Eks Stafsus Nadiem Negatifkan Grup WhatsApp "Mas Menteri Core Team" untuk Bahas Chromebook

Penjelasan Fiona Handayani tentang Grup Obrolan yang Tidak Berkaitan dengan Pengadaan Chromebook
Fiona Handayani, mantan staf khusus eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, menyangkal bahwa grup obrolan yang dibuat bersama Nadiem dan Jurist Tan khusus untuk membahas pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Bantahan ini disampaikan oleh kuasa hukum Fiona, Indra Haposan Sihombing, setelah mendampingi pemeriksaan kliennya di Gedung Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pada Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Indra menjelaskan bahwa keberadaan grup tersebut bukanlah untuk fokus pada pengadaan Chromebook. “Namanya orang terpilih, misalnya menjadi menteri dan dia membentuk tim, wajar-wajar saja, tapi bukan khusus membahas Chromebook,” ujar Indra.
Menurut Indra, grup chat itu dibuat untuk mengajak orang-orang yang akan bekerja bersama Nadiem yang akan menjadi Mendikbudristek saat itu. Ia juga menegaskan bahwa kliennya tidak terlibat dalam keputusan pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek. “Tidak ada (Fiona ikut pemutusan pengadaan) karena tidak ada juga tanda tangan. Itu yang menentukan kan ada pihak-pihak lain yang bisa ditanyakan langsung,” tambahnya.
Fiona menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Chromebook selama sekitar 11 jam pada Selasa. Dalam pemeriksaan tersebut, ia dicecar sekitar 60–70 pertanyaan mengenai berbagai hal, termasuk soal komunikasi dengan empat tersangka yang sebelumnya telah ditetapkan.
Grup WhatsApp "Mas Menteri Core Team"
Grup WhatsApp bernama "Mas Menteri Core Team" yang dibentuk pada Agustus 2019, atau sebelum Nadiem dilantik menjadi Mendikbudristek, diungkap oleh Kejagung. Grup ini disebut menjadi awal mula pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kemendikbudristek.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus pada Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa grup tersebut berisi orang terdekat eks Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, yaitu staf khusus Jurist Tan dan Fiona. Pada bulan Agustus 2019, Jurist Tan bersama-sama dengan NAM (Nadiem) dan Fiona membentuk grup WhatsApp tersebut yang sudah membahas rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek.
Setelah Nadiem dilantik menjadi menteri pada 19 Oktober 2019, kegiatan koordinasi menjadi lebih intens. Jurist diduga mengatur komunikasi dengan konsultan teknologi dari pihak luar, salah satunya Ibrahim Arief, untuk membahas pengadaan laptop berbasis Chromebook. Pada Desember 2019, Nadiem menugaskan Jurist Tan untuk memfasilitasi Ibrahim sebagai konsultan teknologi di Kemendikbudristek.
Setelah itu, berbagai rapat mulai intens dilakukan oleh Jurist Tan bersama Fiona melalui zoom meeting. Beberapa pejabat seperti Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021, Mulyatsyahda; dan Direktur Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih juga hadir dalam rapat tersebut.
Qohar mengatakan bahwa Jurist lantas meminta kepada Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyahda untuk menggunakan sistem operasi chrome pada laptop yang diadakan Kemendikbudristek. “Sedangkan staf khusus menteri seharusnya tidak mempunyai kewenangan dalam tahap perencanaan dan pengadaan barang dan jasa terkait dengan Chrome OS,” ujar Qohar.
Empat Tersangka dalam Kasus Pengadaan Chromebook
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kemendikbudristek, Kejagung diketahui telah menetapkan empat orang tersangka. Keempat tersangka itu adalah eks Stafsus Mendikbudristek era Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT); Eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief (Ibam); Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020-2021, Mulyatsyahda (MUL); dan Direktur Sekolah Dasar, Kemendikbudristek Sri Wahyuningsih (SW).
Abdul Qohar mengatakan, keempat tersangka tersebut telah bersekongkol dan melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan pengadaan laptop berbasis Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek tahun 2020-2022. Pengadaan program teknologi informasi dan komunikasi (TIK) itu bahkan dilakukan sebelum Nadiem Makarim resmi menjabat sebagai menteri.
Para tersangka juga mengarahkan tim teknis kajian teknologi informasi dan komunikasi untuk memilih vendor penyedia laptop yang menggunakan sistem operasi Chrome OS. Pengadaan bernilai Rp 9,3 triliun ini dilakukan untuk membeli laptop hingga 1,2 juta unit. Namun, menurut Qohar, laptop ini justru tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh guru dan siswa.
Pasalnya, untuk menggunakan laptop berbasis Chromebook ini perlu jaringan internet. Diketahui, sinyal internet di Indonesia belum merata hingga ke pelosok dan daerah 3 T (Terdepan, Terluar, Tertinggal). Atas perbuatan para tersangka tersebut, Qohar menyebut, negara dirugikan sekitar Rp 1,98 triliun.