Perbanas: Bank Perlu Payung Hukum Hadapi Kejahatan Keuangan

Kolaborasi dalam Mengatasi Kejahatan Keuangan Digital
Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) menyoroti pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak dalam menghadapi kejahatan keuangan digital. Hal ini termasuk penanganan kasus judi online atau kejahatan lain yang semakin marak di tengah perkembangan teknologi. Menurut Fransiska Oei, Ketua Bidang Hukum dan Kepatuhan Perbanas, diperlukan adanya payung hukum yang memadai untuk mendukung perbankan dalam melakukan investigasi dan tindakan proaktif.
Fransiska menjelaskan bahwa kejahatan keuangan digital tidak dapat ditangani oleh satu pihak saja. Dibutuhkan kerja sama lintas sektor, termasuk antara perbankan, lembaga pengawas, dan pemerintah. Ia menekankan bahwa bank harus memiliki kewenangan untuk melakukan deteksi dan tindakan sendiri tanpa selalu menunggu instruksi dari regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), atau Kementerian Komunikasi dan Informatika (Komdigi).
“Bank bisa melakukan investigasi sendiri, jadi kami tidak harus pasif, tapi bisa juga kami lakukan blokir, penutupan rekening,” ujarnya. Namun, ia juga menyebutkan bahwa jika bank melakukan pemblokiran tanpa dasar hukum yang jelas, ada risiko terkena tuntutan hukum dari nasabah. Oleh karena itu, perlindungan hukum dari pemerintah dan regulator sangat diperlukan.
Selain itu, Fransiska mengungkapkan tantangan lain dalam penanganan kejahatan keuangan digital adalah masalah perlindungan data konsumen. Bank sering bekerja sama dengan aggregator, switching company, atau fintech untuk mendapatkan data tambahan, terutama ketika pelaku bukan merupakan nasabah langsung dari bank tersebut. Proses ini membutuhkan koordinasi yang baik agar data konsumen tetap aman.
Tantangan Baru dalam Kejahatan Finansial
Menurut Fransiska, salah satu tantangan baru dalam kejahatan finansial adalah modus rekening take over. Modus ini melibatkan pembobolan rekening bank melalui cara-cara yang sebelumnya belum banyak diketahui. Untuk mengatasi hal ini, perbankan telah melakukan berbagai upaya mitigasi, mulai dari edukasi kepada masyarakat hingga penguatan kebijakan internal.
Edukasi dilakukan tidak hanya kepada nasabah, tetapi juga kepada staf internal. Mereka diajarkan tentang risiko kejahatan digital, perlindungan data, serta kewaspadaan terhadap modus-modus baru seperti rekening take over. Selain itu, bank juga meningkatkan proses Customer Due Diligence (CDD) dan Enhanced Due Diligence (EDD), termasuk verifikasi data Dukcapil.
Namun, kendala tetap ada. Beberapa kasus menunjukkan adanya data Dukcapil palsu atau perusahaan fiktif yang digunakan untuk membuka rekening. Hal ini memperkuat kebutuhan untuk memperketat pengawasan dan pemeriksaan data.
Edukasi di Daerah dan Sinergi Lintas Sektor
Edukasi juga menjadi prioritas utama, terutama di daerah-daerah pelosok yang masih kurang memahami ancaman kejahatan digital. Fransiska menyarankan penguatan dari sisi keagamaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menghindari tindakan yang merugikan.
Di sisi lain, Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen OJK, Rizal Ramadhani, menjelaskan bahwa Satgas PASTI melalui Indonesia Anti Scam Center (IASC) terus mengumpulkan data kerugian masyarakat akibat penipuan online. Berdasarkan catatan OJK, pada Juni 2025, nilai kerugian mencapai Rp 4,1 triliun, dengan total dana korban yang diblokir mencapai Rp 348,3 miliar.
Rizal juga menyebutkan bahwa setiap hari tercatat sekitar 822 laporan kejahatan finansial, dengan total 26.463 laporan per bulan. Korban berasal dari berbagai profesi, dan modus penipuan terus berkembang. Salah satu modus yang marak adalah penipuan dengan meniru tokoh penting atau terkenal, sehingga korban percaya dan menguras uang di rekening bank.
Selain itu, para pelaku kejahatan finansial kini menggunakan platform digital seperti WhatsApp, Twitter, dan aplikasi lainnya. Modus ini melibatkan bank sebagai sarana maupun sasaran. Rizal menegaskan bahwa satgas selalu bersinergi dengan kementerian, asosiasi, dan lembaga terkait untuk menghadapi ancaman ini.