7 Jam di Kantor Kejati, Marten Taha Diperiksa 30 Pertanyaan Soal Dana Perjadin

7 Jam di Kantor Kejati, Marten Taha Diperiksa 30 Pertanyaan Soal Dana Perjadin

Mantan Wali Kota Gorontalo Diperiksa Kembali dalam Kasus Dugaan Penyalahgunaan Perjadin

Marten Taha, mantan Wali Kota Gorontalo, kembali dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi Gorontalo sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana penyalahgunaan perjalanan dinas (perjadin). Pemanggilan ini terjadi pada Selasa (5/8/2025), di mana Marten tiba di kantor kejaksaan sekitar pukul 09.00 WITA dan selesai menjalani pemeriksaan pada pukul 16.00 WITA.

Saat dimintai keterangan, Marten menegaskan bahwa ia hanya berstatus sebagai saksi dalam pemanggilan tersebut. Ia menyampaikan bahwa ia memberikan kesaksian terkait dengan permintaan dari Kejaksaan Tinggi mengenai masalah yang sedang disidik. "Saya hanya menyampaikan pendalaman pada pemeriksaan pertama," ujarnya.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Gorontalo, Dadang Djafar, menjelaskan bahwa pemanggilan Marten merupakan kelanjutan dari proses pemeriksaan sebelumnya. "Setelah ditingkatkan ke penyidikan, yang bersangkutan kami panggil kembali untuk memperjelas kejadian di masa kepemimpinannya," terangnya.

Pemeriksaan ini terkait dugaan adanya perjadin fiktif yang dilakukan oleh pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Gorontalo. Dalam pemeriksaan tersebut, Marten masih berstatus sebagai saksi. Sebanyak 30-an pertanyaan diajukan kepada Marten, sehingga pemeriksaan berlangsung cukup lama.

Dadang Djafar menegaskan bahwa penyidikan akan tetap berlangsung dan ada kemungkinan akan memanggil sejumlah saksi lain. "Pemeriksaan masih akan berlanjut. Kami masih berupaya mengumpulkan bukti yang jelas sebelum menetapkan tersangka," katanya.

Dari pantauan, Marten diperiksa di ruang Pidana Khusus (Pidsus). Ia datang dengan mengenakan kemeja putih dan celana hitam, menggunakan mobil Innova berwarna krem. Pemeriksaan ini merupakan kelanjutan dari proses penyelidikan yang sudah berjalan sejak tahun 2025.

Sebelumnya, Marten telah diperiksa pada April 2025. Penyidikan bertujuan menggali informasi mengenai dugaan pencairan dana perjadin ke rekening pribadi melalui sistem pinjaman internal. Kasus ini pertama kali mencuat saat persidangan kasus gratifikasi proyek peningkatan Jalan Nani Wartabone.

Publik kini menanti kelanjutan penanganan kasus ini, termasuk kemungkinan adanya penyimpangan yang merugikan keuangan negara.

Pandangan Ahli Hukum

Direktur Pusat Kajian Hukum Pidana Provinsi Gorontalo, Apriyanto Nusa, memberikan pandangannya terkait proses hukum yang saat ini berjalan. Ia menegaskan bahwa penegakan hukum tindak pidana korupsi bisa dimulai dari informasi persidangan tanpa harus menunggu laporan masyarakat.

"Penegakan hukum pidana korupsi, informasi dari hasil persidangan bisa menjadi bukti awal untuk melakukan proses penyelidikan tanpa harus menunggu laporan. Karena tindak pidana korupsi masuk dalam kualifikasi delik biasa," ujar Apriyanto.

Menurutnya, penyidik wajib segera bertindak ketika mendapatkan informasi atau dugaan terjadinya tindak pidana korupsi. "Tidak harus ada pelapor dulu, sebenarnya ketika penyidik mendapatkan informasi atau dugaan terjadinya peristiwa pidana korupsi, maka wajib untuk melakukan tindakan. Segera untuk melakukan upaya proses penegakan hukum," jelasnya.

Apriyanto juga menyebut bahwa proses pengembangan kasus yang sedang dilakukan saat ini merupakan bagian dari rangkaian pembuktian perkara sebelumnya. Hasil pemeriksaan dalam persidangan menjadi dasar untuk menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain.

"Ya, berdasarkan fakta dan hasil pemeriksaan sidang pengadilan itu yang kemudian dikembangkan. Mencari informasi, kemudian mencari data-data dokumen yang berhubungan dengan peristiwa pidana yang terungkap dalam proses persidangan," jelasnya.

Apriyanto menguraikan, jika ternyata memang benar-benar berdasarkan hasil dan ada dugaan keterlibatan pihak lain, maka pihak lain itu masuk dalam konsep penyertaan. "Itu disebut dengan turut serta ikut terlibat," katanya.

Ia juga menilai bahwa proses penyidikan yang dilakukan oleh Kejati Gorontalo berlangsung cukup cepat. Beberapa bulan setelah putusan pengadilan atas korupsi Jalan Nani Wartabone, surat perintah penyidikan sudah diterbitkan.

"Kalau saya lihatnya ini terbilang cepat karena praktis setelah putusan pengadilan yang kemarin hingga saat ini kan hanya memerlukan berapa bulan. Bahkan sekarang sudah keluar surat perintah penyidikan," urainya.

Meski sudah naik ke tahap penyidikan, namun Kejati belum menetapkan siapa tersangka dan berapa total kerugian negara. Apriyanto menjelaskan bahwa penetapan tersangka tidak boleh dilakukan sebelum ada kejelasan mengenai nilai kerugian keuangan negara.

"Tidak boleh ada penetapan tersangka dulu sebelum clear dulu terkait dengan nilai kerugian. Kerugian keuangan negara itu merupakan unsur tindak pidana di pasal 3," tegasnya.

Apriyanto menyebut bahwa saat ini proses penggeledahan bertujuan untuk mencari dokumen yang relevan agar bisa digunakan dalam penyidikan lebih lanjut. "Ini tujuannya untuk pembuktian, tujuan untuk membuat terang peristiwa ini apakah ada keterlibatan pihak lain atau tidak," pungkasnya.