KPK Periksa 4 Tersangka Korupsi Izin TKA Hari Ini

Penyidik KPK Periksa Empat Tersangka Kasus Korupsi Pengurusan TKA
KPK kembali memanggil empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan. Pemeriksaan dilakukan pada hari ini, Kamis, 24 Juli 2025, di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Empat tersangka yang diperiksa adalah:
- Gatot Widiartono, mantan Koordinator Analisis dan Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA).
- Putri Citra Wahyoe, Petugas Saluran Siaga RPTKA periode 2019-2024 dan verifikatur pengesahan RPTKA di Direktorat PPTKA Kemnaker periode 2024-2025.
- Jamal Shodiqin, Analisis Tata Usaha Direktorat PPTKA periode 2019-2024 dan Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA Kemnaker periode 2024-2025.
- Alfa Eshad, Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker periode 2018-2025.
Sebelumnya, KPK telah menahan empat tersangka lainnya dalam kasus yang sama pada 17 Juli 2025. Mereka ditahan di rutan cabang gedung Merah Putih KPK selama 20 hari ke depan.
Empat tersangka yang ditahan antara lain:
- Suhartono, mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) periode 2020-2023.
- Haryanto, mantan Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing periode 2019-2024 dan pernah menjabat Direktur Binapenta dan PKK periode 2024-2025.
- Wisnu Pramono, mantan Direktur PPTKA Kemnaker periode 2017-2019.
- Devi Angraeni, Direktur PPTKA Kemnaker periode 2024-2025.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan delapan tersangka. Empat di antaranya sudah ditahan, sementara empat lainnya sedang menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK.
Modus Korupsi dalam Proses Verifikasi Dokumen TKA
Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo menjelaskan bahwa delapan tersangka terdiri dari para pejabat eselon I dan II, serta pelaksana di tingkat bawah. Mereka memanfaatkan celah dalam proses verifikasi dokumen TKA.
Menurut Budi Sukmo, para tersangka bersekongkol melakukan pemerasan dalam jabatan terhadap para tenaga kerja asing yang mengurus izin RPTKA di Ditjen Binapenta dan PKK Kemnaker.
Secara umum, tenaga kerja asing yang akan mengurus izin mengajukan permohonan secara daring lewat perusahaan agen. Pihak Kemnaker kemudian memverifikasi kelengkapan berkas permohonan tersebut.
Jika ada berkas yang kurang, seharusnya petugas memberitahukan kepada agen untuk memperbaikinya dalam waktu lima hari. Namun, dalam kasus ini, pemerasan terjadi karena petugas mengalihkan proses verifikasi dari jalur formal ke informal.
Mereka menghubungi para agen melalui aplikasi perpesanan WhatsApp, bukan melalui sistem daring yang telah tersedia. Cara ini digunakan untuk meminta sejumlah uang dengan dalih mempercepat atau memuluskan permohonan.
Agen yang memberikan uang kemudian akan mendapat pemberitahuan untuk melengkapi berkas tersebut. Sedangkan bagi para agen yang tidak memberikan uang, permohonan izinnya akan terhambat.
Budi Sukmo menjelaskan bahwa petugas tidak memberi tahu kekurangan berkasnya, tidak memproses berkas tersebut, atau mengulur-ulur waktu penyelesaiannya sehingga tenaga kerja asing mendapat denda. Denda yang harus ditanggung pemohon cukup besar, yaitu Rp 1 juta per hari.
"Para agen tadi mau tidak mau harus memberikan uang. Kalau tidak, ya, mereka akan mendapat denda lebih besar daripada uang yang harus dikeluarkan," kata Budi Sukmo.