Pertumbuhan Ekonomi Q2-2025, Apakah Layak Diberi Puji atau Kagum?

Featured Image

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Q2 2025: Angka yang Mengagumkan atau Tanda Peringatan?

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua tahun 2025 mencapai angka 5,12%. Angka ini terlihat mengesankan mengingat berbagai tantangan ekonomi yang dihadapi masyarakat, seperti tekanan biaya hidup dan penurunan daya beli. Namun, apakah pertumbuhan ini benar-benar mencerminkan kondisi ekonomi yang sehat? Untuk menjawabnya, kita perlu melihat faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan tersebut serta masalah yang masih ada di tingkat bawah.

Faktor-Faktor Pendukung Pertumbuhan Ekonomi

Salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi rumah tangga. Meskipun daya beli masyarakat sedang tertekan, aktivitas belanja tetap dilakukan, terutama untuk kebutuhan pokok. Hal ini didorong oleh momen musiman seperti libur Idul Fitri dan masa tahun ajaran baru. Konsumsi domestik tumbuh sebesar 4,97% secara tahunan (yoy) dan memberikan kontribusi sebesar 54,25% terhadap PDB Q2 2025.

Investasi juga menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, yaitu sebesar 6,99% yoy. Kontribusi dari proyek infrastruktur seperti MRT Jakarta dan proyek besar lainnya membantu meningkatkan belanja modal. Sementara itu, ekspor barang dan jasa naik 10,67% yoy, didukung oleh pengiriman komoditas seperti minyak nabati, logam, elektronik, dan komponen otomotif. Peningkatan ekspor ini juga dipengaruhi oleh rencana kenaikan tarif AS.

Sektor jasa juga ikut berkontribusi dengan pertumbuhan sebesar 11,31%, sementara pulau Jawa masih menjadi pusat pertumbuhan ekonomi nasional dengan kontribusi 56,94% dari PDB dan pertumbuhan 5,24% yoy.

Masalah di Tingkat Bawah

Meski angka pertumbuhan terlihat positif, di tingkat mikro masih banyak persoalan yang perlu diperhatikan. Pengangguran, penghasilan yang stagnan, dan daya beli yang lemah menjadi isu utama. Daya beli yang rendah memicu peningkatan penggunaan dana simpanan dan kredit konsumsi sebagai sumber pendanaan. Menurut data Bank Indonesia, DPK (Dana Pihak Ketiga) turun dari 7%-8% menjadi 5%-6% di pertengahan 2025, terutama dari dana simpanan di bawah Rp100 juta.

Kredit konsumsi juga meningkat, meskipun sedikit menurun dari 8,82% pada Mei 2025 menjadi 8,49% pada Juni 2025. Kenaikan kredit ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih memilih utang sebagai alternatif pendanaan ketika daya beli lemah.

Selain itu, beberapa sumber pendanaan lain seperti gig economy, pekerjaan sampingan, dan penjualan aset juga berkontribusi dalam menjaga arus kas rumah tangga. Program bansos pemerintah juga memberikan dampak positif meskipun jumlahnya tidak besar.

Kualitas Pertumbuhan Ekonomi

Joseph E. Stiglitz, pemenang Nobel Ekonomi 2001, menilai kualitas pertumbuhan ekonomi melalui dua parameter utama: ketimpangan dan penciptaan lapangan kerja. Berdasarkan data BPS, rasio Gini Indonesia pada Maret 2025 adalah 0,375, sedikit menurun dari 0,379 pada Maret 2024. Namun, ketimpangan masih terjadi antara daerah urban dan rural, dengan rasio Gini di daerah urban mencapai 0,395 dibandingkan 0,299 di daerah rural.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Maret 2025 adalah 4,76%, turun dari 4,82% pada Maret 2024. Meskipun ada sedikit peningkatan, penciptaan lapangan kerja formal masih belum signifikan, sehingga pekerjaan informal dan gig economy tetap menjadi andalan masyarakat.

Perbandingan dengan Negara ASEAN

Dalam konteks regional, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,12% cukup kompetitif dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand (3,8%), Malaysia (4,7%), dan Vietnam (5,1%). Filipina memiliki pertumbuhan tertinggi dengan 6%. Namun, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam hal pengangguran dan ketimpangan sosial.

Rasio Gini Indonesia adalah 0,375, lebih baik dibandingkan Thailand (0,393), Malaysia (0,403), dan Filipina (0,42%). Namun, ketimpangan sosial tetap menjadi isu utama yang perlu diperhatikan.

Kesimpulan

Pencapaian ekonomi Indonesia pada kuartal kedua 2025 patut diapresiasi, tetapi tidak boleh dianggap sebagai indikator keseluruhan kondisi ekonomi. Pertumbuhan harus disertai dengan peningkatan kesejahteraan, pemerataan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja yang lebih baik. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi tidak hanya menjadi angka di atas kertas, tetapi benar-benar dirasakan oleh seluruh masyarakat.