Kasus Korupsi PT GNE dalam Kemitraan Bisnis Air Bersih dengan PT BAL

Featured Image

Penyelidikan Kasus Pengelolaan Air Bersih di Gili Trawangan dan Gili Meno

Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (NTB) sedang melakukan penyidikan terkait kasus pengelolaan air bersih di Gili Trawangan dan Gili Meno. Proses ini melibatkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi NTB, yaitu PT Gerbang NTB Emas (GNE), yang bekerja sama dengan PT Berkah Air Laut (BAL). Kerja sama antara kedua perusahaan ini berlangsung dari tahun 2019 hingga 2022.

Terbaru, Asisten III Setda Provinsi NTB, Eva Dewiyani, diperiksa oleh pihak berwajib pada Rabu (23/7/2025). Dalam pemeriksaan tersebut, Eva mengaku bahwa proses ini terkait dengan kasus PT GNE, yang merupakan BUMD Provinsi NTB. Ia menyebutkan bahwa materi pemeriksaan berkaitan dengan jabatan yang pernah ia emban, yaitu Karo Ekonomi. Eva pernah menjabat sebagai Karo Ekonomi Setda Provinsi NTB selama periode 2021 hingga 2022.

Juru Bicara Kejati NTB, Efrien Saputra, menjelaskan bahwa pemeriksaan ini dilakukan dalam rangka penyidikan. Ia menyatakan bahwa Eva masih dalam status sebagai saksi. Selain itu, Kejati NTB juga telah melakukan penggeledahan di kantor Biro Ekonomi Setda Provinsi NTB. Sampai saat ini, total sebanyak 23 saksi telah diperiksa, termasuk dari PT GNE, PT BAL, serta pejabat Pemprov NTB dan Pemda KLU.

Awal Mula Kerja Sama Antara PT BAL dan PT GNE

PT BAL sebelumnya telah masuk ke Gili Trawangan sejak tahun 2011 untuk berbisnis air bersih. Namun, ternyata air bersih yang disediakan berasal dari air tanah daratan pulau Gili Trawangan dan Gili Meno melalui pengeboran tanpa izin. Padahal, saat sosialisasi ke masyarakat, disampaikan bahwa sumber air bersih berasal dari pengolahan air laut.

Direktur PT BAL, William John Matheson, dihukum karena tindakan tersebut. Ia mendapat hukuman 5 bulan penjara dan 10 bulan masa percobaan. Meskipun sudah menjalani pidana, John Matheson tidak jera dan kembali berbisnis air bersih pada tahun 2017. Alasannya, masyarakat dan pelaku usaha di Gili Trawangan dan Gili Meno membutuhkan air bersih. Namun, PT BAL tidak bisa langsung beroperasi tanpa bekerja sama dengan BUMD, sesuai PP No. 122/2015.

Pada Juni 2019, PT BAL menawarkan kerja sama dengan PT GNE yang dipimpin oleh Samsul Hadi. Samsul Hadi menerima tawaran tersebut setelah mendapatkan Surat Keputusan (SK) Gubernur NTB Zulkieflimansyah. SK ini menunjuk PT GNE sebagai pelaksana penyelenggara sistem penyediaan air minum regional daerah NTB.

Skema Kerja Sama dan Pengelolaan Air Bersih

Setelah resmi bekerja sama, PT GNE dan PT BAL mulai menyediakan air bersih di Gili Trawangan dan Gili Meno pada Agustus 2019. Skemanya, PT BAL bertugas memproduksi air baku, sedangkan PT GNE mengurus perizinan untuk distribusi ke pelanggan. Layanan ini mulai beroperasi sejak 1 Oktober 2019.

Dari sumur bor di Gili Trawangan, PT GNE dan PT BAL melayani total 1.140 pelanggan. Rincian pelanggan rumah tangga sebanyak 674 orang, pelanggan bisnis sebanyak 461 orang, dan pelanggan sosial sebanyak 5 orang. Di Gili Meno, jumlah pelanggan mencapai 301 orang, dengan rincian 193 pelanggan rumah tangga dan 108 pelanggan bisnis.

Biaya layanan air bersih ditetapkan sebesar Rp18 ribu per meter kubik untuk pelanggan rumah tangga, Rp46,5 ribu per meter kubik untuk pelanggan bisnis, dan gratis untuk pelanggan sosial. Namun, jika penggunaan melebihi 10 meter kubik per bulan, pelanggan sosial akan dikenai biaya sebesar Rp18 ribu per meter kubik.

Keuntungan dan Penghentian Kerja Sama

Samsul Hadi, Direktur Utama PT GNE, diketahui meraih keuntungan sebesar Rp1,25 miliar selama periode November 2019 hingga Oktober 2022 dari pengelolaan air bersih ini. Namun, kerja sama antara PT GNE dan PT BAL akhirnya dihentikan berdasarkan SK Kepala Dinas DPMTPSP Provinsi NTB. Hal ini terjadi karena diduga melanggar aturan.

Selain itu, Samsul Hadi dan John Matheson mulai diusut oleh polisi atas dugaan penggunaan sumber daya air tanpa izin. Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Mataram, keduanya terbukti bersalah dan dihukum masing-masing 1 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan. Keduanya mengajukan banding, namun Pengadilan Tinggi NTB menguatkan putusan Pengadilan Negeri Mataram. Saat ini, perkara sedang berproses di Mahkamah Agung pada tingkat kasasi.