500 Karaoke dan 140 Promotor Mie Gacoan Tunggak Royalti, Daftar di MK

Permasalahan Royalti Musik yang Melibatkan Berbagai Pihak
Permasalahan terkait royalti musik kini semakin meluas dan menjangkau berbagai pihak, termasuk promotor dan tempat karaoke. Sebelumnya, kasus ini menimpa beberapa penyanyi ternama di Indonesia seperti Agnez Mo, Vidi Aldiano, hingga Lesti Kejora. Mereka digugat oleh para pencipta lagu karena menyanyikan lagu tanpa izin. Para pencipta tersebut, antara lain Ari Bias, Keenan Nasution, dan Yoni Dores, memilih untuk menempuh jalur hukum guna menuntut hak mereka.
Kini giliran Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang mengambil tindakan. LMK melalui Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI) melaporkan sebuah restoran karena diduga melakukan pelanggaran hak cipta. Restoran tersebut dituduh belum membayar royalti sejak tahun 2022. Royalti sendiri merupakan pembayaran yang diberikan kepada pemilik hak atas kekayaan intelektual atau aset properti lainnya sebagai imbalan atas penggunaan hak tersebut. Bentuk royalti bisa berupa persentase dari pendapatan atau jumlah penggunaan.
Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), yang merupakan lembaga bantu pemerintah non-APBN, dibentuk berdasarkan Undang-Undang mengenai Hak Cipta. LMKN memiliki kewenangan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti serta mengelola kepentingan hak ekonomi pencipta.
Dalam laporan terbaru, LMKN telah melaporkan restoran Mie Gacoan di Bali karena dugaan pelanggaran terkait royalti. Direktur PT Mitra Bali Sukses, yang merupakan pemegang lisensi waralaba Mie Gacoan, I Gusti Ayu Sasih Ira, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Hak Cipta. Pihak tersebut diduga memutar musik di gerai Mie Gacoan tanpa izin pemilik hak cipta dan tidak membayar royalti sejak 2022.
Menurut Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun, pihaknya telah memberi peringatan agar royalti dibayarkan sejak 2022, tetapi peringatan itu diabaikan. “Coba bayangkan, sudah kita minta sejak tahun 2022, tapi sampai sekarang masih ngeyel,” ujar Dharma.
Dharma menjelaskan bahwa proses hukum menjadi salah satu cara agar pihak-pihak terkait dapat memenuhi kewajibannya. “Ya bagus, diproses hukum supaya ada kepastian hukum untuk pemilik hak cipta dan hak terkait, juga kepastian hukum untuk franchise dari Mie Gacoan. Jadi ada kepastian hukum di situ,” tambah Dharma.
Mie Gacoan, yang didirikan oleh PT Pesta Pora Abadi, adalah sebuah waralaba restoran asal Indonesia yang mulai beroperasi pada awal 2016 di Malang. Usaha ini terkenal karena menjual mi goreng pedas dengan harga murah, strategi yang dirancang untuk menargetkan khalayak muda.
Selain soal Mie Gacoan, Dharma juga menyebutkan bahwa masih ada ratusan promotor yang belum membayar royalti. “Ada lebih dari 140 promotor yang belum bayar royalti. Nanti bisa dilihat daftarnya di Mahkamah Konstitusi. Yang karaoke-karaoke itu ada lebih dari 500,” ujar Dharma.
Ia menegaskan bahwa langkah hukum ini merupakan bentuk keseriusan LMKN dalam melindungi hak para pencipta lagu dan pemegang hak terkait. “Itu bagian dari menjaga hakikat hak cipta maupun hak terkait yang telah dikuasakan kepada LMK dan LMKN. Mau diproses lewat jalur perdata atau pidana, silakan saja. Masing-masing punya kajian hukumnya,” tutur Dharma.