Harun Masiku dan Jurist Tan Tersangkut Kasus Imipas, Paspor Mereka Bakal Dicabut

Harun Masiku dan Jurist Tan Tersangkut Kasus Imipas, Paspor Mereka Bakal Dicabut

Penanganan Buron KPK dan Tersangka Korupsi di Indonesia

Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) menyatakan siap mencabut paspor Harun Masiku dan Jurist Tan jika diminta oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Langkah ini dilakukan karena keduanya tidak diketahui keberadaannya setelah mangkir dari panggilan lembaga penegak hukum.

Harun Masiku, yang menjadi buron KPK terkait kasus suap proses pengurusan Pergantian Antar Waktu (PAW) Anggota DPR, masih dalam pencarian. Sementara itu, Jurist Tan, tersangka Kejagung terkait dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook, juga belum dapat dipanggil untuk pemeriksaan.

"Kalau memang perlu (cabut paspor Harun Masiku-Jurist Tan) ya kita cabut juga. Enggak apa-apa, kalau ada permintaan kita cabut, kita cabut. Enggak ada masalah," ujar Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto.

Status Riza Chalid di Malaysia

Terkait dengan Riza Chalid, yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero), pihak Imipas mengatakan bahwa keberadaannya terlacak di Malaysia. Pihaknya telah berkoordinasi dengan pemerintah setempat untuk mencari lokasi Riza Chalid. Namun, saat ini masih menunggu informasi lebih lanjut.

"Ya kan yurisdiksi negara beda. Kita sudah minta bantuan, tapi kan kita tunggu follow up dari mereka. Kita kan enggak bisa memaksakan yurisdiksi negaranya masing-masing," jelas Agus.

Sebelumnya, paspor Riza Chalid telah dicabut sebagai langkah pencegahan agar tidak melakukan perjalanan keluar negeri. "Dicabut (paspornya) biar enggak ke mana-mana, kalau dipakai nanti pasti akan diinfo ke kita," tambahnya.

Red Notice untuk Riza Chalid dan Jurist Tan

Kejaksaan Agung sedang memproses permohonan penerbitan red notice terhadap Riza Chalid dan Jurist Tan. Permohonan ini disampaikan kepada Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Polri. Anang Supriatna, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, menjelaskan bahwa seluruh data yang dibutuhkan dalam mekanisme pemanggilan telah dilengkapi.

Setelah semua syarat terpenuhi, permohonan red notice akan diteruskan oleh Polri ke kantor pusat Interpol di Lyon, Prancis, untuk verifikasi dan persetujuan.

Proses Penyidikan Terhadap Harun Masiku

Meski Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto telah mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo Subianto, KPK tetap melanjutkan penyidikan terhadap Harun Masiku. Juru Bicara KPK, Budi, menyatakan bahwa proses penyidikan masih berlangsung.

"Yang pasti KPK masih akan melanjutkan proses penyidikannya, termasuk terkait dengan DPO HM (Harun Masiku) juga masih terus dilakukan pencarian sehingga perkara ini bisa betul-betul tuntas, diselesaikan oleh KPK," ujarnya.

Status DPO Jurist Tan

Jurist Tan telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Namun, penyidik Kejaksaan Agung masih kesulitan memeriksa mantan stafsus Nadiem Makarim tersebut karena keberadaannya yang tidak diketahui.

Pemanggilan ketiga oleh penyidik pada 25 Juli 2025 tidak diindahkan oleh Jurist Tan. Akibatnya, statusnya kini sedang diproses untuk masuk daftar pencarian orang (DPO).

Spekulasi Keberadaan Jurist Tan di Singapura

Muncul spekulasi bahwa Jurist Tan berada di Singapura. Namun, Kementerian Luar Negeri Singapura menegaskan bahwa ia tidak tercatat masuk wilayah mereka. "Menurut catatan imigrasi kami, Jurist Tan tidak berada di Singapura. Kami telah menyampaikan informasi ini kepada pihak Indonesia," tulis juru bicara Kementerian Luar Negeri Singapura dalam pernyataan resmi.

Kasus Pengadaan Laptop Chromebook

Kasus korupsi ini bermula dari proyek pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) senilai Rp 9,3 triliun pada 2020–2022. Proyek tersebut melibatkan pengadaan 1,2 juta unit laptop Chromebook yang akan dibagikan ke satuan pendidikan di seluruh Indonesia, termasuk wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).

Empat tersangka yang terlibat adalah Jurist Tan, eks konsultan teknologi Ibrahim Arief, eks Dirjen PAUD-Dikdasmen Mulyatsyahda, dan eks Direktur SD Sri Wahyuningsih. Diduga, keempatnya menyusun petunjuk pelaksanaan yang mengarahkan pada satu merek dan sistem operasi tertentu, yakni Chrome OS. Padahal, berdasarkan kajian internal Kemendikbudristek, laptop berbasis Chrome OS memiliki kelemahan dan tidak cocok digunakan secara optimal di berbagai wilayah, terutama daerah 3T.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menyatakan bahwa Jurist Tan diduga melobi ketiga tersangka lain untuk memilih produk Chromebook. Meskipun tidak memiliki kewenangan formal dalam pengadaan barang dan jasa, ia diduga ikut memengaruhi keputusan pengadaan.

Qohar menjelaskan bahwa Kemendikbudristek membeli sekitar 1,2 juta unit laptop Chromebook yang seluruhnya diwajibkan menggunakan sistem operasi Chrome OS, sesuai instruksi langsung dari Menteri Nadiem Anwar Makarim.

Laptop yang telah didistribusikan ternyata tidak dapat digunakan secara optimal. "(Laptop) tidak dapat digunakan secara optimal karena Chrome OS sulit digunakan, khususnya bagi guru dan siswa pelajar," ujar Qohar.

Kejagung memperkirakan nilai kerugian negara dari proyek ini mencapai Rp 1,98 triliun. Dengan status DPO yang tengah diproses dan lokasi keberadaan Jurist Tan belum diketahui, penyidikan kasus ini masih terus berjalan di tengah sorotan publik.