Warga Menolak Perluasan TPA Cipayung, Minta Tutup Saja

Warga Menolak Perluasan TPA Cipayung, Minta Tutup Saja

Perluasan TPA Cipayung untuk Proyek Strategis Nasional

Pemerintah Kota Depok masih membutuhkan lahan seluas tiga hektare lagi untuk memperluas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung. Langkah ini menjadi salah satu syarat penting dalam mewujudkan rencana pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN). Nantinya, TPA Cipayung akan dikembangkan menjadi proyek berbasis pengelolaan sampah yang dapat diubah menjadi energi listrik.

Wali Kota Depok, Supian Suri menjelaskan bahwa salah satu persyaratan utama untuk PSN tersebut adalah ketersediaan lahan seluas lima hektare. Saat ini, pihaknya hanya memiliki lahan sekitar dua hektare yang bisa dimanfaatkan untuk pengelolaan sampah. Dengan adanya tambahan lahan, Pemkot Depok akan dapat mengajukan surat ke Kementerian terkait kesiapan kota dalam mengelola sampah menjadi energi listrik.

Supian menyatakan bahwa pihaknya terus berupaya memenuhi semua syarat agar proyek strategis nasional tersebut segera direalisasikan. Salah satu langkah yang sedang dilakukan adalah penambahan luas wilayah TPA Cipayung dengan membebaskan lahan milik warga sekitar. Namun, rencana ini mendapat penolakan dari sejumlah warga setempat.

Penolakan Warga Terhadap Perluasan TPA

Salah satu warga yang menolak rencana perluasan TPA adalah Soleh (56), warga RW 04 Cipayung. Rumahnya berjarak sekitar 500 meter dari pintu utama TPA. Soleh lebih mendukung jika TPA ditutup secara permanen karena dinilai mengganggu kenyamanan warga.

“Rencananya dulu juga mau ditutup. Jadi, kalau ditanya lebih pilih mana, ya, sebetulnya ditutup. Saya enggak mau ada pelebaran TPA,” ujarnya.

Menurut Soleh, TPA Cipayung sudah tidak layak digunakan karena lokasinya yang dekat dengan permukiman kerap menimbulkan bau tak sedap, terutama saat proses pengolahan berlangsung. Ia juga mengingat bahwa sepuluh tahun lalu warga sempat melarang truk sampah melintasi Jalan Kelurahan Cipayung karena baunya yang menyengat.

Selain itu, warga lebih setuju agar TPA Cipayung ditutup dan sampah dipindahkan ke Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut Nambo di Kabupaten Bogor. Mereka berharap pengelolaan sampah bisa dilakukan di tempat yang lebih jauh dari permukiman.

Persiapan Warga Jika Harus Digusur

Meski lebih ingin TPA ditutup, warga mengaku bersedia digusur jika memang tidak ada pilihan lain, asalkan mendapat ganti rugi yang sesuai. Mereka menekankan sulitnya mencari hunian baru di tengah harga tanah yang semakin tinggi.

“(Kalau pun mau), ya, tergantung bayarannya, kan bangun rumah tuh mahal. Di sini harga tanah satu meter sudah Rp 2 juta lebih,” ujar Soleh.

Hal serupa disampaikan oleh Ija, warga RW 07, yang mengaku telah mengetahui kemungkinan rumahnya akan digusur sejak dua hingga tiga tahun lalu. “Saya sudah pasti kena gusuran. Soalnya, sudah ada bahasan dari 2–3 tahun lalu. Saya siap saja asal dibayar, ya, sudah saya tinggal pindah rumah,” kata Ija.

Dengan adanya penolakan dari warga, Pemkot Depok harus mencari solusi yang seimbang antara kebutuhan pengelolaan sampah yang efisien dan kepentingan masyarakat sekitar. Proses ini memerlukan komunikasi yang intensif serta transparansi agar semua pihak merasa dihargai dan terlibat dalam pengambilan keputusan.