Tiga Letusan Gunung Lewotobi dalam 48 Jam, Ahli Waspadai Tanda-Tanda Ini

Gunung Lewotobi Mengalami Tiga Letusan dalam Dua Hari
Di kawasan Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, gunung setinggi 1.584 meter ini mengalami tiga kali letusan dalam dua hari terakhir. Warga yang tinggal di sekitar lereng hanya bisa mengamati dari jauh sambil berdoa agar awan panas tidak menuruni desa mereka. Puncak gunung tertutup asap putih tebal yang menjulang hingga ketinggian 300 hingga 700 meter.
Letusan tersebut terjadi pada periode pengamatan 8-9 Agustus 2025. Cuaca pada saat itu relatif cerah dengan sedikit kabut yang sering muncul dan menutupi sebagian wajah gunung. Suhu udara di sekitar kaki gunung berkisar antara 19 hingga 31 derajat Celcius.
Badan Geologi mencatat bahwa sebelum erupsi terjadi, aktivitas kegempaan di sekitar Gunung Lewotobi meningkat secara signifikan. Terdapat satu gempa guguran, delapan gempa hembusan, dan 40 kali gempa tremor non-harmonik. Gempa tremor non-harmonik biasanya menjadi tanda bahwa magma mulai bergerak di permukaan. Selain itu, ada juga 21 gempa low frequency, empat gempa vulkanik dalam, empat gempa tektonik lokal, dan tujuh gempa tektonik jauh.
Magma Masih Menyelinap di Perut Gunung
Menurut para ahli, erupsi kali ini dimulai dengan peningkatan gempa low frequency dan tremor non-harmonik. Kedua fenomena ini sering menjadi alarm di pos pengamatan. Meskipun data menunjukkan tren penurunan aktivitas vulkanik, Badan Geologi tetap mengingatkan bahwa sistem magmatik belum sepenuhnya stabil.
Saat ini, gempa dangkal dan gempa permukaan lebih mendominasi. Banyak dari gempa-gempa tersebut merupakan gempa guguran akibat material di lereng yang belum stabil. Gas juga terus keluar melalui kawah, sehingga asap putih tebal masih terlihat, kadang dengan tekanan sedang dan kadang seperti disemburkan kuat-kuat dari dalam.
Suplai magma baru masih terpantau. Meski gempa vulkanik dalam yang mengindikasikan pergerakan magma melambat, hal tersebut belum berhenti. Peningkatan tremor non-harmonik justru menunjukkan bahwa sebagian besar aktivitas kini terjadi di permukaan.
Tubuh Gunung Belum Sepenuhnya Tenang
Pemantauan deformasi dengan Tiltmeter dalam lima hari terakhir menunjukkan bahwa tubuh gunung masih "bergerak". Kadang mengembang, kadang mengempis. Artinya, kestabilan belum sepenuhnya tercapai. Data GNSS setelah erupsi 1 Agustus 2025 bahkan menunjukkan pengangkatan (uplift) yang melambat—artinya gunung mulai kempis—karena sebagian material sudah keluar.
Namun, jangan salah. Meski pergerakan magma dari kedalaman ke zona dangkal mulai berkurang, suplai dari bawah tetap ada. Tekanan di dalam perut gunung belum benar-benar mengendur. Para ahli menegaskan bahwa belum ada suplai besar yang masuk, tapi risiko erupsi susulan masih tinggi.
Status Gunung Lewotobi Laki-laki tetap di Level IV—Awas. Alasan ini bukan tanpa dasar. Sejarah mencatat bahwa Lewotobi pernah mengalami erupsi berulang kali dalam satu bulan, bahkan setelah aktivitasnya terlihat mereda.
Di kaki gunung, cerita warga bercampur antara pasrah dan waspada. Ada yang memilih untuk mengungsi, ada yang bertahan. Hasil bumi masih perlu dipanen, ternak masih perlu diberi makan. Tapi mata mereka terus melirik ke puncak. Jika asap berubah warna, langkah kaki harus cepat.
Bagi para peneliti, Gunung Lewotobi adalah buku terbuka yang sedang ditulis ulang oleh alam. Setiap getaran, setiap kepulan asap, adalah huruf-huruf baru. Dan seperti buku misteri, tak ada yang tahu kapan halaman terakhir akan tiba. Yang jelas, saat ini bab-nya masih tegang.