PPATK Lepaskan 28 Juta Rekening Dormant Sejak Mei

Featured Image

PPATK Blokir 28 Juta Rekening Dormant untuk Mencegah Tindak Pidana

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah melakukan pemblokiran terhadap sekitar 28 juta rekening yang tidak aktif atau dormant sejak bulan Mei lalu. Proses ini dilakukan sebagai langkah pencegahan tindak pidana pencucian uang (TPPU) serta melindungi kepentingan nasabah.

Menurut Kepala Biro Humas PPATK Natsir Kongah, jumlah rekening yang telah diaktifkan kembali mencapai puluhan juta. Ia menjelaskan bahwa pemblokiran tersebut bukan berarti dana nasabah hilang, melainkan sebagai bentuk perlindungan agar tidak disalahgunakan oleh pihak lain.

Perlindungan Dana Nasabah

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan bahwa hak pemilik rekening tetap terjaga. “Dana milik nasabah tetap aman. Pemblokiran hanya sebagai langkah pengamanan,” katanya. Ia menekankan bahwa dana tersebut tidak dirampas, melainkan sedang dijaga dan diperhatikan untuk mencegah potensi tindak pidana.

Pemblokiran rekening dormant didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Proses pengaktifan kembali rekening juga tidak rumit. Nasabah cukup menghubungi bank terkait atau langsung ke PPATK untuk menyampaikan keinginan mengaktifkan atau menutup rekening tersebut.

Tanggung Jawab Bank dalam Menjaga Keamanan Data

Corporate Secretary Bank Negara Indonesia (BNI) Okki Rushartomo menyatakan bahwa data dan dana nasabah tetap aman meskipun PPATK melakukan pemblokiran. “Nasabah tidak perlu khawatir karena kebijakan ini tidak memengaruhi dana maupun data yang tersimpan,” ujarnya.

BNI juga mengimbau nasabah secara berkala untuk memperbarui data kontak seperti nomor ponsel dan alamat email. Hal ini penting agar nasabah dapat menerima notifikasi penting dari bank, termasuk informasi mengenai status rekening dan layanan lainnya. Dengan demikian, nasabah diharapkan semakin sadar akan pentingnya menjaga keaktifan rekening serta mendukung penguatan sistem keuangan nasional.

Aktivasi Kembali Rekening yang Diblokir

Beberapa bank juga telah mengambil langkah untuk mengaktifkan kembali rekening yang sempat diblokir oleh PPATK. Misalnya, Bank Danamon Indonesia mengklaim bahwa seluruh rekening yang sebelumnya dalam kondisi henti sementara kini sudah kembali aktif. Compliance Director Bank Danamon Rita Mirasari mengimbau nasabah untuk rutin melakukan transaksi agar rekening tidak menjadi dormant.

Sementara itu, Bank Kalsel juga telah mengaktifkan 50 ribu rekening dormant yang sebelumnya diblokir. Direktur Utama Bank Kalsel Fachrudin menyatakan bahwa proses ini merupakan bagian dari kebijakan PPATK terhadap 28 juta rekening tidak aktif di seluruh Indonesia. Ia optimistis bahwa seluruh rekening yang masih diblokir akan segera aktif.

Bank Kalsel juga mengimbau para nasabah untuk rutin melakukan transaksi minimal sekali dalam tiga bulan guna mencegah pemblokiran serupa di masa depan.

Temuan PPATK Terkait Rekening Dormant

PPATK juga menemukan sekitar 140 ribu rekening tidak aktif selama lebih dari 10 tahun dengan total dana mencapai Rp 428,61 miliar. Rekening-rekening ini dinilai rentan disalahgunakan oleh pihak tidak bertanggung jawab.

Sejak 2020, PPATK telah menganalisis lebih dari satu juta rekening yang diduga terlibat tindak pidana. Dari jumlah tersebut, lebih dari 150 ribu rekening merupakan rekening nominee, yaitu rekening atas nama orang lain yang diperoleh melalui jual beli rekening, peretasan, atau cara lain yang melawan hukum.

Selain itu, PPATK menemukan lebih dari 50 ribu rekening dormant yang tiba-tiba menerima aliran dana mencurigakan, meski sebelumnya tidak menunjukkan aktivitas apa pun. Rekening-rekening ini kemudian digunakan untuk menampung dana hasil tindak pidana dan menjadi tidak aktif alias dormant.

Lebih dari 50 ribu rekening di antaranya tercatat tidak memiliki aktivitas transaksi sebelum menerima aliran dana ilegal. Selain itu, PPATK juga menemukan lebih dari 10 juta rekening penerima bantuan sosial (bansos) yang tidak pernah digunakan selama lebih dari tiga tahun. Dana bansos senilai Rp 2,1 triliun hanya mengendap, mengindikasikan bahwa penyaluran belum tepat sasaran.

Usai rapat kerja dengan Komisi III DPR pada 10 Juli, Ivan mengungkapkan ratusan Nomor Induk Kependudukan (NIK) penerima bansos tercatat terlibat dalam berbagai tindak kejahatan, mulai dari korupsi, peredaran narkotika hingga pendanaan terorisme.