Prabowo Beli 48 Pesawat Tempur Turki Ratusan Triliun, Darimana Uangnya?

Pembelian Pesawat Tempur KAAN: Tantangan Anggaran dan Kebutuhan Pertahanan
Pembelian 48 unit pesawat tempur KAAN dari Turki seharga lebih dari Rp160 triliun menjadi topik perdebatan di kalangan ekonom dan pengamat militer. Kesepakatan ini dilakukan di tengah situasi APBN yang sedang mengalami defisit, serta kebijakan efisiensi anggaran yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Bhima Yudhistira, Direktur Center for Economic and Law Studies (Celios), menyoroti bahwa sekitar 25% penerimaan pajak negara, yaitu sekitar Rp552 triliun, digunakan untuk membayar bunga utang yang mencapai Rp800 triliun. Sementara itu, pemerintah memperkirakan defisit APBN pada tahun 2025 akan mencapai sekitar Rp662 triliun.
“Saya tidak mengerti, mau dibayar pakai apa? Uangnya [APBN] sudah hampir tidak ada, kecuali menambah utang. Tapi itu bisa membuat terperangkap utang dan menjadi negara yang gagal secara sistemik,” ujar Bhima.
Di sisi lain, jika pembelian pesawat tersebut menggunakan anggaran APBN, maka potensi terjadi penurunan alokasi anggaran untuk belanja prioritas seperti pendidikan dan kesehatan. Biaya pembelian pesawat KAAN lebih besar dari total dana abadi pendidikan LPDP sebesar Rp154 triliun, atau sepertiga dari anggaran perlindungan sosial Rp504,7 triliun yang menyasar puluhan juta warga.
Kebutuhan Modernisasi Kekuatan Udara Indonesia
Dari sisi pertahanan, pakar militer BRIN, Muhamad Haripin, menyatakan bahwa pembelian pesawat jet tempur memang dibutuhkan dalam rangka modernisasi kekuatan pelindung langit Indonesia. Namun, ia menekankan pentingnya mempertimbangkan skema pembiayaan, kesiapan personel, dan pembaruan doktrin agar pesawat-pesawat itu dapat optimal dan berguna.
Haripin menyoroti bahwa saat ini, mayoritas pesawat tempur yang dimiliki Indonesia sudah berusia lebih dari 20 tahun, sehingga perlu pengadaan baru untuk memperkuat armada udara. Saat ini, TNI AU mengandalkan 33 pesawat F-16 AM, BM, C, dan D, yang sudah berusia lebih dari 30 tahun, serta 16 pesawat Sukhoi 27 dan 30 dengan usia hampir 20 tahun sebagai pesawat tempur utama.
Peran Mitra Industri Pertahanan Nasional
Indonesia menjadi pembeli pertama pesawat KAAN, yang dikembangkan oleh Turkish Aerospace Industries (TAI atau TUSAŞ). Pesawat ini dirancang untuk misi superioritas udara, serangan presisi, penaklukan pertahanan udara musuh, hingga peperangan elektronik. Selain itu, KAAN memiliki kemampuan siluman, supercruise, sensor fusion, dan operasi berbasis jaringan.
Dalam proses pengadaan, dua entitas industri pertahanan nasional, yaitu PT Republik Aero Dirgantara (PT RAD) dan PT Dirgantara Indonesia (PTDI), ditunjuk sebagai mitra utama dengan Turkish Aerospace Industries. PT RAD akan bertanggung jawab dalam pembangunan fasilitas MRO (maintenance, repair, and overhaul) utama jet tempur KAAN di Indonesia, sementara PTDI akan terlibat dalam proses perakitan akhir sebagian unit KAAN di Indonesia.
Selain itu, Republikorp juga bekerja sama dengan Roketsan Turki dalam memproduksi sistem rudal ÇAKIR ke Indonesia. Perusahaan ini juga bekerja sama dengan PAVO Group dari Turki dalam menyediakan sistem intelijen canggih untuk TNI di berbagai matra, serta dengan perusahaan Prancis SECAMIC dalam pengembangan layanan Maintenance, Repair, and Overhaul (MRO) yang mencakup sejumlah pesawat sipil dan militer di Indonesia.
Pandangan Pengamat Militer
Pengamat militer dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, Muhamad Aripin, menyatakan bahwa pembelian pesawat tempur KAAN memang dibutuhkan karena jumlah dan kekuatan armada udara Indonesia masih jauh dari ideal. Ia menilai bahwa kekuatan dan teknologi jet tempur Indonesia masih terbatas, dan tulang punggung kekuatan udara Indonesia bertumpu pada jet-jet tempur generasi empat dan sebelumnya.
Sementara itu, Khairul Fahmi dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) berpandangan bahwa pembelian KAAN telah tepat dan rasional, karena dilakukan dengan skema kontrak jangka panjang. “Ini bukan belanja impulsif, tapi bagian dari strategi, ada pertimbangan geopolitiknya, efisiensi industrinya, dan juga kesinambungan kekuatan,” ujarnya.
Kebijakan Efisiensi Anggaran dan Kebutuhan Pertahanan
Menurut Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, efisiensi anggaran yang digaungkan Prabowo tidak berarti tidak berbelanja. Memperkuat pertahanan dengan menggunakan alutsista-alutsista memang itu kita butuhkan, kita perlukan.
Pembelian pesawat KAAN adalah salah satu langkah dalam upaya memperkuat kapasitas industri pertahanan dalam negeri. Selain itu, Prabowo juga sebelumnya memesan 42 jet tempur Rafael dari Prancis senilai Rp132 triliun, serta berbagai persenjataan lainnya. Dengan demikian, TNI AU berupaya meningkatkan kekuatan udara guna menjaga kedaulatan dan keamanan negara.