Mengeksplorasi Harapan, Menanam Masa Depan: Transformasi Hijau di Bekas Tambang

Mengeksplorasi Harapan, Menanam Masa Depan: Transformasi Hijau di Bekas Tambang

Proses Reklamasi yang Mengubah Tambang Menjadi Hutan

Di tengah wilayah tambang nikel di Sulawesi, terdapat ribuan hektare hutan baru yang tumbuh di atas tanah yang dulu menjadi bekas penambangan. Kawasan ini pernah gersang akibat eksploitasi logam, namun kini menawarkan paradoks hijau di tengah lanskap bekas tambang. Inilah kisah luar biasa dari PT Vale Indonesia Tbk, sebuah perusahaan tambang yang menjadi pionir dalam rehabilitasi lingkungan dengan skala besar.

Selama bertahun-tahun, industri ekstraktif sering dikaitkan dengan kerusakan ekosistem. Namun di Sorowako, Sulawesi Selatan, narasi tersebut justru berubah. Lebih dari 5,1 juta pohon telah ditanam, termasuk spesies langka dan endemik seperti eboni (Diospyros celebica) dan uru (Elmerrillia tsiampacca), di atas tanah yang dulunya terbelah dan tergerus. Hingga April 2025, sebanyak 3.819 hektare lahan bekas tambang direklamasi secara bertahap dari total area tambang seluas hampir 6.000 hektare.

Proses ini melibatkan teknologi rekayasa kontur, pengendalian erosi, serta penggunaan kompos organik untuk menghidupkan kembali tanah mati. "Kami tidak sekadar menutup lubang tambang. Kami membangkitkan kembali kehidupan," ujar Junior Reclamation Engineer PT Vale, Nismayani sambil menunjukkan hamparan hijau yang kini menjadi rumah baru bagi ratusan spesies flora dan fauna.

Tanam Pohon, Tanam Kesadaran

Yang membuat inisiatif ini semakin unik bukan hanya skala rehabilitasi, tetapi pendekatan sosiokultural. Reklamasi dilakukan dengan melibatkan masyarakat lokal, mulai dari pemilihan tanaman hingga pemeliharaan lanjutan. Tanaman seperti mangga, sagu, dan kayu manis ditanam berdampingan dengan vegetasi endemik, menggabungkan manfaat ekologis dan ekonomi dalam satu tapak.

Menurut Supervisor Nursery and Reclamation, Abkar, penentuan spesies tidak sembarangan. "Setiap pohon punya alasan untuk ditanam. Entah itu memperbaiki tanah, memanggil kembali burung lokal, atau memberi nilai bagi warga sekitar," ujar Abkar. Di pusat pembibitan, lebih dari dua juta bibit disemai setiap tahun, menghidupkan kembali arti berkebun di bekas tambang, sebuah konsep yang hingga kini terdengar hampir mustahil.

Dari Lubang Tambang ke Lanskap Nusantara

Apa yang dimulai di Sorowako kini menjalar ke penjuru negeri. Melalui program Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS), PT Vale menanam lebih dari 12,7 juta bibit di luar wilayah tambang, mencakup 33.306 hektare di 32 kabupaten dan lima provinsi dari Sulawesi hingga Bali. Tak hanya tentang angka, pendekatan ini menyentuh aspek sosiologis.

Di Sulawesi Selatan, 10 juta bibit ditanam oleh 1.500 warga lokal. Di Sulawesi Tengah, empat kabupaten menjadi lokasi hidup baru bagi lebih dari satu juta tanaman. "Kami tidak hanya menanam pohon, tapi juga menanam rasa memiliki," kata Environment Engineer PT Vale, Lioni Butar Butar. "Ini bukan proyek perusahaan. Ini milik bersama," lanjut Lioni.

Sains, Komunitas, dan Reklamasi Berkelanjutan

Di balik keberhasilan tersebut, ada pendekatan ilmiah yang ketat. Setiap tahap reklamasi mulai dari pemetaan, uji tanah, penyusunan rencana, hingga serah terima dijalankan sesuai prosedur ekologis dan peraturan lingkungan. "Target kami bukan sekadar penghijauan, tapi pemulihan fungsi ekosistem yang utuh," tegas Manager Operasi Lingkungan dan Reklamasi PT Vale, Muh Firdaus Muttaqin.

Ia menambahkan bahwa sekitar 70 persen tenaga kerja yang dilibatkan berasal dari komunitas lokal, memberi peluang ekonomi baru pasca-tambang.

Ironi Hijau dari Jantung Industri

Dalam dunia yang skeptis terhadap industri berat, kisah PT Vale di Sorowako menjadi anomali yang menggugah: ketika perusahaan tambang justru menjadi katalis restorasi alam. Lebih dari 17 juta pohon telah ditanam hingga pertengahan 2025. Sebuah angka monumental yang tak sekadar hijau di peta, tapi hijau dalam makna lebih dalam menghubungkan tanah, manusia, dan masa depan.

Apa yang dulu disebut lubang luka di perut bumi, kini menjadi kebun harapan ditanam untuk generasi mendatang. Mungkin saja, di tempat paling tidak kita duga, masa depan lebih hijau sedang tumbuh perlahan.