Biografi Pangeran Antasari, Sang Pemimpin Perang Banjar

Kehidupan dan Perjuangan Pangeran Antasari dalam Mengusir Penjajah
Pangeran Antasari adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia, khususnya di Kalimantan Selatan. Ia dikenal sebagai sultan dari Kerajaan Banjar yang berjuang keras untuk melawan penjajahan Belanda. Keberhasilannya dalam mengusir penjajah membuat peristiwa ini dikenal dengan nama Perang Banjar.
Kedekatan dengan Rakyat
Salah satu ciri utama Pangeran Antasari adalah kedekatannya dengan rakyat biasa. Ia tidak hanya seorang pemimpin, tetapi juga sosok yang memahami penderitaan dan kebutuhan masyarakat. Berbeda dengan keluarga kerajaan lainnya yang hidup dalam lingkungan istana, Antasari dibesarkan di tengah-tengah masyarakat. Hal ini memberinya wawasan yang lebih luas tentang kehidupan rakyat.
Ketika Sultan Tamjid naik tahta pada tahun 1859, banyak rakyat menolak karena dianggap terlalu dekat dengan Belanda. Situasi ini memicu ketidakpuasan di kalangan masyarakat. Sebagai keturunan raja, Pangeran Antasari merasa prihatin atas kondisi tersebut. Ia memutuskan untuk bertindak, bukan hanya untuk melindungi hak sah Pangeran Hidayat, tetapi juga untuk membela kepentingan rakyat.
Perlawanan terhadap Kolonial
Perang Banjar dimulai pada 18 April 1859 ketika pasukan Pangeran Antasari menyerang tambang batu bara di Pengaron. Dukungan dari berbagai wilayah seperti Hulu Sungai, Martapura, Barito, Pleihari, Kahayan, Kapuas, dan lainnya sangat besar. Jumlah pasukan Antasari awalnya hanya 6.000 prajurit, tetapi semakin bertambah seiring dukungan dari rakyat.
Perlawanan ini menunjukkan kekuatan yang luar biasa. Mereka tidak hanya melawan musuh secara fisik, tetapi juga melawan politik divide et impera yang diterapkan oleh Belanda. Strategi ini mencoba memecah belah golongan-golongan dalam istana agar saling bermusuhan. Namun, Antasari berhasil menyatukan mereka dalam satu tujuan, yaitu mengusir penjajah.
Tawaran dan Pertahanan
Belanda mencoba mengalahkan Pangeran Antasari dengan berbagai cara, termasuk menawarkan hadiah besar kepada siapa pun yang bisa menangkap atau membunuhnya. Mereka menawarkan imbalan 10.000 gulden. Namun, hingga akhir perang, tidak ada yang mau menerima tawaran itu. Ini menunjukkan betapa besar pengaruh dan kepercayaan rakyat terhadap Antasari.
Ia meninggal di tengah-tengah pasukannya tanpa pernah menyerah atau tertipu oleh janji-janji Belanda. Wafatnya terjadi pada 11 Oktober 1862 di Tanah Kampung Bayan Begok, Sampirang, saat usianya sekitar 75 tahun.
Penghargaan dan Warisan
Pangeran Antasari dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan oleh pemerintah Republik Indonesia. Penghargaan ini diberikan melalui Surat Keputusan No. 06/TK/1968 pada 23 Maret 1968.
Nama Antasari diabadikan dalam beberapa tempat, seperti Korem 101/Antasari dan julukan Bumi Antasari untuk Kalimantan Selatan. Selain itu, Bank Indonesia (BI) mencetak uang kertas nominal Rp2.000 yang menampilkan gambar dan nama Pangeran Antasari. Hal ini dilakukan untuk lebih mengenalkan tokoh penting ini kepada masyarakat nasional.
Dengan perjuangan dan dedikasinya, Pangeran Antasari menjadi contoh teladan bagi generasi penerus. Ia tidak hanya memperjuangkan kemerdekaan, tetapi juga memberikan semangat untuk selalu mempertahankan nilai-nilai keadilan dan kebersamaan.