya memahami konsep-konsep kompleks seperti tanggung jawab atau kesadaran sosial.
Pentingnya Pendekatan yang Bijak dalam Memberikan Kritik
Hertha menyoroti pentingnya pendekatan yang bijak dan penuh empati ketika seseorang tidak setuju dengan pendapat orang lain, terutama jika yang bersangkutan masih anak-anak. Ia menilai bahwa hujatan bukanlah cara yang efektif untuk menyampaikan ketidaksetujuan.
“Menghujat bukan cara yang tepat untuk membuat seseorang mengerti. Justru, memberikan penjelasan dari sudut pandang yang berbeda akan lebih membantu anak untuk memahami hal-hal yang kompleks,” tambahnya.
Menurut Hertha, setiap orang memiliki pendapat masing-masing, tetapi cara penyampaian sangat penting. Ia menyarankan agar kita belajar menyampaikan pandangan dengan cara yang lebih lembut dan tanpa menyinggung perasaan orang lain.
Nilai Kemanusiaan yang Harus Ditanamkan Sejak Dini
Selain itu, Hertha menekankan bahwa nilai-nilai kemanusiaan seperti rasa peduli dan empati harus diajarkan sejak dini kepada anak-anak. Ia menilai bahwa kecerdasan tidak hanya terletak pada logika, tetapi juga pada kemampuan untuk memahami perasaan orang lain.
“Kita harus melatih diri untuk menyampaikan pandangan tanpa hujatan. Karena suatu hari nanti, saat kamu menjadi orang tua, yang diajarkan bukan hanya pengetahuan, tetapi juga empati,” katanya.
Ia menegaskan bahwa anak-anak bisa belajar melihat dunia dari perspektif yang berbeda jika diberi ruang untuk bertanya, mendengar, dan memahami sudut pandang orang lain. Hal ini akan membantu mereka mengembangkan kepekaan sosial yang kuat.
Kecerdasan Emosional yang Penting untuk Anak
Hertha juga menyoroti pentingnya kecerdasan emosional dalam pertumbuhan anak. Ia menekankan bahwa kecerdasan tidak hanya terkait dengan kemampuan berpikir logis, tetapi juga kemampuan untuk mengelola perasaan dan membangun hubungan yang sehat dengan lingkungan sekitarnya.
“Kita perlu membantu anak mengembangkan kecerdasan emosional melalui arahan yang tepat. Agar mereka bisa memahami, mengelola perasaan, dan membangun hubungan yang baik dengan orang lain,” ujarnya.
Dengan demikian, kecerdasan emosional menjadi salah satu aspek penting yang harus diperhatikan oleh orang tua dan pendidik. Dengan begitu, anak akan tumbuh menjadi individu yang lebih bijak dan peka terhadap lingkungan sekitarnya.