Medan Hari Ini: Kejaksaan Didesak Periksa Pengadaan Lahan Damkar Rp2,6 Miliar di Medan Marelan

Proyek Pengadaan Lahan di Medan Marelan Disorot
Proyek pengadaan lahan senilai Rp2,6 miliar untuk pembangunan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Medan kini menjadi perhatian publik. Lokasi proyek ini berada di kawasan Medan Marelan, tepatnya di Jalan Kapten Rahmad Budin, Kelurahan Terjun. Namun, kejanggalan terjadi karena harga yang dibayarkan oleh Pemerintah Kota Medan dinilai jauh melampaui harga pasaran setempat.
Forum Komunikasi Suara Masyarakat (FKSM) menilai bahwa harga tanah di lokasi tersebut hanya berkisar antara Rp1,5 juta per meter persegi. Namun, nilai ganti rugi yang diberikan kepada pemilik lahan, Rita Handayani, mencapai lebih dari Rp2,6 miliar. Hal ini memicu kecurigaan terhadap transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan lahan tersebut.
Irwansyah, Ketua Umum FKSM, menyatakan bahwa pihaknya meminta Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara maupun Kejaksaan Negeri Belawan segera melakukan penyelidikan terkait kejanggalan ini. Menurut Irwansyah, proses pengadaan lahan tidak sesuai dengan prinsip akuntabilitas dan potensi kerugian negara harus dicegah atau dipulihkan.
Dokumen resmi yang digunakan dalam pengadaan lahan ini meliputi Surat Perintah Membayar (SPM) dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). SPM nomor 12.71/03.0/000244/LS/1.04.2.11.2.10.02.0000/P4/7/2025 tanggal 1 Juli 2025 dan SP2D nomor 12.71/04.0/000237/LS/1.04.2.11.2.10.02.0000/P4/7/2025 tanggal 14 Juli 2025. Dokumen ini ditandatangani oleh Kuasa Bendahara Umum Daerah, Yus Agustine Leo.
Total dana sebesar Rp2.686.001.000 ditransfer ke rekening Bank Sumut atas nama Rita Handayani. Proyek ini berada di bawah tanggung jawab Dinas Perumahan Kawasan Permukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang (PKPCKTR) Kota Medan.
Namun, FKSM mencurigai adanya kejanggalan administratif. Menurut mereka, beberapa dokumen pelengkap pengadaan tanah baru diteken oleh pejabat terkait setelah pembayaran dicairkan. Hal ini menunjukkan ketidaksesuaian dalam proses pengadaan lahan.
Upaya konfirmasi yang dilakukan kepada Rita Handayani tidak berhasil mendapatkan respons. Pesan WhatsApp yang dikirim awak media hanya menampilkan centang dua tanpa balasan. Demikian pula saat menghubungi Walikota Medan Rico Waas, tidak ada respons yang diterima.
Kepala Dinas PKPCKTR Medan melalui Kabid Tata Ruang, Dina, memberikan tanggapan singkat melalui pesan WhatsApp. Ia menyatakan bahwa proses pengadaan telah dilakukan sesuai aturan yang berlaku. "Pengadaan tanah tersebut dilakukan berdasarkan penilaian Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP)," tulis Dina. Namun, ia enggan merinci lebih lanjut tentang transparansi harga atau mekanisme evaluasi yang digunakan.
Pantauan media di lokasi menunjukkan bahwa lahan yang dibeli dengan harga miliaran rupiah masih berupa semak belukar. Tidak ada tanda-tanda bahwa lahan tersebut telah menjadi aset milik Pemko Medan atau diperuntukkan bagi pembangunan fasilitas Damkar.
Beberapa warga sekitar juga mengonfirmasi bahwa harga tanah di wilayah tersebut umumnya tidak lebih dari Rp1,5 juta per meter persegi. "Waktu itu tanah itu ditawarkan ke publik sekitar Rp1,5 juta per meter. Tapi tiba-tiba dibeli Pemko dengan harga jauh lebih tinggi," kata seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Kasus ini kembali menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap pengadaan lahan dan proyek pemerintah daerah. Di tengah keterbatasan anggaran dan risiko praktik mark-up atau kongkalikong, transparansi dan akuntabilitas menjadi hal yang sangat penting.
FKSM secara terbuka meminta Kejaksaan mengusut tuntas kasus ini, termasuk memeriksa pejabat terkait dan pemilik lahan. Mereka juga memastikan tidak ada unsur penyalahgunaan wewenang atau permainan harga di balik transaksi jumbo ini. "Ini bukan soal siapa yang menjual, tapi bagaimana uang rakyat digunakan. Setiap rupiah yang keluar wajib diaudit dan dipertanggungjawabkan," pungkas Irwansyah.