Kisah Nanang, Anak Yatim yang Kini Bimbing 20 Jiwa

Featured Image

Kehidupan Nanang Abdullatip, Ayah Ideologis bagi Anak-anak Panti Asuhan

Di balik dinding sebuah panti asuhan sederhana, terdapat sosok yang mampu menginspirasi banyak orang. Nanang Abdullatip, seorang pria dari Desa Condro, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, memiliki kisah hidup yang tak biasa. Ia tidak pernah mengenal ayahnya secara langsung sejak lahir, namun kini ia menjadi sosok penting dalam kehidupan dua puluh anak yatim yang tinggal di panti asuhan tersebut.

Kisah Nanang dimulai dari keluarga sederhana di Kabupaten Sidoarjo. Saat usianya masih enam bulan, ayahnya meninggalkannya untuk selamanya. Dari masa kecil hingga dewasa, ia terus mencari sosok ayah yang bisa menjadi panutan dan pembimbing. Akhirnya, ia menemukan dua tokoh penting dalam hidupnya: Ahmad Rodji dan Asyik Hadi. Mereka memberikan pelajaran tentang tanggung jawab sebagai seorang lelaki dan bagaimana memberi kasih sayang yang tulus.

Perjalanan Mengabdikan Diri

Pengalaman hidup Nanang yang penuh tantangan membuatnya memilih untuk mengabdikan diri sebagai pengasuh di panti asuhan. Ia ingin menjadi jangkar bagi anak-anak yang juga kehilangan sosok ayah. Meski tidak memiliki ikatan darah, Nanang berkomitmen untuk memberikan kasih sayang yang tulus kepada mereka.

Baginya, anak-anak di panti asuhan tidak hanya butuh kebutuhan dasar seperti makanan dan tempat tinggal. Mereka juga membutuhkan sosok yang bisa menjadi tempat curhat dan bimbingan. Nanang sering meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita-cerita kecil dari anak-anak asuhnya, baik itu soal pertemanan, pelajaran sekolah, atau bahkan masalah cinta. Ia percaya bahwa dengan mendengarkan, anak-anak akan merasa didukung dan dihargai.

Tantangan dan Kebersamaan

Menjadi ayah ideologis bukanlah hal mudah. Nanang sering merasa sedih saat mendengar anak-anaknya merindukan ayah kandung mereka. Di momen-momen seperti ini, ia tak bisa menjawab dengan kata-kata yang pasti, hanya bisa menangis karena ingat masa kecilnya yang sama. Namun, ia selalu berusaha menghibur dan meyakinkan anak-anak bahwa ia akan selalu ada untuk mereka.

Selain itu, ada juga momen lucu yang menunjukkan kedekatan antara Nanang dan anak-anak. Misalnya, ketika salah satu anak panti asuhan datang meminta uang untuk membeli kue. Sikap polos dan tanpa rasa malu dari anak-anak tersebut menunjukkan bahwa mereka sudah menganggap Nanang sebagai ayah mereka. Bagi Nanang, hal ini menjadi bukti bahwa hubungan mereka sudah sangat dekat meskipun ia hanya ayah ideologis.

Pandangan Anak-Anak Panti Asuhan

Anak-anak di panti asuhan menggambarkan Nanang sebagai sosok yang sabar, penuh kasih sayang, dan selalu siap membantu. Dwi, salah satu anak panti asuhan, menyebut Nanang sebagai "Google berjalan" karena pengetahuannya yang luas. Ia tidak hanya membantu dalam belajar, tetapi juga memberikan wawasan tentang arti hidup.

Fitri, anak lainnya, mengatakan bahwa Nanang selalu ada ketika dia ingin curhat. Ia tidak pernah marah, selalu sabar dan memberikan nasihat yang tulus. Dengan begitu, Nanang menjadi contoh nyata bahwa kasih sayang bisa hadir tanpa adanya ikatan darah.

Kesimpulan

Nanang Abdullatip adalah contoh nyata bahwa kekosongan dalam hidup bisa diisi dengan kasih sayang dan ketulusan. Dengan dedikasi dan semangatnya, ia telah menjadi teladan bagi banyak anak yatim yang tinggal di panti asuhan. Kisahnya mengajarkan bahwa setiap orang memiliki kemampuan untuk memberikan pengaruh positif dalam kehidupan orang lain, terlepas dari latar belakangnya.