BP3OKP Adakan Forum SHEK, Bahas Jalan dan Pembangunan di Tambrauw

BP3OKP Adakan Forum SHEK, Bahas Jalan dan Pembangunan di Tambrauw

Forum SHEK Fokus pada Pemanfaatan Kawasan Hutan Konservasi di Tambrauw

Forum Sinkronisasi, Harmonisasi, Evaluasi, dan Koordinasi (SHEK) yang diselenggarakan oleh Badan Pengelolaan Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) berlangsung di Gedung Keuangan Negara (GKN), Jalan Basuki Rahmat, Kota Sorong, pada Kamis (24/7/2025). Acara ini menjadi ajang diskusi penting mengenai pemanfaatan kawasan hutan konservasi di Kabupaten Tambrauw.

Bupati Tambrauw, Yeskiel Yesnat, menyampaikan bahwa sebanyak 80 persen wilayah kabupaten tersebut merupakan kawasan konservasi. Meskipun begitu, pembangunan infrastruktur, terutama jalan di lima distrik, belum terealisasi. Masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut kesulitan mengakses layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.

Dalam dokumen Bapperida Juli 2025, hanya 3 persen wilayah Tambrauw masuk kategori APL (Areal Penggunaan Lain). Sementara itu, 49 persen wilayahnya adalah suaka margasatwa, 28 persen hutan lindung, dan 12 persen hutan produksi terbatas. Seluruh kawasan tersebut berada di bawah kewenangan pemerintah pusat.

Yesnat menegaskan bahwa lima distrik seperti Fef, Sausapor, Kebar, Abun (Waibem), dan Senopi telah ada sebelum pemekaran 2008. Ia menilai bahwa negara perlu hadir untuk menciptakan keseimbangan antara pelestarian lingkungan dan pemenuhan hak dasar masyarakat.

Pemerintah Kabupaten Tambrauw telah menyusun dokumen usulan alih fungsi kawasan hutan. Total kebutuhan lahan mencapai 62.611 hektare untuk mendukung kawasan agropolitan Kebar. Di antaranya, 2.995 hektare diperlukan untuk pengembangan pusat pemerintahan di Fef.

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat, Genman Suhefti Hasibuan, menegaskan bahwa isu konservasi menjadi prioritas utama. Pihak BBKSDA sudah bertemu dengan Pemkab Tambrauw dan sepakat bahwa pembangunan jalan akan dilakukan melalui skema kerja sama kawasan konservasi. Mereka menunggu master plan pembangunan jalan dari Pemkab Tambrauw, kemudian akan dioverlay dengan peta kawasan konservasi. Jika tidak masuk zona inti, maka akan diproses teknis dan diajukan ke Menteri LHK untuk persetujuan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertanahan (DLHKP) Provinsi Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu, menyatakan bahwa kondisi masyarakat di kawasan tersebut sangat memprihatinkan. Mereka miskin, bahkan termasuk dalam kategori miskin ekstrem. DLHKP mencatat bahwa luas Kawasan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) di Unit IV Tambrauw mencapai 534.397 hektare. Terdiri dari 311.977 ha hutan lindung, 140.305 ha hutan produksi, dan 77.582 ha hutan produksi konversi.

Masyarakat kesulitan membangun karena seluruh lahan terkunci. DLHKP mendukung pembangunan asalkan sesuai hukum dan memperhatikan keberlanjutan lingkungan. “Jangan sampai pembangunan justru melanggar hukum, karena masyarakat juga akan dirugikan,” ujarnya.

Meskipun hidup dalam keterbatasan, masyarakat masih memilih jalan damai. Namun, kondisi ini berpotensi memicu konflik tenurial jika terus dibiarkan. “Kalau masyarakat memaksakan diri, bisa terjadi konflik antara rakyat dan negara,” tambah Julian.

DLHKP sedang mengkaji ulang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk membuka peluang pembangunan berkelanjutan di kawasan terisolasi. Dua opsi dipertimbangkan: revisi RTRW atau pelepasan kawasan secara parsial. “Skema pinjam pakai bisa menjadi solusi cepat, asal daerah menyiapkan dokumen lengkap,” pungkasnya.