Pria 73 Tahun Nikahi Gadis 27 Tahun di Bengkulu, Saiun: Itu Jodoh

Featured Image

Pernikahan Beda Usia 46 Tahun yang Mengundang Perhatian

Pernikahan antara seorang kakek berusia 73 tahun dan seorang perempuan muda berusia 27 tahun tengah menjadi sorotan publik. Pasangan ini dikenal dengan nama Sai’un dan Bunga Fitri, yang berasal dari Kabupaten Bengkulu Tengah, provinsi Bengkulu. Mereka menikah bukan karena tekanan atau paksaan, melainkan atas dasar cinta dan kesepakatan bersama.

Di sebuah rumah kayu sederhana di Desa Padang Tambak, Kabupaten Bengkulu Tengah, pasangan ini saling menggenggam tangan sambil memegang buku nikah mereka. Prosesi pernikahan mereka digelar pada 2 Juli 2025 dan langsung menjadi topik pembicaraan warga sekitar maupun netizen.

Awal Cinta yang Tak Terduga

Kisah cinta Sai’un dan Bunga Fitri dimulai dari pertemuan tak terduga. Fitri, yang memiliki kekurangan dalam cara bicara dan fisik, pernah menyampaikan keinginannya kepada teman dekatnya untuk segera memiliki pasangan hidup. Teman tersebut, yang ternyata merupakan keponakan Sai’un, lalu menawarkan untuk mengenalkannya kepada sang paman.

Pertemuan pertama terjadi di rumah teman tersebut. Sai’un mengaku merasa nyaman sejak pertama kali bertemu dengan Fitri. Dua minggu kemudian, ia yakin bahwa Fitri adalah jodohnya. “Saya langsung merasa cocok,” ujarnya sambil tersenyum.

Fitri juga mengatakan bahwa ia menerima lamaran Sai’un bukan karena alasan materi, tetapi karena merasa cocok secara pribadi. Ia menilai Sai’un sebagai sosok yang baik hati, bertanggung jawab, serta menerima dirinya apa adanya.

Prosesi Pernikahan yang Sederhana Namun Penuh Makna

Setelah proses perkenalan singkat, keduanya sepakat untuk melangsungkan pernikahan secara sederhana di Desa Padang Tambak. Prosesi akad nikah berlangsung lancar dan dihadiri oleh keluarga serta tetangga terdekat. Di teras rumah sederhana mereka, Sai’un dan Fitri duduk berdampingan sambil memegang buku nikah mereka.

Latar belakang rumah kayu berwarna merah pudar serta kebun pisang di belakangnya mencerminkan kehidupan sederhana mereka. Sai’un, seorang petani kopi dan sawit di Desa Jambu, tinggal di rumah sendiri dan telah memiliki tiga orang anak dari pernikahan sebelumnya. Meski demikian, ia merasa butuh teman hidup di masa tuanya.

“Rencana kami adalah tinggal di rumah saya di Desa Jambu. Kalau saya ke kebun, Fitri akan menemani. Di rumah juga begitu, saya butuh teman hidup karena anak-anak sudah menikah dan tinggal di rumah masing-masing,” kata Sai’un.

Reaksi Masyarakat yang Beragam

Pernikahan ini mengundang berbagai reaksi dari masyarakat. Sebagian memuji keputusan keduanya yang dianggap tulus dan saling menerima, sementara sebagian lainnya terkejut dengan selisih usia yang begitu besar. Namun, baik Sai’un maupun Fitri mengaku tidak ambil pusing dengan komentar orang. Bagi mereka, yang terpenting adalah saling menjaga, saling menemani, dan membangun rumah tangga yang harmonis.

“Jodoh itu tidak bisa diketahui. Jika sudah cocok, usia bukan halangan,” tutup Sai’un.

Dukungan dari Keluarga

Di tengah sorotan publik, dukungan justru datang dari orang terdekat. Rosmala Dewi, ibu kandung Fitri, menyatakan dengan tegas bahwa dirinya merestui pernikahan tersebut sepenuh hati. Ia membantah anggapan bahwa putrinya menikah karena paksaan atau alasan ekonomi, dan menegaskan bahwa keputusan itu murni didasari rasa cocok dan kesepakatan bersama.

“Aku suka, aku senang, aku rela dan ikhlas,” ujar Rosmala Dewi saat ditemui di rumahnya. Ia kembali menegaskan bahwa pernikahan itu bukan karena hutang, paksaan, atau tekanan dari pihak mana pun. Menurutnya, keputusan tersebut murni karena kecocokan kedua mempelai.

Bagi Rosmala, kebahagiaan anaknya menjadi prioritas utama. Selama Fitri merasa nyaman dan mendapatkan pasangan yang bisa menerima apa adanya, keluarga akan selalu memberikan dukungan. “Yang penting sama-sama senang, tidak ada yang dikecewakan,” tambahnya.