RUU TNI Disahkan, Papua Diam, Mengapa? Kami Sudah Terbiasa! II

Membedah RUU TNI: Sebuah Kekuasaan yang Mengancam Kedaulatan
Dalam tulisan ini, kita akan membahas mengenai RUU TNI dan bagaimana hal ini berkaitan dengan konteks Papua. Dari sudut pandang masyarakat Papua, pengesahan RUU TNI bukanlah sebuah tindakan biasa. Sikap diam yang ditunjukkan oleh orang-orang Papua bukan berarti mereka tidak peduli atau tidak mengetahui isu ini. Justru sebaliknya, sikap diam tersebut adalah bentuk dari keputusasaan dan ketidakpercayaan terhadap sistem yang ada.
Bagi bangsa dan tanah Papua, sistem negara Indonesia di wilayah mereka sudah lama dianggap sebagai bentuk kolonialisasi baru. Mereka telah mengalami pemerintahan yang otoriter, totaliter, dan tirani jauh sebelum RUU TNI disahkan. Bahkan, sejak era Orde Baru hingga saat ini, orang Papua telah menghadapi berbagai bentuk penindasan dan penjajahan yang terus-menerus.
Motivasi di Balik RUU TNI
RUU TNI tidak hanya sekadar perubahan hukum, tetapi juga merupakan upaya untuk memperkuat posisi para jenderal ABRI dalam sistem politik nasional. Tujuan utamanya adalah untuk mengatasi krisis penganguran di kalangan militer, terutama para jenderal. Namun, yang menjadi masalah adalah bahwa kecenderungan ini justru memperkuat watak otoriter dan ambisi kuasa.
Ketika sosok seperti Prabowo mulai aktif dalam dunia politik sipil, maka semakin kuat pula dorongan untuk menjadikan ABRI sebagai bagian dari kekuasaan sipil. Hal ini mengingatkan kita pada masa Orde Baru, di mana para jenderal ABRI memiliki pengaruh besar dalam berbagai aspek kehidupan politik dan ekonomi.
Pengesahan RUU TNI dan Konsekuensinya
Pengesahan RUU TNI memberikan wewenang lebih besar kepada TNI dalam berbagai bidang, termasuk dalam menghadapi gerakan separatisme. Namun, istilah "separatisme" sendiri sering digunakan untuk membungkam aspirasi rakyat Papua. Ketika orang Papua menyampaikan hak-hak dasar mereka, seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, mereka sering kali dituduh sebagai separatis.
Ironisnya, negara itu sendiri menciptakan masalah, kemudian mengadili masalah itu sendiri. Fakta historis menunjukkan bahwa Papua pernah menjadi negara merdeka sebelum dijajah oleh Indonesia. Oleh karena itu, RUU TNI dapat dianggap sebagai bentuk legitimasi bagi status penjajah.
Pemberontakan Bersenjata dan Aksi Terorisme
RUU TNI juga bisa dilihat sebagai bentuk pemberontakan bersenjata. Para jenderal yang mendukung RUU ini memiliki alutsista yang cukup lengkap. Mereka memaksakan RUU ini tanpa mempertimbangkan aspirasi publik. Dalam beberapa kesempatan, bahkan massa aksi tidak berani mengganggu proses pengesahan RUU ini.
Selain itu, RUU TNI juga bisa dikategorikan sebagai aksi terorisme. Bukan hanya dalam bentuk bom atau ancaman fisik, tetapi juga dalam bentuk pembunuhan demokrasi dan penindasan konstitusi. RUU ini secara langsung melemahkan lembaga-lembaga yang bertanggung jawab menjaga marwah dan citra bangsa.
Kesimpulan
RUU TNI bukan hanya sekadar undang-undang, tetapi juga representasi dari kekuasaan yang ingin memperkuat posisi militer dalam sistem politik. Bagi orang Papua, RUU ini adalah bentuk ancaman terhadap kedaulatan dan hak-hak mereka. Dengan demikian, penting bagi masyarakat untuk tetap waspada dan memperjuangkan hak-hak dasar mereka dalam kerangka demokrasi yang sebenarnya.