Polda Jogjakarta Tangkap Lima Pemain Judi Online di Bantul, Bandar Lepas Tangan?

Featured Image

Penangkapan Pemain Judi Online di Bantul, Jogjakarta: Pertanyaan dan Kritik yang Muncul

Penggerebekan lima pemain judi online di Bantul, Yogyakarta, telah menjadi perhatian publik. Tidak hanya netizen, tetapi juga akademisi hingga selebritas turut mempertanyakan mengapa bandar judi online tidak ikut ditangkap. Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul, menyoroti pentingnya penindakan terhadap para bandar judi online, bukan hanya pemain.

Adib menyatakan bahwa pemberantasan judi online setara dengan pemberantasan korupsi dalam hal mendesaknya. Ia menegaskan bahwa jika Presiden Prabowo memiliki visi untuk menangkap koruptor sampai ke Antartika, maka memburu bandar judi online harus menjadi prioritas utama bagi institusi kepolisian.

Dampak dari judi online sangat besar, terutama pada masyarakat miskin atau berpenghasilan rendah. Adib menyebutkan bahwa perputaran uang dalam bisnis ilegal ini mencapai triliunan rupiah. Data negara-negara yang terpapar judi menunjukkan bahwa Indonesia salah satu yang paling terdampak. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa prioritas nasional tidak hanya fokus pada pengusutan korupsi, tetapi juga pada masalah judi online yang luar biasa dampaknya.

Asumsi Masyarakat dan Kecurigaan Terhadap Aparat

Adib mengingatkan bahwa ketidaktegasan aparat dalam menindak judi online bisa membuat masyarakat berpikir liar. Apalagi, kecurigaan masyarakat terbukti dengan adanya tersangka yang berasal dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), yang diduga membekingi situs judi online. Ketidaktegasan ini berpotensi merusak citra Polri secara permanen.

Menurut Adib, teknologi pemblokiran situs seharusnya bukan hal sulit bagi negara sebesar Indonesia. Jika aparat tidak serius, masyarakat akan berasumsi bahwa ada oknum di institusi negara, khususnya polisi, yang mendukung perjudian online. Hal ini bisa memperkuat persepsi bahwa penindakan dilakukan secara tebang pilih.

Adib menyarankan agar Kapolri Listyo Sigit Prabowo memberdayakan personel dengan rekam jejak baik dan berintegritas, seperti eks pegawai KPK. Jika tidak segera dilakukan, asumsi publik bisa menjadi kebenaran sosial.

Komentar dari Selebritas dan Netizen

Sorotan terhadap penindakan judi online juga datang dari kalangan artis. Penyanyi Kunto Aji menyampaikan sindiran lewat akun Threads miliknya. Ia bertanya, "Ini kan yang dirugiin bandar ya? Yang lapor siapa?" Komentar tersebut mendapat banyak dukungan dari netizen yang mempertanyakan logika hukum dalam kasus ini.

Banyak netizen menyatakan bahwa bandar judi online lebih bersalah secara hukum daripada pemainnya. Mereka menilai bahwa tindakan penangkapan yang dilakukan tidak proporsional. Beberapa bahkan menyamakan situasi ini dengan penangkapan pengedar narkoba palsu.

Meski begitu, Kunto Aji tetap mengimbau masyarakat untuk tidak tergoda bermain judi online. Ia menyarankan agar masyarakat berhenti bermain judi online karena uang yang diperoleh dari permainan ini tidak sah dan bisa merugikan.

Kronologi Penggerebekan di Bantul

Polda Daerah Istimewa Yogyakarta berhasil menangkap lima pelaku judi online di sebuah rumah kontrakan di daerah Banguntapan, Bantul, pada Kamis (31/7). Penggerebekan ini merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat pada Kamis (10/7).

Tim gabungan dari Ditintelkam dan Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda DI Jogjakarta melakukan penelusuran dan akhirnya menemukan lokasi pelaku. Dari lokasi, polisi menyita barang bukti seperti lima unit handphone, empat komputer, satu plastik berisi SIM card bekas, serta bukti cetak dari aktivitas perjudian.

Kelima tersangka adalah RDS (32), EN (31), DA (22), NF (25), dan PA (24). RDS disebut sebagai otak utama dan penyedia sarana serta modal. Setiap komputer digunakan untuk membuat 10 akun per hari, sehingga mereka mampu menghasilkan 40 akun baru setiap harinya.

Modus yang digunakan adalah mencari promosi dan menggunakan puluhan hingga ratusan nomor baru tanpa identitas untuk mengelabui sistem IP address. Jika untung, mereka melakukan withdraw; jika kalah, mereka membuka akun baru.

Omzet kelompok ini mencapai Rp 50 juta per bulan, sementara para pemain digaji antara Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta per minggu. Kelima pelaku kini dijerat pasal 45 ayat 3 jo pasal 27 ayat 2 UU ITE dan/atau pasal 303 KUHP jo pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP. Mereka terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga Rp 10 miliar.