Pesan Terakhir Pendaki Tewas Tersambar Petir di Gunung Bawang, Alponso: Jangan Tinggalkan Aku

Pesan Terakhir Pendaki Tewas Tersambar Petir di Gunung Bawang, Alponso: Jangan Tinggalkan Aku

Kehilangan yang Mendalam di Puncak Gunung Bawang

PONTIANAK – Kabar kematian seorang pendaki bernama Alponso akibat tersambar petir di Gunung Bawang Bengkayang masih meninggalkan luka mendalam bagi keluarga, teman-temannya, dan publik. Insiden tersebut terjadi pada hari Sabtu 2 Agustus 2025 pagi, saat Alponso sedang mendaki bersama enam temannya. Meskipun enam orang lainnya selamat dari kejadian itu, mereka sempat tersesat saat mencari bantuan.

Cuaca ekstrem yang melanda kawasan Gunung Bawang menjadi penyebab utama insiden naas ini. Sebelum meninggal dunia, Alponso sempat memberikan pesan terakhir kepada teman-temannya. Salah satu teman yang selamat, Ega Ferdian (20), mengingat jelas pesan yang pernah disampaikan Almarhum sebelum pendakian dimulai.

“Sebelum dia meninggal, dia bilang ke kami semua, semua orang itu berbahagia katanya,” tutur Ega sambil menangis. Pesan tersebut kini membekas di hati Ega dan teman-temannya. Alponso juga sempat menyampaikan kekhawatirannya akan kelelahan dan tidak mampu melanjutkan perjalanan. Ega dan tim pun meyakinkan bahwa mereka tidak akan meninggalkannya. Namun, nasib berkata lain.

Rencana Pendakian yang Tertunda

Ega mengungkapkan bahwa pendakian ke Gunung Bawang sudah lama menjadi impiannya. Namun, rencana itu selalu tertunda karena berbagai hal. “Dari dulu tuh cuma jadi rencana, pengen banget ke Gunung Bawang, tapi gak pernah kesampaian,” ujarnya. Kesempatan mendaki akhirnya datang saat ia dan teman-teman kerja sepakat untuk mengambil cuti bersama. Mereka pun mengajak seorang rekan yang sudah pernah mendaki Gunung Bawang untuk menjadi pemandu.

Rombongan berangkat dari Kota Pontianak pada malam 31 Juli, sekitar pukul 24.00 WIB malam. Mereka baru tiba di Bengkayang pukul 06.00 WIB pagi keesokan harinya pada 1 Agustus. Setibanya di Bengkayang, mereka singgah di Indomaret untuk menunggu Ali, teman yang sudah lebih dulu tiba. Di sana, mereka juga membeli perlengkapan seperti air minum, mie instan, dan alat makan.

Setelah semua berkumpul, mereka melanjutkan perjalanan menuju basecamp di desa terakhir, yaitu Desa Suka Bangun atau dikenal juga sebagai Lembah. Total ada tujuh orang dalam rombongan yakni Ega, Agil, Fadil, Jailani, Almarhum Alponso Buncung, Ali, dan Yolen. Awalnya, hanya empat orang yang merencanakan pendakian. Namun, Alponso kemudian menghubungi Fadil karena ingin ikut mendaki, meski belum memiliki tim.

Perjalanan Menuju Puncak

Ajakan Alponso itu disambut hangat. Mereka berlima, termasuk Alponso, berkumpul di rumah Fadil di kawasan KS Tubun, Pontianak. Sementara Ali dan Yolen bergabung di Alfamart Bengkayang. Yolen adalah teman Alponso yang juga tertarik ikut mendaki. Setelah lengkap, mereka langsung menuju basecamp dan memulai pendakian melalui jalur Lembah pada pukul 08.00 WIB pagi.

Menurut Ega, perjalanan awal terasa ringan dan penuh tawa, terutama karena kehadiran Alponso yang dikenal ceria. Sebelum mendaki, mereka sempat bertanya kepada warga setempat soal kondisi cuaca. “Kata warga, udah empat bulan kemarau, gak ada hujan,” jelas Ega. Warga juga menyarankan agar mereka membawa air dari Pos 1 karena kemungkinan besar Pos 2 dan Pos 3 kekeringan. Namun, saat tiba di Pos 2, mereka justru mendengar suara aliran air yang cukup deras.

