Realisasi Devisa Tertunda Akibat Penundaan Pembayaran Impor Luar Negeri

Featured Image

Dampak Geopolitik dan Kebijakan Tarif AS terhadap Devisa Ekspor SDA

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan bahwa situasi geopolitik serta kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS) turut memengaruhi realisasi devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) yang disimpan di dalam negeri. Perubahan ini menimbulkan hambatan dalam proses pembayaran barang yang diekspor, sehingga mengurangi jumlah DHE SDA yang masuk ke dalam sistem perekonomian nasional.

Menurut Global Market Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, kondisi tersebut muncul akibat permasalahan teknis, terutama karena kebijakan tarif AS yang sebelumnya masih menjadi kontroversi. Ia menjelaskan bahwa ketidakpastian tinggi dalam kebijakan tersebut menciptakan rasa khawatir di kalangan pelaku usaha.

“Ada ketidakpastian yang tinggi dan kita juga khawatir bahwa tarif yang dikenakan bisa berubah dari 10%,” ujarnya saat berbicara dengan Cari Tahu.

Adanya kesepakatan bahwa Indonesia akan dikenakan tarif sebesar 19%, dari sebelumnya 32%, memberikan sinyal kepastian yang lebih baik. Myrdal menilai bahwa semakin jelasnya kebijakan ini akan membantu kembali normalnya realisasi DHE SDA yang masuk ke dalam negeri.

“Diharapkan kembali ke kondisi normal dan DHE SDA bisa menjadi penopang cadangan dolar domestik. Ini hanya shock temporary yang terjadi karena ketidakpastian global, terutama aturan tarif dari AS,” jelasnya.

Data dari Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa selama Maret–April 2025, realisasi DHE SDA mencapai US$ 22,9 miliar dari total ekspor senilai US$ 43,98 miliar. Sementara itu, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juni 2025 tercatat sebesar US$ 152,6 miliar, sedikit meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai US$ 152,5 miliar.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menjelaskan bahwa proses pembayaran yang lambat dari pembeli luar negeri terhadap eksportir dalam negeri menyebabkan pengurangan dana DHE SDA yang seharusnya disimpan di dalam negeri.

“Pembayaran pihak pembeli di luar negeri kepada eksportir kita mengalami penundaan. Kami telah berdiskusi dengan Bank Indonesia dan Bea Cukai, dan ternyata masuknya dana ekspor mulai melambat,” kata Susi dalam acara Milyader Challenges 2025.

Pemerintah telah membuat kebijakan baru yang mewajibkan eksportir menyimpan 100% DHE SDA-nya selama 12 bulan di perbankan dalam negeri agar cadangan devisa bertambah. Namun, situasi global yang tidak stabil menghambat target pemerintah tersebut.

“Selama ini kita bayangkan dampak ekonomi dan perdagangan terpengaruh, ternyata perilaku aktor global mengubah segalanya,” tambah Susi.

Ia menilai tantangan perekonomian global yang penuh ketidakpastian semakin sulit untuk dihadapi. Menurutnya, gejolak perekonomian global dapat memengaruhi biaya logistik barang ekspor dan impor, yang berpotensi meningkatkan ongkos operasional.

Selain itu, ancaman AS terhadap Rusia untuk menyetujui gencatan senjata atas perang di Ukraina, dengan tenggat waktu baru sekitar 10 atau 12 hari, memperburuk ketidakpastian perekonomian global. Hal ini memperkuat tekanan terhadap stabilitas pasar dan arus modal internasional.