Macron Lawan Influencer, Kapan Teori Brigitte Muncul?

Featured Image

Kembali Munculnya Teori Konspirasi tentang Ibu Negara Prancis

Konten yang menyebutkan bahwa Brigitte Macron, istri Presiden Prancis Emmanuel Macron, adalah seorang pria kembali muncul di platform seperti YouTube dan X. Hal ini memicu respons dari pihak keluarga Macron, yang menggugat Candace Owens, seorang influencer sayap kanan, atas dugaan pencemaran nama baik.

Gugatan tersebut diajukan di Superior Court of Delaware pada Rabu (23/07/2025), dengan tujuan melindungi reputasi Presiden Prancis dan istrinya. Pihak Macron menuduh Owens menjalankan "kampanye fitnah global" melalui podcast dan media sosial. Dalam pengaduan setebal 218 halaman, disebutkan bahwa Owens menyebarkan klaim bahwa Brigitte Macron adalah "Jean-Michel Trogneux," nama kakak laki-lakinya.

Awal Mula Spekulasi Mengenai Gender Brigitte Macron

Spekulasi mengenai gender Brigitte Macron mulai muncul sejak 2021. Teori ini sempat disebutkan di berbagai kanal populer, termasuk podcast milik Joe Rogan dan Tucker Carlson. Selain itu, buku kontroversial Becoming Brigitte karya Xavier Poussard juga menyajikan isi serupa. Sebelumnya, Brigitte Macron pernah menang dalam kasus serupa di Perancis terhadap dua perempuan, tetapi putusan tersebut dibatalkan oleh pengadilan banding.

Saat ini, Brigitte sedang mengajukan kasasi ke pengadilan tertinggi Perancis terkait kasus sebelumnya. Meskipun demikian, teori konspirasi ini terus bergulir dan menyebar lewat berbagai media digital.

Penyebaran Tuduhan Melalui Platform Digital

Tuduhan bahwa Brigitte Macron adalah seorang transgender dan terlahir sebagai laki-laki disebarkan oleh Owens melalui YouTube dan X. Pihak Macron menganggap ini sebagai serangan terhadap kehidupan pribadi mereka. Dalam dokumen gugatan, mereka menyatakan bahwa ini adalah serangan yang menyebar secara global melalui YouTube dan X.

Serial podcast berjudul Becoming Brigitte telah ditonton lebih dari 2,3 juta kali. Owens juga mempromosikannya melalui akun X yang memiliki lebih dari 6,9 juta pengikut. Pada 2024, Owens mengaku siap mempertaruhkan reputasi pribadinya karena mengunggah seri tersebut. Ia bahkan menyatakan bahwa ia yakin Brigitte Macron sebenarnya adalah seorang pria.

Alasan Macron Menggugat Owens

Pihak keluarga Macron merasa tuduhan Owens sudah tidak bisa dibiarkan lagi karena mengganggu kehidupan mereka. Gugatan menyebut Owens melakukan fitnah yang dirancang untuk mendapatkan perhatian dan ketenaran. Dokumen gugatan menyebut bahwa Owens membedah penampilan, pernikahan, teman, keluarga, dan riwayat pribadi mereka, serta memelintir semuanya menjadi narasi yang menjijikkan. Akibatnya, terjadi perundungan global tanpa henti.

Keluarga Macron merasa tidak tenang karena orang-orang mungkin percaya dengan ucapan Owens. Setiap kali mereka keluar rumah, mereka tahu jutaan orang telah mendengar dan mungkin mempercayai kebohongan itu. Dalam pernyataan bersama, pasangan Macron menjelaskan alasan hukum sebagai langkah terakhir setelah permintaan pencabutan tidak direspons.

Tanggapan Owens terhadap Gugatan

Menanggapi gugatan tersebut, Owens menyebut tuduhan itu keliru dan menganggapnya sebagai manuver politik. Ia menyatakan bahwa gugatan ini penuh ketidakakuratan fakta. Perwakilannya menilai gugatan ini sebagai bentuk pembungkaman terhadap kebebasan pers. Mereka menyebut bahwa ini adalah pemerintah asing yang menyerang hak Amandemen Pertama seorang jurnalis independen Amerika.

Jalannya Hukum Lintas Negara

Menurut hukum Amerika, tokoh publik seperti Brigitte dan Emmanuel Macron harus membuktikan adanya “actual malice”, yakni bahwa pihak tergugat tahu klaimnya salah atau mengabaikan kebenaran secara sembrono. Gugatan Macron terhadap Candace Owens di pengadilan AS menjadi kasus defamasi tokoh publik lintas negara yang jarang terjadi.

Pengacara keluarga Macron, Tom Clare dari Clare Locke LLP, menyebut langkah hukum ini sebagai tanggapan terhadap "kampanye sistematis yang merusak reputasi pribadi dan keluarga". Sementara gugatan berjalan di AS, belum ada pernyataan resmi dari pihak YouTube atau X mengenai tanggung jawab mereka atas penyebaran konten fitnah tersebut.

Kasus ini menggarisbawahi kontroversi kebebasan berekspresi dalam kasus hukum internasional ketika platform digital kerap digunakan untuk menyebarkan narasi hoaks, bahkan terhadap kepala negara.