Anak Marah Bilang "Mami Bego", Ini Cara Orang Tua Menghadapinya

Featured Image

Kecemasan Masyarakat Terhadap Pola Asuh Orang Tua yang Keras

Baru-baru ini, berbagai platform media sosial ramai membahas tentang pola asuh orang tua yang dinilai terlalu keras. Salah satu video yang viral menunjukkan seorang anak kecil sedang diajarkan sopan santun oleh orang tuanya. Dalam video tersebut, sang anak menyampaikan bahwa ucapan “mami bego” tidak pantas digunakan kepada orang tua. Namun, yang menjadi perhatian utama warganet bukanlah isi pelajaran etika itu sendiri, melainkan bagaimana orang tua menyampaikannya.

Saat anak menangis dan mengalami tantrum, orang tua tetap bersikap tegas bahkan cenderung keras. Hal ini memicu berbagai komentar dari netizen. Beberapa mendukung cara disiplin yang dilakukan orang tua, sementara lainnya menilai pendekatan tersebut terlalu keras dan berpotensi merusak psikologis anak.

Salah satu komentar menyoroti perbedaan generasi dalam mendidik anak. “Didikan VOC pasti gak akan marah lihat ini. Soalnya kalau dibiarin, kebiasaan ngomong kasar,” tulis salah satu pengguna. Komentar ini menunjukkan bahwa pandangan masyarakat tentang pendidikan anak terus berkembang.

Pandangan Psikolog Mengenai Pendekatan Keras

Psikolog dari Ibunda.id, Danti Wulan Manunggal, menjelaskan bahwa proses pengasuhan anak bukan hanya sekadar memberi tahu mana yang benar dan salah. Proses ini mencakup banyak aspek penting, mulai dari pembentukan karakter, pengembangan keterampilan, hingga pemenuhan kebutuhan emosional anak.

“Anak belajar banyak dari apa yang mereka lihat. Jadi, memberi contoh yang baik, menumbuhkan kemandirian, menetapkan batasan yang jelas, serta menanamkan nilai moral dan sosial adalah dasar penting dalam mendidik anak secara efektif,” ujarnya saat diwawancarai.

Menurut Danti, pendekatan keras sering kali dianggap ampuh untuk mendisiplinkan anak. Namun, dalam jangka panjang, pola asuh yang terlalu otoriter justru bisa memicu stres, kecemasan, menurunkan rasa percaya diri, bahkan menyebabkan gangguan perilaku.

Gabungkan Tradisi dengan Pendekatan Modern

Danti juga menyoroti perbedaan antara pola asuh generasi lama dan generasi sekarang. Gaya tradisional lebih banyak mengandalkan aturan tegas dan struktur hierarkis, sementara pendekatan modern cenderung mengutamakan penguatan positif dan dialog. Namun, menurutnya, tak perlu memilih sepenuhnya satu pendekatan. Kombinasi dari keduanya justru bisa menjadi pendekatan yang relevan saat ini.

“Orang tua tetap bisa menanamkan disiplin, tapi tanpa mengabaikan kebutuhan emosional anak,” katanya. Di masa lalu, pendekatan pola asuh lebih besar pada kepatuhan. Tapi kini, pergeseran nilai sosial dan pemahaman yang lebih baik tentang tumbuh kembang anak mengarahkan orang tua untuk fokus pada kesejahteraan psikologis anak.

Orang Tua Perlu Terus Belajar

Dalam proses pengasuhan, kata Danti, yang terpenting adalah membantu anak memahami konsekuensi dari setiap tindakannya. Namun pemahaman itu tak bisa tumbuh hanya dari aturan atau hukuman semata. Dibutuhkan bimbingan yang konsisten dan tepat.

“Orang tua berperan bukan hanya sebagai pemberi aturan, tapi juga sebagai pendamping dalam proses tumbuh kembang anak,” ujar Danti. Setiap anak memiliki karakter dan kebutuhan yang berbeda, sehingga cara mendidiknya pun tak bisa disamakan.

Karena itu, orang tua perlu terus membuka diri terhadap informasi baru dan memperbarui pendekatannya seiring waktu. “Pola asuh bukan sesuatu yang kaku. Orang tua harus mampu menyesuaikan pendekatan dengan zaman dan kebutuhan masing-masing anak,” tandasnya.