Izin Lingkungan di Puncak Dicabut, Menteri LH Bersikap Tegas

Featured Image

Penertiban 33 Unit Usaha di Kawasan Puncak, Bogor

Di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melakukan tindakan penertiban terhadap sejumlah izin lingkungan yang dikeluarkan sebelumnya. Tindakan ini dilakukan karena dinilai tidak sesuai dengan ketentuan pemanfaatan ruang dan perlindungan lingkungan hidup.

Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurrofiq, menjelaskan bahwa pencabutan izin dilakukan karena para pelaku usaha tidak segera menyesuaikan diri dengan perintah pembongkaran yang telah dikeluarkan sebelumnya. Dalam peninjauan lokasi pembongkaran di kawasan Puncak, Cisarua, Minggu lalu, Hanif menyampaikan bahwa total ada 33 unit usaha yang berada di atas lahan kerja sama operasional (KSO) PT Perkebunan Nusantara (PTPN). Dari jumlah tersebut, 9 di antaranya sempat memiliki izin lingkungan, namun kini telah dicabut secara resmi oleh KLH.

“Dari 33 unit usaha itu, ada 9 yang sempat punya izin lingkungan, tetapi kami cabut karena tidak ada tindak lanjut dari Pemerintah Kabupaten Bogor sebagaimana yang kami perintahkan. Maka menteri turun tangan langsung mencabutnya,” ujar Hanif.

Selain pencabutan izin lingkungan, KLH juga memandatkan seluruh unit usaha yang berada di kawasan PTPN untuk melakukan pembongkaran bangunan secara mandiri. Batas waktu yang diberikan adalah hingga akhir Agustus 2025. Jika tidak dilaksanakan, pemerintah akan melakukan pembongkaran paksa dan menempuh jalur hukum.

“Sanksi akan dikenakan sesuai Pasal 114 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, dengan ancaman pidana satu tahun penjara. Ini berlaku bagi seluruh unit usaha yang tidak menaati ketentuan,” tambah Hanif.

Menurutnya, sebagian pelaku usaha sudah menaati aturan dengan membongkar bangunannya sendiri. Contohnya adalah CV Mega Karya yang telah mulai membongkar delapan gazebo dan satu restoran. Namun, terhadap unit usaha yang belum memulai proses pembongkaran, pihaknya akan turun langsung dalam kunjungan lapangan pekan depan.

“Kalau kami dapati masih ada yang belum membongkar, maka kami sendiri yang akan bantu membongkarnya, sekaligus proses hukum akan berjalan,” tegas Hanif.

Setelah proses pembongkaran selesai, pelaku usaha juga diwajibkan melakukan restorasi dan penanaman kembali untuk mengembalikan fungsi ekologis kawasan. Selain itu, KLH akan menertibkan 400 hektare lahan di kawasan Puncak yang selama ini digunakan secara ilegal tanpa melalui skema kerja sama dengan PTPN.

“Kami akan verifikasi lapangan terhadap ratusan hektare lahan yang dikuasai tanpa hak. Baik yang legal maupun ilegal, semua yang berdiri di atas lahan PTPN dan tidak sesuai aturan akan kami tertibkan,” jelas Hanif.

KLH menilai bahwa keberadaan bangunan-bangunan tersebut memperburuk daya dukung lingkungan di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. Dampaknya turut dirasakan langsung oleh masyarakat di Bogor, Depok, hingga Jakarta dalam bentuk banjir tahunan yang kerap membawa korban jiwa.

Oleh karena itu, pemerintah juga mengimbau kepada masyarakat dan para pemilik modal agar menghentikan pembangunan vila dan tempat usaha baru di kawasan Puncak, khususnya di Kecamatan Cisarua.

“Kami minta kepada siapa pun yang sedang membangun vila di kawasan ini agar menghentikan kegiatan tersebut. Investasi terbaik hari ini adalah menanam pohon dan menjaga lingkungan,” pungkas Hanif.