Sungai Cilemahabang Kembali Terkontaminasi, Warga Waluya Khawatir dengan Bau Busa Mingguan

Featured Image

Desa Waluya Terus Menghadapi Pencemaran Sungai Cilemahabang

Desa Waluya, salah satu dari 11 desa/kelurahan yang berada di Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, selama bertahun-tahun mengalami masalah pencemaran sungai. Salah satunya adalah Sungai Cilemahabang yang menjadi sumber masalah bagi warga setempat. Dengan jumlah penduduk sekitar 4.996 jiwa, masyarakat terus menghadapi bau tidak sedap dan busa yang muncul secara rutin.

Pencemaran kembali terjadi di Sungai Cilemahabang pada Desa Waluya, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi. Ini merupakan keempat kalinya dalam sebulan, sungai yang bermuara di perairan Muaragembong ini tercemar. Rizki (28), warga setempat, menyampaikan bahwa kondisi ini terjadi hampir setiap minggu. “Pasti tiap minggu ada saja busa. Jangan ditanya bau, pasti kecium,” ujarnya.

Rizki khawatir pencemaran ini bisa berdampak pada kualitas air yang dikonsumsi oleh warga. “Karena sudah sering terjadi, terus-menerus seperti ini, khawatirnya serapan limbah bisa menjangkau warga. Belum lagi airnya juga mengalir ke sawah. Jadi tolonglah, masak begini terus!” keluhnya.

Berdasarkan pengamatan lapangan, cemaran mulai terlihat sejak pertengahan minggu ini. Busa-busa putih muncul dari pintu air dan semakin tinggi. Di sisi lain, bau tidak sedap juga terasa sangat mengganggu. Sejak enam tahun lalu, sedikitnya tiga desa dari dua kecamatan terdampak pencemaran, yaitu Desa Karangraharja, Waluya, dan Karang Rahayu. Masyarakat sempat mengalami krisis air bersih akibat pencemaran tersebut.

Selain itu, pencemaran juga memengaruhi aktivitas harian warga dan mengganggu kesehatan mereka. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi mengaku kesulitan mengatasi pencemaran ini karena sumber pencemaran berasal dari hulu yang berada di wilayah Bogor.

“Cilemahabang berada di perbatasan antara Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor. Kami melakukan koordinasi dengan DLH Provinsi Jawa Barat karena kewenangannya melibatkan wilayah administrasi,” ujar Juru Bicara DLH Kabupaten Bekasi, Dedy Kurniawan.

IPAL Mini sebagai Solusi

Dedy mengungkapkan bahwa pencemaran di Sungai Cilemahabang telah terjadi sejak 2020. Penyebab utamanya adalah adanya banyak perumahan dan UMKM yang tidak memiliki instalasi pengolahan limbah yang memadai. “Masalah besarnya itu ya ratusan saluran air yang tanpa melalui proses dari perumahan maupun UMKM itu tidak ada yang melewati proses masuk ke IPAL,” ujarnya.

Meskipun demikian, pihak DLH Kabupaten Bekasi telah melakukan pengawasan rutin dan pengujian air secara intensif. Dedy menjelaskan bahwa dugaan pencemaran berasal dari endapan sisa air limbah rumah tangga. Ketika endapan ini mengalir melalui aliran air yang deras, akan terjadi turbulensi sehingga timbul busa yang memengaruhi kualitas air secara signifikan.

Untuk mencegah pencemaran kembali terjadi, DLH Kabupaten Bekasi merekomendasikan pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) mini di setiap perumahan, terutama yang berada di sekitar sungai. Rekomendasi ini sedang dikaji lebih lanjut oleh pemerintah dan pengembang perumahan.

“Kami sudah merekomendasikan pembangunan IPAL mini agar air yang masuk ke sungai Cilemahabang memiliki kualitas yang baik. Kami berharap dapat segera ada tindak lanjut karena ini berkenaan dengan bentuk pencegahan kita,” ujar Dedy.

Setiap laporan pencemaran yang masuk, DLH Kabupaten Bekasi langsung berkoordinasi dengan DLH Jawa Barat untuk penanganan lebih lanjut. “Termasuk yang Cilemahabang ini. Saat kejadian itu kami juga mendampingi tim dari DLH Jawa Barat. Sampai saat ini kami belum ada tembusan terkait hasil laboratorium. Kami sebenarnya juga menunggu arahan dari DLH Jawa Barat seperti apa,” tambah Dedy.