Kematian Siswa, DPRD Babel Desak Tindakan Keras dan Penegakan Hukum

Peristiwa Meninggalnya Siswa Akibat Bullying Mengguncang Kepulauan Bangka Belitung
Peristiwa tragis yang menimpa seorang siswa kelas V SD Negeri 22 Desa Rias, Kecamatan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, menjadi perhatian serius dari berbagai pihak. Siswa berusia 10 tahun itu diduga menjadi korban bullying oleh teman sebayanya di sekolah, dan akhirnya meninggal dunia setelah menjalani perawatan medis intensif di RSUD Junjung Besaoh.
Kasus ini memicu reaksi tajam dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bangka Belitung. Wakil Ketua DPRD, Edi Nasapta, menyatakan bahwa pihak sekolah dinilai gagal dalam melindungi anak didiknya. Ia menilai kelalaian tersebut dapat mengakibatkan sanksi administratif hingga pemecatan terhadap kepala sekolah dan guru yang bertanggung jawab.
Edi merujuk pada regulasi yang berlaku, seperti Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan, serta Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Menurutnya, sanksi bisa berupa teguran, penurunan pangkat, pencopotan jabatan, atau bahkan pemecatan jika ditemukan adanya pelanggaran yang signifikan.
Selain itu, Edi juga meminta Bupati Bangka Selatan, Riza Herdavid, untuk bersikap tegas. Ia menilai pentingnya kebijakan yang jelas agar kejadian serupa tidak terulang. “Pak Bupati harus tegas. Kalau tidak ada ketegasan, tidak akan ada efek jera,” ujarnya.
Proses Hukum dan Perlindungan Anak
Meskipun pelaku masih di bawah umur, Edi tetap menegaskan bahwa proses hukum tidak boleh diabaikan. Ia juga mendukung pelaporan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), yang diharapkan memberikan pendampingan kepada keluarga korban. “Saya mendukung pelaporan ke KPAI. Mereka harus cepat tanggap. Jangan menunggu laporan, tetapi langsung turun dan memberikan atensi terhadap kasus ini,” katanya.
Bupati Riza Herdavid menyatakan bahwa pihaknya telah menginstruksikan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk memanggil pihak sekolah. Dari hasil pemanggilan tersebut, diketahui bahwa pihak sekolah telah memanggil anak-anak yang diduga terlibat dalam perundungan, beserta orang tua mereka. Sekolah pun telah menjatuhkan sanksi administratif berupa peringatan tertulis.
Namun, dari keterangan awal, anak-anak terduga pelaku menyebut bahwa tindakan mereka hanya berupa candaan atau olokan verbal, dan tidak sampai melibatkan kekerasan fisik. Meski demikian, Dinas Pendidikan masih mendalami keterangan tersebut, dan Kepala Dinas, Anshori, sedang menggali informasi lebih lanjut dari pihak keluarga korban.
Respons Keluarga dan Keberlanjutan Kasus
Keluarga korban sangat menyayangkan respons pihak sekolah, terutama guru yang disebut telah menerima laporan dari korban namun dianggap mengabaikan. Menurut pengakuan korban kepada keluarga, ia dipukul di bagian kepala dan perut. Kondisinya memburuk, hingga akhirnya dibawa ke rumah sakit pada Jumat (25/7/2025). Dokter menemukan adanya pembengkakan di kepala dan luka dalam di lambung. Korban sempat menjalani operasi pada Sabtu (26/7/2025), namun nyawanya tak tertolong keesokan harinya.
Keluarga menyatakan akan menempuh jalur hukum. Dhony Dinata, kerabat korban, berencana melapor ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka Selatan pada Senin (28/7/2025), guna meminta pendampingan dan kejelasan hukum. Saat ini, pihak keluarga masih menunggu hasil resmi rekam medis dari rumah sakit guna memperkuat laporan dan langkah hukum yang akan diambil.
Tanggung Jawab Bersama dalam Mencegah Bullying
Polres Bangka Selatan memastikan akan menindaklanjuti informasi mengenai dugaan kasus perundungan atau bullying yang terjadi di lingkungan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 22 Toboali. Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Bangka Selatan, AKP Raja Taufik Ikrar Bintani, menyampaikan bahwa pihaknya telah mengetahui informasi mengenai peristiwa yang diduga sebagai tindak perundungan di sekolah tersebut, meskipun laporan resmi dari pihak keluarga korban belum diterima.
Menurut Raja Taufik, peristiwa ini perlu ditangani secara serius, mengingat perundungan di lingkungan sekolah merupakan isu krusial yang dapat berdampak buruk terhadap kondisi psikologis dan fisik anak-anak. Ia menegaskan bahwa perlindungan terhadap anak dan pencegahan terhadap tindakan perundungan bukan hanya menjadi tanggung jawab sekolah, tetapi juga semua elemen masyarakat, termasuk aparat penegak hukum.
Sejauh ini, tim Reskrim Polres Bangka Selatan telah mulai mengumpulkan informasi awal untuk mendalami keterangan dan kronologi yang beredar di publik. Pihak kepolisian berharap masyarakat, khususnya keluarga korban, dapat segera melaporkan kejadian secara resmi agar proses hukum dapat berjalan sesuai prosedur dan transparan.