Guru Tahan Rapor Siswa Karena Tagihan LKS Rp350.000, Kini Minta Maaf ke Wali Murid

Featured Image

Kasus Siswa MTs yang Dikaitkan dengan Penahanan Rapor dan Perilaku Guru

Seorang siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) swasta di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, mengalami pengalaman yang sangat menyedihkan. Nasibnya terlihat memprihatinkan setelah rapornya ditahan karena belum melunasi pembayaran Lembar Kerja Siswa (LKS) senilai Rp350 ribu. Kejadian ini membuat siswa tersebut menangis di dalam kelas, yang kemudian menjadi sorotan publik.

Dugaan adanya perlakuan tidak menyenangkan terhadap siswa ini muncul setelah ia juga terancam diturunkan ke kelas 8 akibat belum mengambil rapor. Orang tua siswa memberikan penjelasan bahwa mereka tidak hadir saat pembagian rapor karena alasan keterbatasan ekonomi. Mereka merasa takut jika rapornya tidak diberikan.

Beberapa hari setelah peristiwa tersebut, orang tua siswa menerima pesan WhatsApp dari seorang guru yang berisi video anaknya menangis di kelas. Dalam pesan tersebut juga disebutkan bahwa anaknya akan diturunkan kelas karena tidak mengambil rapor. Hal ini membuat orang tua merasa dipermalukan dan tidak terima dengan perlakuan yang dialami anaknya.

Kemudian, orang tua siswa memutuskan untuk meminta surat pindah dari sekolah tempat anaknya belajar. Meski begitu, pihak sekolah membantah telah menahan rapor maupun mengancam menurunkan siswa ke kelas sebelumnya. Saat dikonfirmasi, wali kelas menyatakan bahwa hal tersebut tidak benar. Ia enggan memberikan penjelasan lebih lanjut.

Kepala Sekolah di MTs tempat siswa tersebut bersekolah memberikan klarifikasi bahwa rapor tidak pernah ditahan. Menurutnya, orang tua siswa hanya mengambil rapor sebulan setelah jadwal pembagian, yaitu pada 18 Juli 2025. "Rapor sudah diambil, tapi isu ini baru mencuat di media sosial setelah itu," ujarnya.

Peristiwa ini menarik perhatian Bupati Kubu Raya, Sujiwo. Ia mengecam tindakan penahanan rapor siswa jika benar terjadi. "Kalau memang benar, itu sangat memalukan," katanya. Ia menegaskan bahwa seorang guru tidak pantas melakukan hal tersebut, apalagi sampai memviralkan video anak.

Sujiwo juga meminta Kementerian Agama untuk mengusut tuntas kasus ini dan memberikan sanksi tegas kepada pihak sekolah. "Ini bukan cerminan moral seorang pendidik. Saya minta Kemenag bertindak tegas," pungkasnya.

Akhirnya, kasus dugaan bullying yang dilakukan oknum guru MTs Al-Raudhatul Islamiyah Kubu Raya mencapai tahap damai. Kesepakatan damai dilakukan dengan didampingi oleh Bupati Kubu Raya, Sujiwo, pada Rabu, 23 Juli 2025.

Wali kelas siswa, Yanti, menyampaikan permohonan maaf atas kejadian tersebut dan menyebut hal itu sebagai bentuk kekhilafan. Ia mengaku hanya bermaksud memberitahu orang tua siswa terkait pengambilan rapor. "Saya mohon maaf, itu hanya kekhilafan saya. Saya ingin memberitahukan kepada orang tua murid untuk pengambilan rapor, selebihnya tidak ada apapun."

Kepala MTs Al-Raudhatul Islamiyah, Rohana, juga menyampaikan permohonan maaf kepada Bupati Kubu Raya dan seluruh pihak terkait atas kejadian yang membuat mereka harus turun langsung ke sekolah. Ia mengakui adanya kekhilafan dalam kepemimpinannya dan menyesalkan peristiwa yang terjadi.

Sementara itu, ibu dari siswa yang videonya viral, Penikasih, berharap kejadian serupa tidak terulang, terutama di lingkungan pendidikan. Ia menilai perlakuan tersebut tidak hanya menjatuhkan mental anak, tetapi juga orang tuanya. "Saya tidak terima anak saya diperlakukan seperti itu. Apa yang terjadi saat ini adalah bentuk protes saya sebagai orang tua, agar tidak ada lagi kejadian seperti ini."

Penikasih juga menyampaikan permintaan maaf kepada Bupati dan semua pihak yang telah ikut terlibat dalam penyelesaian persoalan ini. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada guru-guru yang telah mendidik anaknya selama dua tahun. "Alhamdulillah, hari ini bersama Bapak Bupati dan pihak terkait lainnya, saya sudah berbesar hati untuk memaafkan, demi kelangsungan kita ke depan agar lebih tenang," ujarnya.