Pendakian menuju puncak memakan waktu sekitar 12 jam. Mereka tiba di puncak sekitar pukul 8 malam. “Sampai puncak tuh cuacanya cerah banget, bintang terang,” kenang Ega. Selama perjalanan, tidak ada kejadian mistis atau aneh yang mereka alami. Jalur pendakian awalnya kering, namun setelah melewati bebatuan dan hutan lumut, kondisi mulai lembap dan basah karena malam telah tiba.

Detik-Detik Mencekam Sambaran Petir

Setibanya di puncak, mereka langsung mendirikan tenda dan makan. Hingga pukul 23.00 WIB, mereka masih bercerita-cerita di bawah langit yang cerah dan berbintang sebelum akhirnya tidur. Musibah datang menjelang subuh. Hujan mulai mengguyur sekitar pukul 04.00 WIB pagi. Mereka menempati tiga tenda. Tenda bagian tengah bocor, sehingga penghuninya terbangun. Mereka menyuruh teman-teman yang tendanya bocor untuk pindah ke tenda di sebelah. Setelah itu, mereka tidur lagi.

Namun, tenda Ega mulai terasa berembus dan ia terbangun sekitar pukul 05.30 WIB atau 06.00 pagi WIB. Seluruh penghuni tendanya yang berjumlah tiga orang juga terbangun. Mereka duduk-duduk sambil bersandar dan bercerita. Kondisi saat itu hanya hujan biasa, tidak terlalu lebat, dengan angin dan gemuruh guntur yang samar di kejauhan. “Nggak ada nyambar-nyambar dulu,” kata Ega. Tiba-tiba, saat mereka sedang bersandar, petir langsung menyambar tenda mereka.

Itu merupakan sambaran pertama. “Langsung tenda hancur, berasap,” ujarnya. Kejadian itu berlangsung sekitar pukul 06.00 WIB atau 06.30 WIB pagi. Ega mengingat, saat sambaran petir pertama, ia langsung terpental. Ia dan dua temannya di tenda itu terjatuh. Ega merasa pandangannya keruh dan hanya bisa sadar, tetapi tidak bisa bergerak. Ia yakin tidak akan selamat. Sementara itu, teman-temannya kesakitan dan berteriak.

Meninggalkan Alponso dan Kembali ke Puncak

Setelah dua kali sambaran petir di puncak, mereka memutuskan untuk keluar dari tenda meskipun hujan masih turun. “Apa yang terjadi kita merangkak aja,” kata Ega. Mereka merangkak dan berguling karena sakit. Saat mereka sudah berada di bawah, Ali mengabarkan bahwa Alponso pingsan. Dengan kondisi yang tidak bisa bergerak dan pakaian basah kuyup karena kedinginan, mereka memutuskan untuk menunggu teman-teman yang lebih kuat.

Sekitar pukul 08.00 WIB pagi, hujan mulai sedikit reda. Agil, Ali, dan Fadil, yang kondisinya agak lebih baik meski belum sepenuhnya fit, memutuskan untuk naik kembali ke puncak. Tujuan mereka adalah memastikan kondisi Alponso yang pingsan dan mengambil barang-barang penting seperti ponsel, dompet, kompor, dan gas untuk menghangatkan badan.

Tersesat di Tengah Hutan dan Upaya Evakuasi

Setelah yakin Alponso sudah meninggal dunia, tiga orang Agil, Ali, dan Fadil turun dari puncak dan bergabung kembali dengan rombongan yang sedang menunggu di bawah. Sementara itu, Ega dan dua rekannya yang menunggu di hutan mulai merasa cemas karena Agil dan tim belum juga kembali. “Kami udah mikir tuh, kayaknya mereka tersesat,” ujar Ega. Beruntung, mereka akhirnya dijemput tim penyelamat yang dipandu oleh warga berhasil ditemukan, setelah berjam-jam tersesat.