Benarkah Wakil Presiden Tak Berperan dalam Abolisi dan Amnesti? Ini Jawaban Ahli
Presiden Mengeluarkan Abolisi dan Amnesti untuk Beberapa Napi
Presiden Prabowo Subianto telah mengeluarkan kebijakan abolisi terhadap mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, serta memberikan amnesti kepada mantan Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto. Selain keduanya, sekitar seribu narapidana lainnya juga mendapatkan pengampunan dari pemerintah. Keputusan ini diambil setelah mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) melalui Surat Presiden Nomor R43/Pres/072025 yang mengatur pemberian abolisi bagi Tom Lembong, dan Surat Presiden Nomor 42/Pres/072025 yang mencakup pemberian amnesti termasuk bagi Hasto.
Abolisi adalah wewenang presiden untuk menghentikan proses hukum terhadap individu atau kelompok yang sedang menghadapi tuntutan pidana. Sementara itu, amnesti merupakan bentuk pengampunan yang diberikan kepada pelaku tindak pidana tertentu, yang secara resmi menghapuskan hukuman mereka.
Muncul pertanyaan publik apakah dalam proses pemberian abolisi dan amnesti ini, presiden perlu melibatkan Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka. Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menjelaskan bahwa keterlibatan wakil presiden hanya dimanfaatkan ketika presiden tidak dapat berfungsi secara optimal.
Menurut Abdul Fickar, posisi wakil presiden hampir sama dengan menteri dalam sistem pemerintahan presidensial. Meskipun wakil presiden dipilih bersama presiden dalam pemilu, fungsinya hanya menjadi optimal jika presiden berhalangan. Dalam kondisi normal, keputusan akhir tetap diambil oleh presiden sendiri, sehingga nama produk atau keputusannya adalah keputusan presiden, bukan keputusan bersama antara presiden dan wakil presiden.
Tugas Wakil Presiden dalam Sistem Pemerintahan
Abdul Fickar menekankan bahwa selama presiden tidak berhalangan, wakil presiden hanyalah sebagai ban serep. "Bisa saja tidak digunakan secara maksimal karena tugasnya hampir sama dengan tugas presiden," jelasnya.
Sebelumnya, Hasto Kristiyanto dan Thomas Lembong secara resmi dibebaskan dari tahanan pada Jumat (1/8/2025) malam. Hasto ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus suap terhadap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, dalam pengurusan PAW anggota DPR RI. Ia divonis 3,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Sementara itu, Thomas Lembong, yang merupakan terdakwa dalam perkara impor gula, ditahan di Rutan Cipinang, Jakarta Timur. Eks Mendag itu dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara sebelum akhirnya mendapat abolisi.
Perbedaan Antara Amnesti dan Abolisi
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid, menjelaskan perbedaan antara amnesti dan abolisi. Menurut Fahri, kedua instrumen ini merupakan hak konstitusional presiden yang berakar dari Pasal 14 ayat (2) UUD 1945.
Amnesti diberikan sebagai sarana pengampunan berupa penghapusan hukuman yang diberikan oleh presiden terhadap seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana. Namun, tidak semua tindak pidana berhak mendapatkan amnesti, terutama jika tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana kejahatan internasional atau melanggar HAM.
Amnesti tidak memerlukan permohonan khusus dan dapat diberikan tanpa pengajuan, meskipun pada praktiknya diusulkan oleh Sekretariat Negara dan diserahkan ke DPR untuk pertimbangan. Di sisi lain, abolisi memiliki prosedur dan syarat yang lebih ketat.
Fahri menjelaskan, abolisi memiliki tiga syarat pengajuan: pertama, terpidana belum menyerahkan diri atau sudah menyerahkan diri; kedua, terpidana sedang menjalani atau telah menyelesaikan pembinaan; ketiga, terpidana sedang dalam penahanan selama proses pemeriksaan, penyelidikan, dan penyidikan.
Ia menegaskan, kedua instrumen ini tetap harus mendapat pertimbangan DPR agar sesuai dengan prinsip checks and balances.