Saham Bank Jumbo BBCA–BMRI Ganggu IHSG Sentuh 8.000

Proyeksi IHSG dan Kinerja Saham Bank di Tengah Tekanan Eksternal
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menjadi indikator utama pasar modal Indonesia terus menghadapi tantangan dalam mencapai target yang ditetapkan. Pada momen perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia, Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan IHSG mencapai level 8.000. Namun, hingga penutupan perdagangan Jumat (8/8/2025), indeks tersebut berada di posisi 7.533,38, naik sebesar 0,58% atau 43,20 poin dari hari sebelumnya.
Selama tahun ini, kinerja emiten-emiten bank menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi laju IHSG. Sejumlah saham bank besar seperti PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) memberikan tekanan signifikan terhadap indeks. Ketiganya masing-masing berkontribusi menekan IHSG sebesar 91,32 poin, 90,49 poin, dan 57,14 poin.
Pada penutupan perdagangan Jumat, BBCA stagnan di harga Rp8.300 per saham dengan koreksi sebesar 14,21% sepanjang tahun. BMRI melemah 0,21% ke Rp4.670, sementara BBRI turun 0,27% ke Rp3.700. Kondisi ini menunjukkan bahwa kinerja fundamental beberapa bank masih menghadapi tekanan.
Menurut Oktavianus Audi, VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia, tekanan pada saham bank disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk kebijakan suku bunga tinggi yang memengaruhi pertumbuhan kredit. Dari data per Juni 2025, pertumbuhan kredit hanya sebesar 7,77% YoY, turun dari awal tahun yang tumbuh 10% YoY.
Selain itu, kinerja laba bersih juga menjadi perhatian. Sepanjang semester I/2025, laba bersih BBCA tumbuh 8% YoY menjadi Rp29 triliun, sedangkan BRI mencatatkan kontraksi laba sebesar 11,53% YoY menjadi Rp26,28 triliun. BMRI pun mengalami pertumbuhan laba bersih yang sangat tipis, hanya 0,1% YoY menjadi Rp19,7 triliun hingga Mei 2025.
Meski kinerja saham bank belum memberikan dorongan signifikan, Oktavianus tetap optimistis terhadap prospeknya. Ia menyatakan bahwa potensi pemangkasan suku bunga hingga akhir tahun dapat memberikan dampak positif. Selain itu, daya beli masyarakat yang stabil, stabilitas geopolitik global, serta terbatasnya dampak kebijakan tarif AS juga menjadi faktor pendukung.
Di sisi lain, OCBC Sekuritas memproyeksikan pertumbuhan laba bersih BBCA pada akhir 2025 akan mencapai Rp57,84 triliun, dengan pendapatan bunga bersih sebesar Rp88,28 triliun. Proyeksi untuk 2026 menunjukkan pertumbuhan lebih lanjut menjadi Rp60,25 triliun dan Rp93,97 triliun.
OCBC Sekuritas tetap optimistis terhadap BBCA karena pertumbuhan kredit yang solid, likuiditas dan permodalan yang kuat, serta efisiensi operasional dan penguatan layanan digital. Namun, mereka juga mencatat sejumlah risiko seperti pertumbuhan kredit dan NIM yang di bawah ekspektasi, suku bunga tinggi berkepanjangan, tekanan inflasi, serta pelemahan harga komoditas.
Berdasarkan data Bloomberg Terminal, sebanyak 34 analis atau 91,9% menyarankan beli untuk saham BBCA, dengan target harga Rp10.991 per saham dan potensi pengembalian 32,4%. Untuk saham BBRI, 30 analis merekomendasikan beli, dengan target harga Rp4.614 dan potensi pengembalian 24,4%. Sementara itu, saham BMRI mendapat rekomendasi beli dari 32 analis, dengan target harga Rp6.337 dan potensi pengembalian 35,4%.
Dengan proyeksi yang cukup optimis, saham-saham bank besar masih menjadi pilihan investasi yang menarik bagi para pelaku pasar. Namun, investor perlu memperhatikan berbagai faktor eksternal yang dapat memengaruhi kinerja saham.