Dilema Investasi Rp 10 T di Jepara: Penolakan Warga, Larangan MUI, Pemerintah Cari Solusi

Featured Image

Rencana Investasi Peternakan Babi di Jepara yang Memicu Kontroversi

Proyek investasi besar-besaran untuk pendirian peternakan babi skala besar di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, kini menjadi perhatian utama setelah menimbulkan berbagai kontroversi. Proyek ini tidak hanya membawa potensi ekonomi yang sangat besar, tetapi juga menghadapi penolakan kuat dari masyarakat setempat. Hal ini akhirnya memicu keluarnya fatwa haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), sehingga pemerintah daerah dan perwakilan tingkat pusat harus turun tangan.

Investasi Senilai Rp 10 Triliun

Di balik perdebatan yang terjadi, nilai investasi yang direncanakan untuk proyek ini sangat besar. Bupati Jepara, Witiarso Utomo, menyatakan bahwa perusahaan yang akan melaksanakan proyek ini, yaitu PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk, telah melakukan riset dan kajian mandiri serta menilai Jepara sebagai lokasi yang sangat strategis.

Lokasi yang dipilih adalah Desa Jugo, Kecamatan Donorojo. Alasan utamanya adalah geografis wilayah tersebut, yang memiliki akses ke pelabuhan dan ketersediaan pakan jagung yang cukup melimpah. Sehingga, perusahaan tersebut tertarik untuk membangun peternakan babi di sana.

Perusahaan awalnya mengajukan surat permohonan kepada MUI, namun karena penolakan warga setempat, akhirnya dikeluarkan fatwa haram.

Penolakan Warga dan Nilai Keagamaan

Rencana besar ini langsung bertentangan dengan kultur masyarakat Jepara yang mayoritas beragama Islam. Penolakan warga menjadi alasan utama di balik gejolak yang terjadi. Ketua MUI Jawa Tengah, Ahmad Darodji, mengonfirmasi bahwa fatwa yang dikeluarkan merupakan respons atas banyak laporan dari warga yang merasa keberatan.

Bupati Wiwit menegaskan bahwa pertimbangan utama pemerintah adalah nilai-nilai keagamaan masyarakat. Ia menyatakan bahwa jika proyek ini dilanjutkan, maka akan menabrak nilai-nilai syariat agama Islam yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Jepara. Oleh karena itu, hal ini menjadi salah satu pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan.

Fatwa Haram Komprehensif dari MUI

Puncak dari penolakan warga adalah keluarnya fatwa haram dari MUI Jawa Tengah dengan nomor: Kep.FW.01/DP-P.XII/SK/VIII/2025 pada Jumat, 1 Agustus 2025. Fatwa ini tidak hanya melarang pendirian peternakan babi, tetapi juga semua bentuk keterlibatan di dalamnya.

Menurut Ketua MUI Jateng, Ahmad Darodji, fatwa ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan Al-Quran dan hadis Nabi. Ia menjelaskan bahwa kemudian Komisi Fatwa di Jawa Tengah mengeluarkan keputusan bahwa peternakan babi di Jawa Tengah hukumnya haram. Bahkan, mereka yang membantu atau bekerja di sana juga dianggap haram.

Respons Pemerintah dan DPD RI

Menghadapi situasi ini, berbagai level pemerintahan memberikan respons yang beragam, tetapi senada dalam menghormati aspirasi masyarakat. Bupati Jepara, Witiarso Utomo, berada dalam posisi dilematis. Di satu sisi, ia menyatakan bahwa pemerintah terbuka terhadap investasi, tetapi ia menegaskan akan patuh pada arahan lembaga keagamaan.

Ia menyatakan bahwa pihaknya mengikuti arahan MUI dan Bahtsul Masail NU yang merekomendasikan agar tidak memberikan izin. Di tingkat provinsi, Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin, menyarankan agar dicari solusi lain, termasuk kemungkinan relokasi.

Sementara itu, Anggota DPD RI perwakilan Jawa Tengah, Abdul Kholik, mendorong pemerintah untuk mencari solusi aktif, bukan sekadar menolak. Ia mengusulkan agar orientasi pasar diarahkan ke ekspor atau segmen non-muslim, serta mencari lokasi yang lebih tepat. Ia menegaskan bahwa meskipun investasi ini memiliki dampak positif terhadap perekonomian Jawa Tengah, jika masyarakat keberatan, harus dicarikan solusi, seperti mencari lokasi yang steril dari keberatan warga.