Renungan Minggu 10 Agustus 2025: Maria Naik ke Surga dan Bercahaya dalam Allah

Perayaan Kenaikan Maria ke Surga sebagai Pemandu Hidup
Setiap tanggal 15 Agustus, umat Katolik merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga. Perayaan ini mengingatkan kita bahwa setelah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, Maria dibawa ke surga dengan jiwa dan tubuhnya. Dalam Deklarasi Munificentissimus Deus yang dikeluarkan oleh Paus Pius XII pada 1 November 1950, disebutkan bahwa Maria tetap murni dan diangkat ke dalam kemuliaan surga dengan tubuh dan jiwanya.
Perayaan ini menjadi simbol harapan bagi manusia bahwa hidup tidak hanya ditentukan oleh kesuksesan di dunia, tetapi juga oleh persatuan abadi dengan Allah. Dalam Kitab Wahyu 11:19a-12:1-10, Maria digambarkan sebagai "perempuan berselubungkan matahari, bulan di bawah kakinya, dan mahkota dua belas bintang di atas kepalanya." Selubung matahari melambangkan cahaya terang Allah yang menyelimuti hidupnya, sementara bulan di bawah kakinya menunjukkan bahwa ia tidak dikuasai oleh kegelapan dunia.
Meski hidupnya terancam, Maria tetap percaya dan berlindung pada pertolongan Tuhan. Dalam Injil Lukas 1:39-56, kisah kunjungan Maria kepada Elisabeth menunjukkan bagaimana ia mencari dukungan dan kejelasan dari saudaranya. Meski awalnya bingung, Maria akhirnya bertindak dengan penuh keyakinan. Ia disambut dengan sukacita dan mengucapkan Magnificat, sebuah doa syukur atas perbuatan Tuhan dalam hidupnya.
Kisah ini menunjukkan dua hal penting: pertama, Maria hidup sepenuhnya dalam Allah, dan kedua, imannya terwujud dalam tindakan nyata. Pesan ini sangat relevan di zaman yang sering terjebak dalam sekularisme ekstrem. Banyak orang mengukur nilai hidup hanya dari uang, jabatan, dan popularitas, sementara keputusan sering diambil hanya demi keuntungan tanpa memperhatikan kebenaran dan keadilan.
Iman sering dianggap sebagai urusan pribadi yang tidak relevan dengan kehidupan sosial. Namun, peristiwa hari ini menunjukkan kebalikannya. Maria memberi teladan bahwa doa dan tindakan harus selalu dipertemukan. Ia memuliakan Allah sekaligus melayani sesama. Ia hidup dalam terang Tuhan, dan terang itu mempengaruhi seluruh pilihannya. Melalui dia, orang-orang mengenal kebaikan Allah.
Ketika Maria tiba di depan Elisabeth, kehadirannya sanggup menggerakkan anak yang ada dalam rahim Elisabeth. Ini menunjukkan bahwa Allah harus tetap menjadi pusat hidup kita. Iman tidak boleh hanya berhenti di bibir, tetapi harus membentuk cara kita bekerja, bersosialisasi, dan membuat keputusan.
Sikap Maria mengingatkan kita bahwa iman harus menjadi budaya. Seperti yang diingatkan oleh St. Yohanes Paulus II, “Sebuah iman yang tidak menjadi budaya adalah iman yang tidak sepenuhnya diterima, tidak sepenuhnya dipikirkan, dan tidak sepenuhnya dijalani.” Maria telah meretas jalan iman yang benar untuk kita ikuti.
Ia meneladani Kristus sendiri yang melalui inkarnasi telah menemui manusia dan menceburkan diri dalam pergulatan hidup manusia. Dengan bangkit sebagai yang sulung di antara orang-orang mati, Kristus membawa kita semua kembali kepada Allah Bapa di surga. Dan yang pertama sesudah Yang Sulung adalah Maria, ibu Tuhan sendiri.
Untuk melakukan perjalanan yang jauh, kita memerlukan peta jalan. Kenaikan ke surga Maria yang kita rayakan hari ini menunjukkan peta jalan yang memberi arah bagi kita tentang jalan mana yang harus kita lewati. Dunia ini bukanlah rumah terakhir kita, karena kita hidup di dunia ini, tetapi kita bukan dari dunia ini.
Orang-orang berebut tempat di dunia ini dengan perang, konflik, dan perseteruan yang tidak pernah selesai. Akhirnya, semua binasa. Maka, belajar dari Maria, apa yang paling utama adalah bukan hanya berhasil di bumi, tetapi juga tetap setia sampai bersatu dengan Allah.
Di tengah dunia yang melupakan Tuhan, mari kita belajar dari Maria untuk kembali menempatkan Tuhan pada pusat kehidupan kita. Maria hidup dalam terang, setia dalam pelayanan, dan teguh memuji Allah dengan seluruh hidup kita.
Seperti kata Sri Paus Leo XIII: “Manusia diciptakan untuk hal-hal yang lebih tinggi, dan hanya di surga ia akan menemukan kebahagiaan sejatinya.” Amin.