Sekjen DPR RI: Hari Didong, Jiwa yang Merawat Warisan Budaya Gayo

Sekjen DPR RI: Hari Didong, Jiwa yang Merawat Warisan Budaya Gayo

Perayaan Hari Didong 2025 di Jakarta Dukungan Penuh dari Sekjen DPR RI

Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Sekjen DPR RI), Dr Indra Iskandar MSi, memberikan apresiasi dan dukungan penuh terhadap pelaksanaan peringatan Hari Didong 2025. Acara ini digelar di Aula Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada Selasa (5/8/2025). Dalam sambutannya, ia menekankan bahwa perayaan ini bukan hanya sekadar panggung seni, tetapi juga menjadi panggilan jiwa untuk merawat warisan budaya dan menjaga identitas masyarakat Gayo.

Didong sastra lisan khas Gayo, menurutnya, memiliki nilai luhur yang harus terus diwariskan. “Didong bukan hanya hiburan, ia adalah cerminan jiwa dan nilai-nilai masyarakat Gayo yang diwariskan turun-temurun,” ujarnya.

Profil Singkat Sekjen DPR RI Dr Indra Iskandar MSi

Dr Indra Iskandar MSi adalah seorang birokrat senior Indonesia yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal DPR RI sejak tahun 2018. Berikut beberapa jenjang karier yang pernah diemban olehnya:

  • 1997–2000: PNS di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
  • 2000–2018: Berkarier di Sekretariat Negara RI
  • 2018–sekarang: Sekjen DPR RI
  • 2021–2024: Komisaris PT Biro Klasifikasi Indonesia

Peringatan Hari Didong

Peringatan Hari Didong diselenggarakan oleh Komunitas Desember Kopi bekerja sama dengan Dinas Perpustakaan dan Arsip DKI Jakarta serta PDS HB Jassin. Acara ini bertajuk “Jiwa Gayo, Merayakan Didong” dan merupakan bentuk penghormatan, pelestarian, serta revitalisasi terhadap seni Didong. Seni ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional pada tahun 2015.

Indra mengingatkan bahwa eksistensi Didong menghadapi tantangan besar, terutama minimnya regenerasi dan dukungan. Oleh karena itu, momen seperti ini sangat penting sebagai bagian dari ikhtiar menjaga keberlanjutan tradisi di tengah arus perubahan zaman.

Hari Didong ditetapkan pada 5 Agustus melalui kesepakatan bersama dalam Seminar Didong Gayo yang berlangsung di Takengon pada 2023. Acara ini dihadiri lebih dari 200 seniman dari tiga kabupaten: Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues.

Rangkaian Acara dan Peserta

Rangkaian acara kali ini menampilkan dialog budaya bersama Maestro Didong Udin Musara diwakili putranya, Azzam Musara, karena yang bersangkutan sedang sakit. Kemudian hadir juga seniman muda Ajli Rahmadi, serta jurnalis budaya Fikar W Eda. Ada juga pertunjukan Didong Pegayong, Rembune, dan Didong Bersama, serta kolaborasi pembacaan terjemahan syair Didong oleh para penyair dan deklamator nasional.

Indra menyampaikan harapan agar kegiatan ini menjadi cahaya yang menerangi jalan pelestarian budaya kita. Ia juga mengajak seluruh pihak untuk terus memperkuat ruang-ruang kebudayaan sebagai bagian dari pembangunan karakter bangsa.

Tanggapan dari Tokoh Budaya

Ketua Musara Gayo Jabodetabek, Drs Akmujaini Abdul Karim, menegaskan bahwa kegiatan tersebut menjadi forum silaturrahmi sekaligus memperkenalkan Didong kepada khalayak lebih luas. Musara Gayo hampir setiap tahun menggelar acara sebi budaya Gayo, salah satunya adalah Didong.

“Kita beri apresiasi terhadap usaha yang dilakukan ini sebagai bentuk merawat identitas budaya kuat,” katanya.

Irmansyan, ketua panitia Seminar Didong di Takengon pada 5 Agustus 2023, menjelaskan kembali tentang lahirnya keputusan bersama Hari Didong tersebut. Awalnya, acara ini dimulai dengan penyelenggaraan Kopi Gayo Didong Runcang di Aceh Tengah dan Bener Meriah atas dukungan penuh tokoh Gayo dr Eddi Junaidi SpOG SH MKes. Selanjutnya, seminar Didong yang diikuti 200 seniman melahirkan keputusan Hari Didong.

“Tahun ini adalah yang kedua dirayakan Hari Didong,” ujar Irmansyah.

Sekilas Tentang Didong

Kesenian Didong merupakan salah satu jenis seni sastra yang berkembang dan masih terjaga kelestariannya di kalangan masyarakat Gayo. Didong dapat diartikan sebagai nyanyian rakyat yang menggambarkan bentuk seni sastra, seni suara, dan seni tari.

Seni pertunjukkan tradisional Didong ini sudah menjadi bagian dari tradisi masyarakat Gayo dan mampu bertahan hingga saat ini. Tidak hanya ditampilkan pada hari-hari besar agama Islam, Didong juga dipertunjukkan dalam rangka memeriahkan kesenian Gayo seperti upacara adat perkawinan.

Didong menampilkan lantunan syair-syair berbahasa Gayo yang mengandung makna serta berbagai simbol yang ada dalam pertunjukan. Syair-syair yang dilantunkan adalah sebagai refleksi sosial dan religius dari Ceh Didong tentang berbagai persoalan sosial yang ada di masyarakat.